26 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Pemprovsu Belum Tahu Nama 33 ASN Koruptor

Elfenda Ananda
Pengamat Anggaran

MEDAN,SUMUTPOS.CO – Data 33 aparatur sipil negara di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang terlibat tindak pidana korupsi tapi masih menerima kucuran gaji tiap bulan, ternyata belum diserahkan Badan Kepegawaian Negara (BKN) ke instansi terkait Pemprovsu. Ini karena Pemprovsu belum bisa mendeteksi ASN koruptor tersebut.

Selain Badan Kepegawaian Daerah Setdaprovsu, pihak Inspektorat juga mengaku belum pernah menerima data valid sekaitan itu. Karenanya, sebanyak 33 ASN yang masuk daftar merah itu sampai kini belum diketahui identitasnya dan bertugas di organisasi perangkat daerah mana.

“Inspektorat Provinsi Sumut hingga kini belum ada data valid seputar hal tersebut. Kita belum ada menerima tembusan apapun dari BKN maupun KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),” ujar Inspektur Provinsi Sumut, OK Henry saat dikonfirmasi Sumut Pos, Minggu (16/9).

OK Henry lantas menyarankan wartawan menanyakan ke BKD Setdaprovsu sekaitan data dimaksud. “Mungkin saja ada di BKD Sumut. Sebab kami sampai sekarang belum menerima data tersebut,” katanya.

BKD sendiri sebelumnya mengaku tidak bisa mendeteksi ASN di lingkungan Pemprovsu yang terbukti korupsi namun belum dipecat. Mengingat, sampai kini belum menerima tembusan surat keputusan bersama tiga menteri/kepala lembaga secara resmi mengenai data dimaksud.

Berdasarkan data BKN itu, menurut Kepala BKD Setdaprovsu, Kaiman Turnip, ASN Pemprovsu berada di peringkat dua sebagai pengoleksi ASN terkorup dibawah DKI Jakarta. “Sebenarnya Sumut itu posisi kedua, terbanyak provinsi yang pegawainya melakukan korupsi adalah Jakarta,” ujarnya saat dikonfirmasi via seluler, Jumat (14/9).

Surat yang ia maksud yakni sudah mempunyai putusan hukum tetap atau inkrah. Sebelumnya, Pemprovsu melalui BKD sudah menuntut untuk mengupayakan agar SK dari tiga menteri ini dapat segera diberikan, agar para ASN yang bandel bisa dilakukannya pemecatan.

Data BKN menyebutkan, sebanyak 298 PNS di seluruh Sumut terlibat tindak pidana korupsi. Terkhusus, Pemprovsu, terdapat 33 ASN dan di bawah Provinsi DKI Jakarta sebanyak 55 orang. Secara keseluruhan, terdapat 2.357 orang PNS koruptor di seluruh Indonesia.

“Kami masih menunggu surat dari tiga menteri ini, setelah mendapatkan SK baru kami pecat mereka secara tidak terhormat. Sebelumya kami sudah mengupayakan untuk meminta surat tersebut, tapi belum juga diberikan,” kata Kaiman.

Diketahui, Kemendagri, Kementerian PAN-RB serta BKN telah bersepakat mengenakan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH) alias pemecatan bagi koruptor yang sudah mempunyai putusan hukum tetap (inkrah). “Kalau sudah ada mereka berikan suratnya, kami tinggal enak, tinggal kami pecat aja mereka yang bandel-bandel itu,” pungkasnya.

Diminta Segera Eksekusi

Menyikapi hal ini, Pengamat Anggaran Elfenda Ananda mengatakan, belum dipecatnya puluhan aparatur sipil Negara (ASN) dinilai sangat miris. Sebab masyarakat sebagai pembayar pajak memberikan uangnya untuk ‘pencuri’ uang rakyat. Untuk itu eksekusi pemecatan yang diminta KPK harus dilakukan secepatnya.”Jadi kita ngasih uang untuk pencuri yang sudah mencuri uang kita (rakyat). Itu lah yang sangat miris. Artinya tidak diberikan hukuman yang sepantasnya karena mereka (ASN koruptor) mencuri,” ujar Elfenda, Minggu (16/9).

Disebutkan Elfenda, bahwa secara hukum, vonis pengadilan mungkin sudah diterima dan dijalani seorang oknum ASN. Namun setelahnya, pemerintah jangan lagi memberikan kepercayaan kepada yang bersangkutan untuk menduduki satu jabatan atau menerima haknya seperti gaji penuh dan tunjangan. Karena itu dari sisi keadilan, hal ini tidak adil.

“Mereka (koruptor) kan belum dipecat. Yang sebenarnya kalau masih pegawai mereka masih menerima berbagai macam hak. Inikan secara prinsip keuangan, keadilan itu dihilangkan semuanya.

Walaupun Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Pemprov) bisa saja beralasan kepada proses administrastif menunggu turunnya keputusan dari pusat, namun kata Elfenda, perlu ada kebijakan di daerah untuk memberikan sanksi kepada pelaku korupsi.

“Ini bukan soal aturan saja, tetapi soal kebijakan, political will. Tidak harus menunggu desakan dari berbagai pihak. Pemerintah provinsi maju di depan, kalau katanya mau memberantas korupsi. Untuk membuktikan mereka komitmen menegakkan aturan,” katanya.

Untuk itu Elfenda mendesak Pemprov segera menyurati pemerintah pusat, meminta agar proses pemecatan bisa dilakukan. Dengan begitu, masyarakat akan melihat adanya komitmen pemerintah daerah menegakkan hukum dan mencegah peluang korupsi itu sendiri.

“Tentu ini kan membebani uang rakyat. Banyak program penting yang bisa dialihkan dari menggaji mereka (ASN koruptor). Maka segera saja surati pusat, minta prosesnya dipercepat. Dengan begitu dapat dibuktikan pemerintah komitmen atau tidak,” tegasnya.

Sementara Ketua Komisi A DPRD Sumut HM Nezar Djoeli menyebutkan, jika memang status koruptor telah memiliki kekuatan hukum tetap dari pengadilan, maka sudah sepantasnya proses mencopot jabatan 33 ASN di lingkungan Pemprov Sumut dicepat dilakukan. (prn/bal)

Elfenda Ananda
Pengamat Anggaran

MEDAN,SUMUTPOS.CO – Data 33 aparatur sipil negara di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang terlibat tindak pidana korupsi tapi masih menerima kucuran gaji tiap bulan, ternyata belum diserahkan Badan Kepegawaian Negara (BKN) ke instansi terkait Pemprovsu. Ini karena Pemprovsu belum bisa mendeteksi ASN koruptor tersebut.

Selain Badan Kepegawaian Daerah Setdaprovsu, pihak Inspektorat juga mengaku belum pernah menerima data valid sekaitan itu. Karenanya, sebanyak 33 ASN yang masuk daftar merah itu sampai kini belum diketahui identitasnya dan bertugas di organisasi perangkat daerah mana.

“Inspektorat Provinsi Sumut hingga kini belum ada data valid seputar hal tersebut. Kita belum ada menerima tembusan apapun dari BKN maupun KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),” ujar Inspektur Provinsi Sumut, OK Henry saat dikonfirmasi Sumut Pos, Minggu (16/9).

OK Henry lantas menyarankan wartawan menanyakan ke BKD Setdaprovsu sekaitan data dimaksud. “Mungkin saja ada di BKD Sumut. Sebab kami sampai sekarang belum menerima data tersebut,” katanya.

BKD sendiri sebelumnya mengaku tidak bisa mendeteksi ASN di lingkungan Pemprovsu yang terbukti korupsi namun belum dipecat. Mengingat, sampai kini belum menerima tembusan surat keputusan bersama tiga menteri/kepala lembaga secara resmi mengenai data dimaksud.

Berdasarkan data BKN itu, menurut Kepala BKD Setdaprovsu, Kaiman Turnip, ASN Pemprovsu berada di peringkat dua sebagai pengoleksi ASN terkorup dibawah DKI Jakarta. “Sebenarnya Sumut itu posisi kedua, terbanyak provinsi yang pegawainya melakukan korupsi adalah Jakarta,” ujarnya saat dikonfirmasi via seluler, Jumat (14/9).

Surat yang ia maksud yakni sudah mempunyai putusan hukum tetap atau inkrah. Sebelumnya, Pemprovsu melalui BKD sudah menuntut untuk mengupayakan agar SK dari tiga menteri ini dapat segera diberikan, agar para ASN yang bandel bisa dilakukannya pemecatan.

Data BKN menyebutkan, sebanyak 298 PNS di seluruh Sumut terlibat tindak pidana korupsi. Terkhusus, Pemprovsu, terdapat 33 ASN dan di bawah Provinsi DKI Jakarta sebanyak 55 orang. Secara keseluruhan, terdapat 2.357 orang PNS koruptor di seluruh Indonesia.

“Kami masih menunggu surat dari tiga menteri ini, setelah mendapatkan SK baru kami pecat mereka secara tidak terhormat. Sebelumya kami sudah mengupayakan untuk meminta surat tersebut, tapi belum juga diberikan,” kata Kaiman.

Diketahui, Kemendagri, Kementerian PAN-RB serta BKN telah bersepakat mengenakan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH) alias pemecatan bagi koruptor yang sudah mempunyai putusan hukum tetap (inkrah). “Kalau sudah ada mereka berikan suratnya, kami tinggal enak, tinggal kami pecat aja mereka yang bandel-bandel itu,” pungkasnya.

Diminta Segera Eksekusi

Menyikapi hal ini, Pengamat Anggaran Elfenda Ananda mengatakan, belum dipecatnya puluhan aparatur sipil Negara (ASN) dinilai sangat miris. Sebab masyarakat sebagai pembayar pajak memberikan uangnya untuk ‘pencuri’ uang rakyat. Untuk itu eksekusi pemecatan yang diminta KPK harus dilakukan secepatnya.”Jadi kita ngasih uang untuk pencuri yang sudah mencuri uang kita (rakyat). Itu lah yang sangat miris. Artinya tidak diberikan hukuman yang sepantasnya karena mereka (ASN koruptor) mencuri,” ujar Elfenda, Minggu (16/9).

Disebutkan Elfenda, bahwa secara hukum, vonis pengadilan mungkin sudah diterima dan dijalani seorang oknum ASN. Namun setelahnya, pemerintah jangan lagi memberikan kepercayaan kepada yang bersangkutan untuk menduduki satu jabatan atau menerima haknya seperti gaji penuh dan tunjangan. Karena itu dari sisi keadilan, hal ini tidak adil.

“Mereka (koruptor) kan belum dipecat. Yang sebenarnya kalau masih pegawai mereka masih menerima berbagai macam hak. Inikan secara prinsip keuangan, keadilan itu dihilangkan semuanya.

Walaupun Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Pemprov) bisa saja beralasan kepada proses administrastif menunggu turunnya keputusan dari pusat, namun kata Elfenda, perlu ada kebijakan di daerah untuk memberikan sanksi kepada pelaku korupsi.

“Ini bukan soal aturan saja, tetapi soal kebijakan, political will. Tidak harus menunggu desakan dari berbagai pihak. Pemerintah provinsi maju di depan, kalau katanya mau memberantas korupsi. Untuk membuktikan mereka komitmen menegakkan aturan,” katanya.

Untuk itu Elfenda mendesak Pemprov segera menyurati pemerintah pusat, meminta agar proses pemecatan bisa dilakukan. Dengan begitu, masyarakat akan melihat adanya komitmen pemerintah daerah menegakkan hukum dan mencegah peluang korupsi itu sendiri.

“Tentu ini kan membebani uang rakyat. Banyak program penting yang bisa dialihkan dari menggaji mereka (ASN koruptor). Maka segera saja surati pusat, minta prosesnya dipercepat. Dengan begitu dapat dibuktikan pemerintah komitmen atau tidak,” tegasnya.

Sementara Ketua Komisi A DPRD Sumut HM Nezar Djoeli menyebutkan, jika memang status koruptor telah memiliki kekuatan hukum tetap dari pengadilan, maka sudah sepantasnya proses mencopot jabatan 33 ASN di lingkungan Pemprov Sumut dicepat dilakukan. (prn/bal)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/