Terkait kejadian itu, Ridho Damanik, SH selaku Ketua Gerakan Mahasiswa Hukum Indonesia (GERMAHI) menilai jika arogansi tersebut terjadi akibat bebasnya aparat masuk ke tempat hiburan malam.
Selain itu, Ridho juga menyoroti lemahnya Dinas Pariwisata Pemko Medan dalam penertiban jam tayang. Dimana, bukan rahasia lagi jika D’Blues Karaoke beroperasi selama 24 jam. Uniknya, sama sekali tidak ada tindakan nyata.
Belum lagi, keberadaan D’Blues juga dianggap telah beralih fungsi. Ijin yang dikeluarkan adalah Karoke dan Spa, bukannya tempat dugem. Ironisnya lagi, peredaran narkoba di tempat itu dikabarkan cukup tinggi.
Setidaknya itu telah terbukti beberapa waktu yang lalu. Dimana aparat kepolisian telah menemukan sekitar 140 butir pil ekstasi dari lokasi tersebut, namun yang bersangkutan tidak di proses hukum.
“Kami menduga ada semacam koordinasi illegal antara pihak pengusaha dan penegak hukum. Kami akan investigasi mendalam mengapa yang bersangkutan tidak di proses hukum,” tandas Ridho Damanik.
Bahkan, pajak dari penjualan minuman keras di D’Blues tidak dilaporkan ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan. “Kami sudah cek kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan. Pihak dinas tidak berani memberikan komentar apapun, “barang kali sudah main mata”, ketus Ridho. (cnt/gib)