28 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Pemko Gagal Jaga Gedung Bersejarah

BANGUNAN BERSEJARAH: Sejumlah kendaraan melintas di depan bangunan peninggalan Belanda di kawasan Jalan Jenderal Ahmad Yani Medan, belum lama ini.
BANGUNAN BERSEJARAH: Sejumlah kendaraan melintas di depan bangunan peninggalan Belanda di kawasan Jalan Jenderal Ahmad Yani Medan, belum lama ini.

MEDAN- Protes dan penolakan terhadap pengalihfungsian Gedung Nasional Medan (GMN) di Jalan Sutomo menjadi pusat grosir terus berdatangan dari sejumlah kalangan. Kali ini, suara penolakan itu disampaikan Wakil Ketua Pimpinan daerah Muhammadiyah Kota Medan Rafdinal kepada Sumut Pos, Selasa (17/2). Rafdinal meminta Wali Kota dan DPRD Medan untuk tidak melakukan perubahan peruntukan terhadap GMN, karena gedung itu merupakan situs sejarah yang harus dijaga.

“Gedung Nasional itu merupakan situs sejarah yang harus dijaga, rawat, dan dipelihara oleh negara. Bukan, malah diberikan dan dikelolah oleh pihak ketiga,” kata Rafdinal.

Menurutnya, jika selama ini gedung tersebut tidak berfungsi dan tidak terawat dengan baik, itu merupakan kegagalan Pemko Medan dalam menjaga dan merawat bangun-bangunan bersejerah di Kota Medan yang harus dilestarikan sebagai estetika kota yang memiliki sejarah tempo dulu.

Rafdinal juga menyayangkan sikap Wali Kota Medan HT Dzulmi Eldin yang menyetujui dan mengajukan berubah peruntukan gedung tersebut ke DPRD Kota Medan. Seharusnya, Pemko Medan mengambil alih gedung itu untuk dirawat. Bukan, sebaliknya menyerahkan gedung bersejarah tersebut kepada pihak ketiga sebagai pengusaha.

“Pemko Medan jangan melihat secara normatif dan administrasi saja, harus melihat sejarahnya. Harusnya, yayasan diberikan dukungan berupa anggaran dalam melestarikan dan merawat bangunan tersebut dari APBD Kota Medan. Coba lihat, ada tidak anggaran Pemko Medan dalam APBD untuk perawatan dan menjaga gedung-gedung bersejarah di Kota Medan?” katanya.

Dosen FISIP UMSU itu juga mengimbau DPRD Medan agar tidak menyetujui perubahan peruntukan gedung tersebut. “Kita akan surati Pemko Medan dan DPRD Medan untuk menolaknya. Serta mengajak masyarakat untuk menolak dan menjaga cagar budaya dari gedung bersejerah di Kota Medan,” tuturnya.

Rafdinal juga meminta Pemko Medan melihat secara terbuka alas hak yang dimiliki yayasan tersebut. Menurutnya, bila bangunan sejarah di Kota Medan terus menerus diubah menjadi bangunan mewah untuk kepetingan para kapitalis, sejarah Kota Medan akan tinggal kenangan tanpa ada bukti.

“Besok-besok Istana Maimun bisa dibeli oleh pengusaha lah. Harusnya Gedung Nasional Medan itu dibeli oleh Pemko Medan untuk dijadikan aset. Kemudian dirawat, jaga dan dilestarikan serta kembalikan fungsi seperti semula. Hal itu, harus dilakukan Pemko Medan,” tandasnya.

Sementara itu, Sekda Kota Medan Syaiful Bahri ketika dikonfirmasi mengatakan, dalam perubahan peruntukan GMN itu, Pemko Medan tidak memilik hak. “Itu gedung dan tanah milik yayasan, bukan milik Pemko Medan. Tidak ada hak pemko untuk menahanan perubahan peruntukannya,” jelasnya kepada wartawan di Balai Kota, kemarin.

Namun, dia mengharapkan, bila nanti disetujui oleh DPRD Medan untuk berubah peruntukkannya, secara fisik bangunannya tidak dihancurkan. “Demikian kita berharap ikon sejarah jangan sampai hilang, seperti halnya balai kota ada hotel yang bagus,” ucapnya.

Sementara, Anggota Komisi D DPRD Medan Sahat Maruli Tua Tarigan membantah kalau DPRD Medan telah mengagendakan rapat pripurna perubahan peruntukan GMN pada Senin (23/2) pekan depan.

“Tanggal 23 Februari tidak ada agenda paripurna perubahan peruntukan Gedung Nasional, itu hasil rapat Banmus DPRD Medan,” ucapnya.

Dia mengaku, untuk perubahan peruntakan GMN belum ada dibahas, baik di komisi maupun di fraksi. “Itu belum ada dirapatkan. Jadi, masih lama itu. Kalau untuk saat ini, saya belum bisa berkomentar karena belum pernah dibahas di komisi. Bagaimana seutuhnya saya belum tahu,” pungkasnya.

Diketahui, pengajuan perubahan peruntukan lahan Gedung Nasional Medan (GNM) di Jalan Sutomo oleh Yayasan Dana gedung Nasional Medan telah disetujui Wali Kota Medan. Kemudian, permohonan tersebut juga telah sampai ke DPRD Medan untuk dibahas dan disetujui.

Menurut Ketua DPRD Medan, Henry Jhon Hutagalung, pemohon perubahan peruntukan GMN tersebut telah melengkapi sejumlah bukti kepemilikan lahan. “Ada surat dari Wali Kota Medan. Ini akta sertifikat tanda bukti hak dari BPN, dan ini akta pernyataan keputusan rapat Yayasan Dana Gedung Nasional. Kalau melihat bukti yang diajukan pemohon, memang tidak ada alasan kalau perubahan peruntukan tidak dikabulkan. Begitupun, akan saya pelajari lagi, karena saya belum melihat ada akta pendirian yayasan di sini. Apakah pemohon Alfredo itu benar-benar wakil pihak yayasan,” kata Henry kepada wartawan usai rapat paripurna di gedung dewan, Senin (16/2).(gus/adz)

BANGUNAN BERSEJARAH: Sejumlah kendaraan melintas di depan bangunan peninggalan Belanda di kawasan Jalan Jenderal Ahmad Yani Medan, belum lama ini.
BANGUNAN BERSEJARAH: Sejumlah kendaraan melintas di depan bangunan peninggalan Belanda di kawasan Jalan Jenderal Ahmad Yani Medan, belum lama ini.

MEDAN- Protes dan penolakan terhadap pengalihfungsian Gedung Nasional Medan (GMN) di Jalan Sutomo menjadi pusat grosir terus berdatangan dari sejumlah kalangan. Kali ini, suara penolakan itu disampaikan Wakil Ketua Pimpinan daerah Muhammadiyah Kota Medan Rafdinal kepada Sumut Pos, Selasa (17/2). Rafdinal meminta Wali Kota dan DPRD Medan untuk tidak melakukan perubahan peruntukan terhadap GMN, karena gedung itu merupakan situs sejarah yang harus dijaga.

“Gedung Nasional itu merupakan situs sejarah yang harus dijaga, rawat, dan dipelihara oleh negara. Bukan, malah diberikan dan dikelolah oleh pihak ketiga,” kata Rafdinal.

Menurutnya, jika selama ini gedung tersebut tidak berfungsi dan tidak terawat dengan baik, itu merupakan kegagalan Pemko Medan dalam menjaga dan merawat bangun-bangunan bersejerah di Kota Medan yang harus dilestarikan sebagai estetika kota yang memiliki sejarah tempo dulu.

Rafdinal juga menyayangkan sikap Wali Kota Medan HT Dzulmi Eldin yang menyetujui dan mengajukan berubah peruntukan gedung tersebut ke DPRD Kota Medan. Seharusnya, Pemko Medan mengambil alih gedung itu untuk dirawat. Bukan, sebaliknya menyerahkan gedung bersejarah tersebut kepada pihak ketiga sebagai pengusaha.

“Pemko Medan jangan melihat secara normatif dan administrasi saja, harus melihat sejarahnya. Harusnya, yayasan diberikan dukungan berupa anggaran dalam melestarikan dan merawat bangunan tersebut dari APBD Kota Medan. Coba lihat, ada tidak anggaran Pemko Medan dalam APBD untuk perawatan dan menjaga gedung-gedung bersejarah di Kota Medan?” katanya.

Dosen FISIP UMSU itu juga mengimbau DPRD Medan agar tidak menyetujui perubahan peruntukan gedung tersebut. “Kita akan surati Pemko Medan dan DPRD Medan untuk menolaknya. Serta mengajak masyarakat untuk menolak dan menjaga cagar budaya dari gedung bersejerah di Kota Medan,” tuturnya.

Rafdinal juga meminta Pemko Medan melihat secara terbuka alas hak yang dimiliki yayasan tersebut. Menurutnya, bila bangunan sejarah di Kota Medan terus menerus diubah menjadi bangunan mewah untuk kepetingan para kapitalis, sejarah Kota Medan akan tinggal kenangan tanpa ada bukti.

“Besok-besok Istana Maimun bisa dibeli oleh pengusaha lah. Harusnya Gedung Nasional Medan itu dibeli oleh Pemko Medan untuk dijadikan aset. Kemudian dirawat, jaga dan dilestarikan serta kembalikan fungsi seperti semula. Hal itu, harus dilakukan Pemko Medan,” tandasnya.

Sementara itu, Sekda Kota Medan Syaiful Bahri ketika dikonfirmasi mengatakan, dalam perubahan peruntukan GMN itu, Pemko Medan tidak memilik hak. “Itu gedung dan tanah milik yayasan, bukan milik Pemko Medan. Tidak ada hak pemko untuk menahanan perubahan peruntukannya,” jelasnya kepada wartawan di Balai Kota, kemarin.

Namun, dia mengharapkan, bila nanti disetujui oleh DPRD Medan untuk berubah peruntukkannya, secara fisik bangunannya tidak dihancurkan. “Demikian kita berharap ikon sejarah jangan sampai hilang, seperti halnya balai kota ada hotel yang bagus,” ucapnya.

Sementara, Anggota Komisi D DPRD Medan Sahat Maruli Tua Tarigan membantah kalau DPRD Medan telah mengagendakan rapat pripurna perubahan peruntukan GMN pada Senin (23/2) pekan depan.

“Tanggal 23 Februari tidak ada agenda paripurna perubahan peruntukan Gedung Nasional, itu hasil rapat Banmus DPRD Medan,” ucapnya.

Dia mengaku, untuk perubahan peruntakan GMN belum ada dibahas, baik di komisi maupun di fraksi. “Itu belum ada dirapatkan. Jadi, masih lama itu. Kalau untuk saat ini, saya belum bisa berkomentar karena belum pernah dibahas di komisi. Bagaimana seutuhnya saya belum tahu,” pungkasnya.

Diketahui, pengajuan perubahan peruntukan lahan Gedung Nasional Medan (GNM) di Jalan Sutomo oleh Yayasan Dana gedung Nasional Medan telah disetujui Wali Kota Medan. Kemudian, permohonan tersebut juga telah sampai ke DPRD Medan untuk dibahas dan disetujui.

Menurut Ketua DPRD Medan, Henry Jhon Hutagalung, pemohon perubahan peruntukan GMN tersebut telah melengkapi sejumlah bukti kepemilikan lahan. “Ada surat dari Wali Kota Medan. Ini akta sertifikat tanda bukti hak dari BPN, dan ini akta pernyataan keputusan rapat Yayasan Dana Gedung Nasional. Kalau melihat bukti yang diajukan pemohon, memang tidak ada alasan kalau perubahan peruntukan tidak dikabulkan. Begitupun, akan saya pelajari lagi, karena saya belum melihat ada akta pendirian yayasan di sini. Apakah pemohon Alfredo itu benar-benar wakil pihak yayasan,” kata Henry kepada wartawan usai rapat paripurna di gedung dewan, Senin (16/2).(gus/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/