Aman Karena Terikat Kontrak
MEDAN-Bencana gempa, tsunami dan kebocoran reaktor nuklir di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Jepang membawa multiplier effect bagi perekonomian Sumatera Utara. Meski demikian, ekspor komoditas andalan dari Sumut ke Jepang tidak banyak terpengaruh. Itu karena sejumlah eksportir sudah meneken kontrak yang sudah diteken jauh-jauh hari. Sebut saja ekspor karet alam, kopi, dan komoditi lainnya.
Vice Chairman (Wakil Ketua) Kamar Dagang dan Industri Sumatera Utara (Kadin) Jonner Napitulu menyatakan, pengiriman ekspor tidak akan berpengaruh, karena sudah adanya kontrak antar pengusaha di Sumut dan Jepang.
Pemerhati ekonomi dari Unimed, M Ishak, juga menegaskan bahwa Jepang merupakan pasar yang sangat potensial dan terkenal dengan keprofesionalnya. “Jalinan kerjasama tersebut harus dijaga dengan baik,” ujar Ishak.
Untuk komodisi andalan karet alam, para eksporter menyatakan, bencana yang melanda Jepang tidak berdampak pada harga jual. “Harga karet berpengaruh hanya 2 hari pada saat musibah tersbut terjadi yaitu pada tanggal 11 dan 12 kemarin,” kata Sekretaris Eksekutif Gapkind (Gabungan Asosiasi Eksportir Karet Indonesia) Sumut, Edi Irwansyah.
Penurunan drastis harga karet pada 11 dan 12 Maret tersebut kembali menguat pada 14 Maret lalu.
Harga karet bahkan diprediksi akan meningkat pada April mendatang. Bukan karena bencana di Jepang, tetapi karena bulan itu memasuki musim kemarau, produksi karet akan berkurang sementara permintaan terus meningkat.
Edi menegaskan, walaupun Jepang merupakan konsumen karet alam terbesar ke 3 di dunia setelah Amerika Serikat dan Cina, tetapi hal tersebut tidak terlalu menggangu pasar karet dari Sumut. Edi mencontohkan, selain pabrik ban raksasa Bridgestone di Jepang, pabrik ban tersebar di beberapa negara lainnya.
Selain itu, harga karet sintetis yang terkerek harga minyak dunia akibat krisis di Timur Tengah. Dengan demikian harga karet alam yang ikut terkerek.
Ketua Badan Pengurus Daerah AEKI (Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia), Saidul Alam . Menurutnya, saat ini belum ada pengaruh bencana terhadap permintaan kopi Sumut, karena sudah adanya kontrak yang mengikat. Sementara, sebelum adanya bencana, harga kopi sudah naik menjadi 7 ribu dolar AS per kilo. Alam juga menegaskan, kopi Sumut dan Aceh, merupakan kopi yang paling digemari oleh masyarakat Jepang, karena itu, para pengusaha kopi tetap optimis bahwa ekspor dan harga kopi akan tetap stabil. Senada dengan hal tersebut, Jonner menyatakan bahwa pengiriman ekspor tidak akan berpengaruh, karena sudah adanya kontrak antar pengusaha di Sumut dan Jepang.
Di sisi lain, bencana alam di Jepang malah memperbesar peluang ekspor komoditi tertentu dari Sumut dan Indonesia ke negara matahari terbit tersebut. Pemerhati ekonomi dari Universitas Negeri Medan (Unimed), M Ishak, melihat hal tersebut karena saat ini pemerintahan Jepang mengutamakan perbaikan pemukiman penduduk dan infrastruktur, seperti jalan, sistem informasi dan segala hal yang berhubungan dengan tanggap darurat. Karena itu, Jepang akan meminta lebih kayu dan rotan untuk rumah dan furniture dan bahan lainnya.
Sedangkan nilai impor yang menurun dalam sebulan ke depan, belum pada tahap mengkhawatirkan. Ceritanya menjadi lain bila hingga bulan ke 2 ke depan, Jepang belum melakukan aktivitas impornya. Macetnya pasokan spare parts kendaraan bermotor dan elektronik dari negara sakura itu akan membuat Sumut kelimpungan. Pasalnya, 70 persen kendaraan yang ada di Indonesia dan Sumut merupakan merk pabrikan dari Jepang.
“Jadi bisa dibayangkan bila spare part tersebut tidak ada di pasaran, betapa bigung dan galau pasar kendaraan bermotor,” jelasnya.
Beberapa kebutuhan impor tersebut masih bisa disubstitusi dari produk-produk asal Cina, Amerika Serikat dan Eropa. Meski demikian, peningkatan permintaan saat pasokan menurun akan meningkatkan harga di pasar internasional. “Kalau dilogikan, akan ada kenaikan yang sangat signifikan untuk pasar ini, karena permintaan banyak, sedangkan barang tidak ada,” ujar ishak.
Kalkulasi Ulang Biaya Ekspor
Walaupun belum memberikan dampak berarti pada Sumut, bencana di Jepang memaksa pelaku ekspor dan impor Sumut melakukan kalkulasi ulang komponen biaya dan penjadwalan perdagangan.
Vice Chairman (Wakil Ketua) Kamar Dagang dan Industri Sumatera Utara (Kadin) Jonner Napitulu mengatakan, “Untuk ekspor kendala yang dihadapi saat ini yaitu pengaturan ulang jadwal pengiriman barang, dan pemindahan pelabuhan. Ya harus jauh dari daerah bencana,” terangnya.
Kendalan itu akan menimbulkan biaya transportasi tambahan pada pengiriman. Meski demikian, penambahan biaya ini masih bisa ditoleransi dan dimasukkan ke pos tidak terduga. “Jadi anggap saja uang tambahan tersebut sebagai bantuan untuk korban,” ujar Jonner.
Seperti diketahui, nilai ekspor Sumatera Utara ke Jepang mencapai 1,03 miliar dolar AS pada tahun 2010 lalu, meningkat dibanding tahun sebelumnya yang hanya 623,05 juta dolar AS. Nilai ini menempatkan Jepang di posisi kedua tujuan ekspor Sumatera Utara, setelah India dengan nilai ekspor mencapai 1,52 miliar dolar AS pada 2010 lalu.
Menurut data Disperindag Sumatera Utara, komoditi ekspor Sumut yang paling besar ke Jepang adalah kayu lapis, furniture, kopi, ikan udang. Produk kayu lapis biasanya digunakan untuk lantai kayu rumah tangga dan furniture. Sedangkan untuk kopi, volume ekspor tinggi karena masyarakat Jepang gemar meminum kopi asal Sumatera Utara dan Aceh, yang terkenal dengan kopi Arabica.
Sementara nilai Impor Jepang ke Sumut hanya 93 juta dolar AS pada 2010. Komoditi diimpornya yaitu bahan baku penolong dan modal, seperti biji plastik, produk kimia, suku cadang kendaraan bermotor maupun pabrikan. “Jepang merupakan negara urutan ke-9 untuk asal impor Sumut,” ungkap Kasi Ekspor Disperindag Sumut, Fitra Kurnia, kemarin. (mag9)