26.7 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Penerapan Perda KIBBLA Tak Optimal

M IDRIS/sumut pos
SOSIALISASI: Wakil Ketua DPRD Medan Iswanda Ramli saat sosialisasi Perda Kota Medan Nomor 6/2009 Tentang KIBBLAdi Medan Johor.
, Minggu (17/3). ()

Penerapan Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir, Bayi dan Balita (KIBBLA) dinilai tak optimal. Sebab, masih banyak masyarakat tidak mengetahui adanya regulasi tersebut. Padahal, aturan itu sudah perda ini disahkan sejak Juli 2009n

“Masih belum sepenuhnya dipahami dan dirasakan warga Kota Medan, terutama terkait perlindungan ibu hamil dan bayi baru lahir. Artinya, belum optimal diterapkan,” ungkap Wakil Ketua DPRD Medan Iswanda Ramli saat sosialisasi Perda KIBBLA di kawasan Jalan Melinjo 5/Eka Rasmi, Gedung Johor, Medan Johor, Minggu (17/3).

Dikatakannya, tujuan dibentuknya perda ini salah satunya adalah terwujudnya kualitas pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan bayi serta anak balita. Dengan kata lain, hadirnya peraturan tersebut menjadi bukti keberpihakan dan kepedulian legislatif bersama pemerintah akan kesehatan generasi penerus.

“Adanya perda ini sebagai bentuk keseriusan legislatif dan pemerintah untuk melindungi para generasi muda penerus bangsa. Sebab, di dalamnya diatur dengan jelas apa yang menjadi hak setiap ibu di Kota Medan,” ujarnya.

Seperti tercantum di pasal 4, alnjutnya, yang mengatur sejumlah hak yang bisa diterima oleh setiap ibu hamil, di antaranya, mendapatkan pelayanan kesehatan selama kehamilan hingga persalinan dari tenaga kesehatan yang terlatih dan bersih.

Selain itu, sambung Nanda, diatur juga hak setiap ibu mendapat pelayanan kesehatan masa nifas, penanganan kesulitan persalinan, kontrasepsi yang sesuai dengan kondisi ibu, menolak pelayanan kesehatan yang diberikan kepadanya dan anaknya oleh tenaga dan sarana yang tidak memiliki sertifikasi.

Kemudian, mendapatkan asupan makanan yang bergizi dan cukup kalori bagi ibu yang memberikan ASI eksklusif dan ASI sampai anak berusia dua tahun terutama bagi ibu dari keluarga miskin. Tidak hanya itu, pada pasal 5 dan pasal 6 diatur dengan jelas setiap anak baru lahir berhak mendapatkan sejumlah pelayanan kesehatan seperti imunisasi dasar ASI dan lainnya termasuk kondisi lingkungan.

“Dalam Perda ini juga, diatur dengan tegas soal kewajiban penyedia jasa pelayanan medis, kewajiban masyarakat dan pemerintah. Artinya, perda yang berisi 11 BAB dan 42 Pasal ini memuat aturan tegas soal perlindungan untuk ibu hamil, bayi baru lahir, bayi dan Balita serta pengaturan soal penyedia jasa pelayanan medis. Pihak rumah sakit di Medan harus mengutamakan memberikan pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir, bayi dan anak balita dalam kondisi darurat, tanpa menanyakan status ekonomi dan meminta jaminan uang muka,” papar Nanda.

Diutarakan Nanda, Pemko Medan melalui Perda Nomor 6/2009 tersebut telah menjamin kebutuhan mereka selama mendapat perawatan pertama. Ibu hamil dan tidak mampu, wajib dilayani apabila akan melahirkan. “Pemko Medan telah mengalokasikan 30 persen dari total anggaran APBD umtuk kesehatan yakni Rp1,7 triliun guna penanganan masalah KIBBLA. Untuk rumah sakit swasta, akan mendapat penggantian biaya dari pemerintah daerah (pemda) jika keluarga tersebut dinyatakan tidak mampu,” tegasnya.

Dengan terbitnya perda tersebut, lanjut Nanda, seluruh rumah sakit baik pemerintah atau swasta agar melayani pasien KIBBLA sesuai dengan standar pelayanan. Para penyedia jasa pelayanan kesehatan juga memiliki kewajiban melaporkan kesehatan ibu, bayi baru lahir, bayi dan balita ke dinas kesehatan.

“Selain soal hak dan kewajiban, diatur juga soal sanski yang akan dilakukan pemerintah terhadap penyedia jasa pelayanan medis yang melakukan pelanggaran. Sanksi tersebut bisa berupa sanksi administratif atau teguran hingga pencabutan izin, Pemko Medan selaku penyelenggara pelayanan KIBBLA dapat memberikan sanksi peringatan. Bahkan, mencabut izin praktik fasilitas kesehatan sesuai dengan pasal 11,” jabarnya.

Nanda menambahkan, diharapkan penerapan perda ini dapat maksimal dilaksanakan sebagai upaya melindungi generasi di Kota Medan. Oleh karenanya, melalui kegiatan sosialisasi perda dapat menjadi media yang dapat memberitahukan kepada masyarakat tentang perlindungan kesehatan ibu dan bayinya.

Adel, warga Jalan Eka Rasmi mengaku, ia tidak mengetahui adanya Perda Nomor 6/2009. “Baru tahu saya ada aturan ini (Perda Nomor 6/2009). Kalau enggak disosialisasikan, mungkin saya enggak pernah tahu,” ucapnya.

Ia menuturkan, seharusnya kalau ada aturan seperti ini sering dilakukan sosialisasi kepada warga. Paling tidak, sebulan sekali sehingga warga tahu dan memahaminya. (ris/ila)

M IDRIS/sumut pos
SOSIALISASI: Wakil Ketua DPRD Medan Iswanda Ramli saat sosialisasi Perda Kota Medan Nomor 6/2009 Tentang KIBBLAdi Medan Johor.
, Minggu (17/3). ()

Penerapan Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir, Bayi dan Balita (KIBBLA) dinilai tak optimal. Sebab, masih banyak masyarakat tidak mengetahui adanya regulasi tersebut. Padahal, aturan itu sudah perda ini disahkan sejak Juli 2009n

“Masih belum sepenuhnya dipahami dan dirasakan warga Kota Medan, terutama terkait perlindungan ibu hamil dan bayi baru lahir. Artinya, belum optimal diterapkan,” ungkap Wakil Ketua DPRD Medan Iswanda Ramli saat sosialisasi Perda KIBBLA di kawasan Jalan Melinjo 5/Eka Rasmi, Gedung Johor, Medan Johor, Minggu (17/3).

Dikatakannya, tujuan dibentuknya perda ini salah satunya adalah terwujudnya kualitas pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan bayi serta anak balita. Dengan kata lain, hadirnya peraturan tersebut menjadi bukti keberpihakan dan kepedulian legislatif bersama pemerintah akan kesehatan generasi penerus.

“Adanya perda ini sebagai bentuk keseriusan legislatif dan pemerintah untuk melindungi para generasi muda penerus bangsa. Sebab, di dalamnya diatur dengan jelas apa yang menjadi hak setiap ibu di Kota Medan,” ujarnya.

Seperti tercantum di pasal 4, alnjutnya, yang mengatur sejumlah hak yang bisa diterima oleh setiap ibu hamil, di antaranya, mendapatkan pelayanan kesehatan selama kehamilan hingga persalinan dari tenaga kesehatan yang terlatih dan bersih.

Selain itu, sambung Nanda, diatur juga hak setiap ibu mendapat pelayanan kesehatan masa nifas, penanganan kesulitan persalinan, kontrasepsi yang sesuai dengan kondisi ibu, menolak pelayanan kesehatan yang diberikan kepadanya dan anaknya oleh tenaga dan sarana yang tidak memiliki sertifikasi.

Kemudian, mendapatkan asupan makanan yang bergizi dan cukup kalori bagi ibu yang memberikan ASI eksklusif dan ASI sampai anak berusia dua tahun terutama bagi ibu dari keluarga miskin. Tidak hanya itu, pada pasal 5 dan pasal 6 diatur dengan jelas setiap anak baru lahir berhak mendapatkan sejumlah pelayanan kesehatan seperti imunisasi dasar ASI dan lainnya termasuk kondisi lingkungan.

“Dalam Perda ini juga, diatur dengan tegas soal kewajiban penyedia jasa pelayanan medis, kewajiban masyarakat dan pemerintah. Artinya, perda yang berisi 11 BAB dan 42 Pasal ini memuat aturan tegas soal perlindungan untuk ibu hamil, bayi baru lahir, bayi dan Balita serta pengaturan soal penyedia jasa pelayanan medis. Pihak rumah sakit di Medan harus mengutamakan memberikan pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir, bayi dan anak balita dalam kondisi darurat, tanpa menanyakan status ekonomi dan meminta jaminan uang muka,” papar Nanda.

Diutarakan Nanda, Pemko Medan melalui Perda Nomor 6/2009 tersebut telah menjamin kebutuhan mereka selama mendapat perawatan pertama. Ibu hamil dan tidak mampu, wajib dilayani apabila akan melahirkan. “Pemko Medan telah mengalokasikan 30 persen dari total anggaran APBD umtuk kesehatan yakni Rp1,7 triliun guna penanganan masalah KIBBLA. Untuk rumah sakit swasta, akan mendapat penggantian biaya dari pemerintah daerah (pemda) jika keluarga tersebut dinyatakan tidak mampu,” tegasnya.

Dengan terbitnya perda tersebut, lanjut Nanda, seluruh rumah sakit baik pemerintah atau swasta agar melayani pasien KIBBLA sesuai dengan standar pelayanan. Para penyedia jasa pelayanan kesehatan juga memiliki kewajiban melaporkan kesehatan ibu, bayi baru lahir, bayi dan balita ke dinas kesehatan.

“Selain soal hak dan kewajiban, diatur juga soal sanski yang akan dilakukan pemerintah terhadap penyedia jasa pelayanan medis yang melakukan pelanggaran. Sanksi tersebut bisa berupa sanksi administratif atau teguran hingga pencabutan izin, Pemko Medan selaku penyelenggara pelayanan KIBBLA dapat memberikan sanksi peringatan. Bahkan, mencabut izin praktik fasilitas kesehatan sesuai dengan pasal 11,” jabarnya.

Nanda menambahkan, diharapkan penerapan perda ini dapat maksimal dilaksanakan sebagai upaya melindungi generasi di Kota Medan. Oleh karenanya, melalui kegiatan sosialisasi perda dapat menjadi media yang dapat memberitahukan kepada masyarakat tentang perlindungan kesehatan ibu dan bayinya.

Adel, warga Jalan Eka Rasmi mengaku, ia tidak mengetahui adanya Perda Nomor 6/2009. “Baru tahu saya ada aturan ini (Perda Nomor 6/2009). Kalau enggak disosialisasikan, mungkin saya enggak pernah tahu,” ucapnya.

Ia menuturkan, seharusnya kalau ada aturan seperti ini sering dilakukan sosialisasi kepada warga. Paling tidak, sebulan sekali sehingga warga tahu dan memahaminya. (ris/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/