Pencopotan Pejabat Eselon II, Plt Sekda Bela Plt Gubsu
MEDAN-Pencopotan pejabat eselon tiga berbagai SKPD di jajaran Pemprovsu yang secara tiba-tiba mendapat pembelaan dari Plt Sekretaris Daerah (Sekda) Rahmadsyah. Ia menegaskan, pencopotan tersebut sudah melalui proses dari Baperjakat. “Mekanismenya sudah benar, karena sudah melewati Baperjakat,” katanya seusai Salat Jumat di Masjid Agung Medan, Jumat (17/6).
Namun, saat ditanya jika telah melalui Baperjakat, kenapa yang menggantikan pejabat yang dicopot serta pejabat yang dicopot sendiri tak mengetahui mereka akan dilantik atau dinonjobkan, Rahmadsyah mengatakan wewenang tersebut ada di Plt Gubsu sebagai pimpinan.
Lantas, jika kepala SKPD juga tak mengetahui hal tersebut, apakah proses dan mekanismenya memang sudah sesuai dengan Baperjakat? Rahmadsyah lagi-lagi menjawab dengan perkataan serupa. “Kenapa Kepala SKPD harus mengetahui ada atau tidak pejabat di bawah jajarannya yang dicopot dan dilantik? Sebelum pejabat yang menggantikan pejabat yang dicopot tersebut dilantik, kita bisa saja juga mencopot Kepala SKPD-nya. Kepala SKPD hanya bisa mengusulkan, tapi yang menentukan kebijakan adalah PLT Gubsu sebagai pimpinan saat ini,” tegasnya.
Rahmadsyah juga mengatakan, alasan kenapa beberapa pejabat eselon tiga tersebut dicopot karena dianggap tak bisa memenuhi target penyelesaian program kerja. “Setiap pejabat eselon memiliki tengat waktu untuk melaksanakan program kerja yang sudah direncanakan, jika mereka tak bisa memenuhi target, ya harus digantikan,” jelasnya.
Ia juga sempat menceritakan saat menjadi pimpinan di Aceh, dan mencopot beberapa pejabat di bawah jajarannya. “Ada yang saya copot hanya dalam jangka waktu satu bulan,” ungkapnya.
Namun, ia tak bisa menerangkan, berapa lama waktu yang diberikan kepada pejabat yang baru dilantik melanjutkan program kerja sebelumnya. “Itu juga wewenang dari pimpinan, kita belum mengetahuinya,” kata Rahmadsyah.
Mengenai adanya pejabat yang dipindahkan tak sesuai dengan latar belakang pendidikannya, Rahmadsyah berdalih, Pemprovsu harus memberdayakan seluruh SDM yang ada. “Jika memang ada pejabat dengan latar belakang dokter hewan dan kini dipindah untuk mengisi posisi di Perpustakaan Daerah, kita bisa mengaturnya melalui manajemen yang ada. Dengan memberikan pelatihan dan sebagainya,” jelasnya.
Saat wartawan Sumut Pos memastikan berarti tak ada SDM yang mumpuni di Sumut yang bisa mengisi posisi jabatan yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya, ia membantah. “Banyak yang memenuhi persyaratan, tentunya sangat banyak yang berpotensi di Sumut ini. Tapi saya secara pribadi tentunya akan memilih pejabat yang loyal. Kalau tak loyal, bagaimana ia bisa menjalankan perintah atasan?” katanya.
Sementara itu, anggota dewan dari Fraksi PAN Zulkifli Husein menjelaskan, jika proses tersebut sudah melalui Baperjakat, tentunya pejabat yang menggantikan atau yang dilantik seharusnya mengetahui kalau dirinya akan dilantik. “Tapi beberapa kasus, ada pejabat yang dilantik merasa terkejut karena tiba-tiba dilantik dan tak ada pemberitahuan dari Kepala SKPD,” tuturnya.
Berarti, lanjutnya, penggantian tersebut belum melalui Baperjakat, karena jika melalui Baperjakat pejabat yang akan dilantik harus melalui proses fit and proper test. “Nah, jika melalui fit and proper test, tentunya pejabat yang akan dilantik akan sangat mengetahui kalau dirinya bakalan menduduki jabatan tertentu dalam waktu dekat. Tapi ini sama sekali tidak ada, bahkan banyak yang terkejut,” jelasnya lagi.
Menurut Zulkifli, proses-proses tersebut jangan terlalu dipaksakan. “Hasilnya kita lihat saja nanti, pasti pelayanan publik bisa carut-marut. Karena, pengganti pejabat yang dicopot tentunya perlu sosialisasi melaksanakan atau menjalankan program kerja. Dan itu membutuhkan waktu yang sedikit banyaknya pasti akan mengganggu pelayanan publik nantinya,” ujarnya.
Seharusnya, menurut Zulkifli, pencopotan tersebut merupakan bagian dari evaluasi, bukan dari kewenangan yang dimiliki pada saat-saat tertentu.
Ia mencontohkan, Sekretaris Dinkes Sumut yang digantikan pejabat yang berasal dari Pemkab Sergai. “Ia baru menjabat dua bulan di sana, dan sebelum di Sergai ia juga merupakan pejabat di Sumbar. Tentunya hal ini membuat ketimpangan dalam melanjutkan program kerja, karena tak mungkin dengan serta-merta ia bisa menguasai permasalahan yang ada di SKPD yang didudukinya sekarang. Alhasil, nantinya pelayanan kesehatan di Sumut akan terganggu,” jelas Zulkifli.
“Ini kan sama saja dengan melakukan eksperimen? Sudah pasti sasaran empuknya adalah pelayanan publik yang semakin merosot nantinya,” ujarnya lagi.
Zulkifli juga mengatakan, ia takut akhirnya permasalahan ini mengerucut ke masalah suka atau tak suka. “Ini akan menimbulkan kesenjangan di antara pejabat di masing-masing SKPD. Dan lagi-lagi ujungnya masyarakat atau publik juga yang dikorbankan,” terangnya. (saz)