25.6 C
Medan
Sunday, June 2, 2024

Kerap Mengamuk, Keluarga Tak Punya Biaya Pengobatan

DIPASUNG: Salawati  dipasung  di dalam ruangan gubuk yang terbuat dari tepas di Kampung Baru Pangkalan Baru, Brandan Langkat.
DIPASUNG:
Salawati dipasung
di dalam ruangan gubuk yang terbuat dari tepas di Kampung Baru Pangkalan Baru, Brandan Langkat.

Salawati (38)warga Lingkungan III Kampungbaru Kelurahan Pangkalanbatu Kecamatan Berandan Barat Langkat kerap mengamuk bahkan pernah ingin membunuh orangtuanya. Lima tahun pun terpaksa ia rasakan hidup dalam pasungan.

Badannya kurus. Rambutnya ikal kusut tak beraturan. Kaki kanannya tak leluasa bergerak karena terikat rantai. Memprihatinkan memang. Begitulah Salawati rasakan sejak lima tahun belakangan ini di dalam gubuk bambu beratapkan tepas yang mulai usang.

Ibu lima anak ditinggal suami ini awalnya hidup normal. Namun, sejak delapan tahun belakangan ini kejiwaannya terganggu. Salawati kerap mengamuk tanpa sebab. Bahkan ibu lima ini ingin membunuh orangtuanya, Fauziah (60).

“Dulunya Salawati sehat dan sempat berumah tangga dan memiliki lima orang anak dari hasil pernikahanya. Namun sejak delapan tahun belakangan kondisi jiwanya terganggu, Salawati kerap ngamuk-ngamuk nggak tentu arah, bahkan salawati tanpa sadar pernah ingin membunuh,” kata, Fauziah, ibu kandung Salawati ketika ditemui, Minggu (16/8).

Fauziah mengaku iba melihat kondisi anak pertama dari tujuh bersaudara tersebut. Apalagi dia kini sudah ditinggal suaminya setelah menderita penyakit gangguan kejiwaan. Sebenarnya Fauziah berkeinginan untuk memulihkan kondisi kejiwaan putrinya. Karena ketiadaan biaya, Fauziah kini hanya berharap uluran tangan dari pemerintah untuk kesembuhan putrinya.

“Saya ingin minta bantuan kesembuhan anak saya ini dari uluran tangan pemerintah, sebab  kami keluarga sudah tak mampu untuk membawa berobat putri saya ini, karena bapaknya sudah tak sanggup kerja keras,”Ungkap Fauziah didampingi putrinya Nurainun degan mata berkaca-kaca .

Fauziah kini hidup sendiri mengurus putri sulungnya itu. Dia sudah tidak berdaya untuk mengobati Salawati. Mulai dari pengobatan alternatif, medis bahkan orang pintar. Kendati begitu penyakit Salawati tidak kunjung sembuh.

“Saya jadi putus asa. Padahal, sudah banyak biaya yang dikeluarkan untuk mengobati anak saya ini. Apalagi kebutuhan hidup yang semakin meningkat sedangkan penghasilan tidaklah seberapa. Berbagai usaha dan tempat pengobatan sudah saya kunjungi, apa daya kesembuhan belum  menghampiri,” tutur Fauziah.

Sebagai langkah akhir, Fuziah dan keluarganya terpaksa memasungnya anak pertama dari tujuh bersaudara itu.

“Saya nggak tau anak pertama kami ini kejiwaannya terganggu, delapan tahun tahun silam dia sehat-sehat saja, dia seorang pekerja keras dan sedikit pendiam. Tapi entah kenapa tiba-tiba dia kerap ngamuk-ngamuk nggak tentu arah serta berteriak dan menganggu orang,” ungkapnya
Sebenarnya, lanjut Fawziah, pihak keluarga tidak tega memasung Salawati, tetapi karena takut mengamuk sehingga dikhawatirkan membahayakan orang di sekitar tempatnya tinggal.

“Hati kecil ini menangis karena tidak ada keturunan kami yang seperti itu,” tandas Fauziah.(lkt-1/smg/azw)

DIPASUNG: Salawati  dipasung  di dalam ruangan gubuk yang terbuat dari tepas di Kampung Baru Pangkalan Baru, Brandan Langkat.
DIPASUNG:
Salawati dipasung
di dalam ruangan gubuk yang terbuat dari tepas di Kampung Baru Pangkalan Baru, Brandan Langkat.

Salawati (38)warga Lingkungan III Kampungbaru Kelurahan Pangkalanbatu Kecamatan Berandan Barat Langkat kerap mengamuk bahkan pernah ingin membunuh orangtuanya. Lima tahun pun terpaksa ia rasakan hidup dalam pasungan.

Badannya kurus. Rambutnya ikal kusut tak beraturan. Kaki kanannya tak leluasa bergerak karena terikat rantai. Memprihatinkan memang. Begitulah Salawati rasakan sejak lima tahun belakangan ini di dalam gubuk bambu beratapkan tepas yang mulai usang.

Ibu lima anak ditinggal suami ini awalnya hidup normal. Namun, sejak delapan tahun belakangan ini kejiwaannya terganggu. Salawati kerap mengamuk tanpa sebab. Bahkan ibu lima ini ingin membunuh orangtuanya, Fauziah (60).

“Dulunya Salawati sehat dan sempat berumah tangga dan memiliki lima orang anak dari hasil pernikahanya. Namun sejak delapan tahun belakangan kondisi jiwanya terganggu, Salawati kerap ngamuk-ngamuk nggak tentu arah, bahkan salawati tanpa sadar pernah ingin membunuh,” kata, Fauziah, ibu kandung Salawati ketika ditemui, Minggu (16/8).

Fauziah mengaku iba melihat kondisi anak pertama dari tujuh bersaudara tersebut. Apalagi dia kini sudah ditinggal suaminya setelah menderita penyakit gangguan kejiwaan. Sebenarnya Fauziah berkeinginan untuk memulihkan kondisi kejiwaan putrinya. Karena ketiadaan biaya, Fauziah kini hanya berharap uluran tangan dari pemerintah untuk kesembuhan putrinya.

“Saya ingin minta bantuan kesembuhan anak saya ini dari uluran tangan pemerintah, sebab  kami keluarga sudah tak mampu untuk membawa berobat putri saya ini, karena bapaknya sudah tak sanggup kerja keras,”Ungkap Fauziah didampingi putrinya Nurainun degan mata berkaca-kaca .

Fauziah kini hidup sendiri mengurus putri sulungnya itu. Dia sudah tidak berdaya untuk mengobati Salawati. Mulai dari pengobatan alternatif, medis bahkan orang pintar. Kendati begitu penyakit Salawati tidak kunjung sembuh.

“Saya jadi putus asa. Padahal, sudah banyak biaya yang dikeluarkan untuk mengobati anak saya ini. Apalagi kebutuhan hidup yang semakin meningkat sedangkan penghasilan tidaklah seberapa. Berbagai usaha dan tempat pengobatan sudah saya kunjungi, apa daya kesembuhan belum  menghampiri,” tutur Fauziah.

Sebagai langkah akhir, Fuziah dan keluarganya terpaksa memasungnya anak pertama dari tujuh bersaudara itu.

“Saya nggak tau anak pertama kami ini kejiwaannya terganggu, delapan tahun tahun silam dia sehat-sehat saja, dia seorang pekerja keras dan sedikit pendiam. Tapi entah kenapa tiba-tiba dia kerap ngamuk-ngamuk nggak tentu arah serta berteriak dan menganggu orang,” ungkapnya
Sebenarnya, lanjut Fawziah, pihak keluarga tidak tega memasung Salawati, tetapi karena takut mengamuk sehingga dikhawatirkan membahayakan orang di sekitar tempatnya tinggal.

“Hati kecil ini menangis karena tidak ada keturunan kami yang seperti itu,” tandas Fauziah.(lkt-1/smg/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/