30 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Sejuta Film untuk Jadikan Medan Kota Industri Film

Rumah Film (Rufi) Community

Di tahun 70-an dunia perfilman Medan cukup berjaya. Beberapa film karya anak Medan sukses menembus perfilman nasional. Sebut saja Musang Berjanggut, Buaya Deli, Sampuraga, Butet dan banyak lagi.

DONI HERMAWAN, Medan

FILM: Anak Medan sukses menembus perfilman nasional.//DONI HERMAWAN/sumut pos
FILM: Anak Medan sukses menembus perfilman nasional.//DONI HERMAWAN/sumut pos

Namun, seiring berjalannya waktu perfilman Medan mati suri. Kegelisahan itu yang kini coba dijawab beberapa komunitas film Indie di Medan. Salah satunya Rumah Film (Rufi) Community.

Berawal dari minat yang sama terhadap dunia film Muhammad Abrar, Aden, Migradi, Syahraini, Wahid, Tami dan Kikan membentuk komunitas film Indie. Terbentuklah Rufi pada 1 September 2010. Dengan peralatan sederhana berupa handycam dan beberapa alat sewaan mereka langsung berkarya dengan film Susahnya Bilang Cinta. Film pendek berdurasi 20 menit ini pun menjadi langkah awal Rufi menelusuri perfilman Medan.

“Awalnya kami bukan orang yang punya basic terhadap film. Hanya beberapa yang dulunya anak teater. Dengan niat dan kesukaan kami terhadap film jadi kami sepakat membuat wadah untuk menampung orang Medan yang ingin ikut membangkitkan perfilman Medan yang mati suri. Jadi kami langsung buat film pertama SBC (Susahnya Bilang Cinta).

Pertama kali syuting itu kami tetapkan sebagai awal lahirnya Rufi,” kata M Abrar, Ketua Rufi mengawali perbincangan di salah satu ruangan di Sahiva USU.

Dari situ, Rufi tak berhenti berkarya. Sesuai dengan taglinenya, Sejuta Film untuk Indonesia. Beberapa film pun dihasilkan dengan genre yang berbeda-beda. Setelah film remake Susahnya Bilang Cinta, beberapa karya Rufi lainnya antara lain Bait Cinta di Balik Hijab, The Perfect Time, Hand Killer dan Tanda Seru. Selain itu Rufi juga membuat beberapa video klip. “Rufi bergerak di semua genre yang penting fiksi. Ada horor, drama, komedi. Tapi nggak menutup kemungkinan untuk film dokumenter. Termasuk film yang mengangkat isu-isu sosial. Sepeti film Bait Cinta di Balik Hijab menyajikan pesan soal trafficking perdagangan anak,” lanjutnya.

Komunitas yang bermarkas di Sahiva USU ini juga aktif menggelar beberapa kegiatan untuk menambah pengetahuan pecinta film dengan beberapa workshop. “Kami juga buat workshop film beberapa kali. Pematerinya saat ini masih dari Rufi sendiri. Baik itu soal basic pembuatan film, pengetahuan tentang film dan apapun soal film. Selain itu kegiatan lainnya kami juga buat pemutaran film. Salah satunya 29 September nanti kami rayakan ulang tahun Rufi dengan program serba dua. Jadi dengan uang Rp2.000 orang bisa beli tiket untuk dua orang nonton film Rufi. Sebelumnya kami juga bekerjasama dengan kampung halaman Jogja memperingati hari remaja internasional dengan menggelar diskusi film,” paparnya.

Saat ini Rufi tengah mempersiapkan film ketujuhnya Air Mata Galih. Selain itu juga tengah mempersiapkan film Rocker Galau yang ditargetkan berdurasi 120 menit. Untuk film yang disebut terakhir ini Rufi punya program 1.000 email dan 100 enterpreneur. “Program ini kami buat dalam penggalangan dana untuk film ini. Jadi siapa saja boleh berpartisipasi dalam film ini baik individu, lembaga maupun badan usaha. Nantinya kami lampirkan soundtrack dan video teaser kepada pihak-pihak yang berminat. Deadlinenya sampai Desember 2012,” terangnya.

Soal kondisi perfilman Medan sendiri, Abrar melihat sudah banyak penggiat film yang berkarya dengan filmnya dan ini merupakan perkembangan positif. Meskipun banyak warga Medan yang masih menutup mata untuk perfilman Medan. “Memang sudah banyak komunitas film. Tapi ada yang bubar atau pun nggak kedengaran. Karena saya melihat masyarakat belum ke film. Teman-teman setelah masuk ke Rufi Medan baru mengetahui kalau di Medan sebenarnya banyak komunitas film. Tapi sekarang sudah mulai tumbuh lagti terutama komunitas film indie,” tambah alumni D3
Pariwisata USU ini.

Abrar juga melihat pentingnya pembekalan pengetahuan tentang film kepada anak-anak Medan. Termasuk Rufi sendiri yang kerap menambah kapasitas dengan menghasilkan pemateri dari tokoh-tokoh film profesional. “Banyak anak-anak Medan yang masih kurang paham film itu apa. Harusnya tau secara keseluruhan. Jadi biar nyambung kita ngomong film. Rufi sendiri juga selalu membekali diri dengan menghadirkan pemateri-pemateri yang sudah profesional dalam bidang film setiap sebulan sekali,” katanya.

Rufi kini berkembang menjadi 30 orang anggota. Selain itu mereka juga aktif merekrut talenta-talenta dari para remaja yang berminat untuk ikut terjun bermain film di Rufi. “Saat ini kami punya talent itu 20 orang yang kebanyakan dari anak-anak sekolah yang berminat soal film. Memang melalui proses casting. Tapi kami kembalikan ke mereka seberapa serius mereka ingin beraktivitas dalam dunia film dan Rufi. Tidak tertutup kemungkinan untuk orang dewasa karena untuk film kan butuh beragam karakter,” ungkapnya.

Salah satu yang terlibat bersama Rufi dan kini menjadi pembina adalah R Arini, yang dulunya aktif terjun ke dunia model di Medan. “Awalnya anak saya ikut main film. Setelah itu saya diajak main film di film Bait Cinta Dibalik Hijab. Setelah itu saya aktif mendampingi mereka termasuk mengemong mereka. Apalagi mereka punya bakat dan potensi,” kata R Arini.

Rufi kini terus belajar memperbaiki segala kekurangan baik dari segi kualitas film maupun alat produksi untuk semakin berkembang. Menjadikan Medan sebagai kota industri film menjadi harapan komunitas-komunitas film di Medan termasuk Rufi sendiri. “Selama ini Jakarta dan pulau Jawa menjadi pusat perfilman. Harusnya Medan bisa menjadi kota industri film. Kami juga berharap nantinya Rufi bisa menghasilkan sineas, aktor, dan aktris yang hebat dan bisa menembus perfilman nasional. Kalau bisa punya gedung bioskop sendiri. Rufi akan terus belajar dan berkembang,” katanya seraya menyebutkan 2013, Rufi mengembangkan production house dan talent selain komunitas. (*)

Rumah Film (Rufi) Community

Di tahun 70-an dunia perfilman Medan cukup berjaya. Beberapa film karya anak Medan sukses menembus perfilman nasional. Sebut saja Musang Berjanggut, Buaya Deli, Sampuraga, Butet dan banyak lagi.

DONI HERMAWAN, Medan

FILM: Anak Medan sukses menembus perfilman nasional.//DONI HERMAWAN/sumut pos
FILM: Anak Medan sukses menembus perfilman nasional.//DONI HERMAWAN/sumut pos

Namun, seiring berjalannya waktu perfilman Medan mati suri. Kegelisahan itu yang kini coba dijawab beberapa komunitas film Indie di Medan. Salah satunya Rumah Film (Rufi) Community.

Berawal dari minat yang sama terhadap dunia film Muhammad Abrar, Aden, Migradi, Syahraini, Wahid, Tami dan Kikan membentuk komunitas film Indie. Terbentuklah Rufi pada 1 September 2010. Dengan peralatan sederhana berupa handycam dan beberapa alat sewaan mereka langsung berkarya dengan film Susahnya Bilang Cinta. Film pendek berdurasi 20 menit ini pun menjadi langkah awal Rufi menelusuri perfilman Medan.

“Awalnya kami bukan orang yang punya basic terhadap film. Hanya beberapa yang dulunya anak teater. Dengan niat dan kesukaan kami terhadap film jadi kami sepakat membuat wadah untuk menampung orang Medan yang ingin ikut membangkitkan perfilman Medan yang mati suri. Jadi kami langsung buat film pertama SBC (Susahnya Bilang Cinta).

Pertama kali syuting itu kami tetapkan sebagai awal lahirnya Rufi,” kata M Abrar, Ketua Rufi mengawali perbincangan di salah satu ruangan di Sahiva USU.

Dari situ, Rufi tak berhenti berkarya. Sesuai dengan taglinenya, Sejuta Film untuk Indonesia. Beberapa film pun dihasilkan dengan genre yang berbeda-beda. Setelah film remake Susahnya Bilang Cinta, beberapa karya Rufi lainnya antara lain Bait Cinta di Balik Hijab, The Perfect Time, Hand Killer dan Tanda Seru. Selain itu Rufi juga membuat beberapa video klip. “Rufi bergerak di semua genre yang penting fiksi. Ada horor, drama, komedi. Tapi nggak menutup kemungkinan untuk film dokumenter. Termasuk film yang mengangkat isu-isu sosial. Sepeti film Bait Cinta di Balik Hijab menyajikan pesan soal trafficking perdagangan anak,” lanjutnya.

Komunitas yang bermarkas di Sahiva USU ini juga aktif menggelar beberapa kegiatan untuk menambah pengetahuan pecinta film dengan beberapa workshop. “Kami juga buat workshop film beberapa kali. Pematerinya saat ini masih dari Rufi sendiri. Baik itu soal basic pembuatan film, pengetahuan tentang film dan apapun soal film. Selain itu kegiatan lainnya kami juga buat pemutaran film. Salah satunya 29 September nanti kami rayakan ulang tahun Rufi dengan program serba dua. Jadi dengan uang Rp2.000 orang bisa beli tiket untuk dua orang nonton film Rufi. Sebelumnya kami juga bekerjasama dengan kampung halaman Jogja memperingati hari remaja internasional dengan menggelar diskusi film,” paparnya.

Saat ini Rufi tengah mempersiapkan film ketujuhnya Air Mata Galih. Selain itu juga tengah mempersiapkan film Rocker Galau yang ditargetkan berdurasi 120 menit. Untuk film yang disebut terakhir ini Rufi punya program 1.000 email dan 100 enterpreneur. “Program ini kami buat dalam penggalangan dana untuk film ini. Jadi siapa saja boleh berpartisipasi dalam film ini baik individu, lembaga maupun badan usaha. Nantinya kami lampirkan soundtrack dan video teaser kepada pihak-pihak yang berminat. Deadlinenya sampai Desember 2012,” terangnya.

Soal kondisi perfilman Medan sendiri, Abrar melihat sudah banyak penggiat film yang berkarya dengan filmnya dan ini merupakan perkembangan positif. Meskipun banyak warga Medan yang masih menutup mata untuk perfilman Medan. “Memang sudah banyak komunitas film. Tapi ada yang bubar atau pun nggak kedengaran. Karena saya melihat masyarakat belum ke film. Teman-teman setelah masuk ke Rufi Medan baru mengetahui kalau di Medan sebenarnya banyak komunitas film. Tapi sekarang sudah mulai tumbuh lagti terutama komunitas film indie,” tambah alumni D3
Pariwisata USU ini.

Abrar juga melihat pentingnya pembekalan pengetahuan tentang film kepada anak-anak Medan. Termasuk Rufi sendiri yang kerap menambah kapasitas dengan menghasilkan pemateri dari tokoh-tokoh film profesional. “Banyak anak-anak Medan yang masih kurang paham film itu apa. Harusnya tau secara keseluruhan. Jadi biar nyambung kita ngomong film. Rufi sendiri juga selalu membekali diri dengan menghadirkan pemateri-pemateri yang sudah profesional dalam bidang film setiap sebulan sekali,” katanya.

Rufi kini berkembang menjadi 30 orang anggota. Selain itu mereka juga aktif merekrut talenta-talenta dari para remaja yang berminat untuk ikut terjun bermain film di Rufi. “Saat ini kami punya talent itu 20 orang yang kebanyakan dari anak-anak sekolah yang berminat soal film. Memang melalui proses casting. Tapi kami kembalikan ke mereka seberapa serius mereka ingin beraktivitas dalam dunia film dan Rufi. Tidak tertutup kemungkinan untuk orang dewasa karena untuk film kan butuh beragam karakter,” ungkapnya.

Salah satu yang terlibat bersama Rufi dan kini menjadi pembina adalah R Arini, yang dulunya aktif terjun ke dunia model di Medan. “Awalnya anak saya ikut main film. Setelah itu saya diajak main film di film Bait Cinta Dibalik Hijab. Setelah itu saya aktif mendampingi mereka termasuk mengemong mereka. Apalagi mereka punya bakat dan potensi,” kata R Arini.

Rufi kini terus belajar memperbaiki segala kekurangan baik dari segi kualitas film maupun alat produksi untuk semakin berkembang. Menjadikan Medan sebagai kota industri film menjadi harapan komunitas-komunitas film di Medan termasuk Rufi sendiri. “Selama ini Jakarta dan pulau Jawa menjadi pusat perfilman. Harusnya Medan bisa menjadi kota industri film. Kami juga berharap nantinya Rufi bisa menghasilkan sineas, aktor, dan aktris yang hebat dan bisa menembus perfilman nasional. Kalau bisa punya gedung bioskop sendiri. Rufi akan terus belajar dan berkembang,” katanya seraya menyebutkan 2013, Rufi mengembangkan production house dan talent selain komunitas. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/