27 C
Medan
Saturday, December 21, 2024
spot_img

Kepala DKP se-Sumut Bakal Dikumpulkan

Pusat Harus Serius Akomodir Nelayan

Menyikapi persoalan ini, Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumut Aripay Tambunan mengatakan, pihaknya telah berupaya mendorong agar persoalan pro dan kontra penggunaan alat tangkap ikan oleh nelayan bisa diselesaikan dengan cara musyawarah.

Namun menurutnya, keluarnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 71/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara RI, hingga kini belum membawa solusi di masyarakat.

“Sejujurnya keberadaan Permen KP 71/2016 ini belum menyelesaikan masalah yang ada di bawah (nelayan). Sampai sekarang, baru disetujui bantuan alat tangkap bagi nelayan tradisional yang sesuai aturan sebanyak 873 unit,” ujar Aripay kepada wartawan, Senin (17/9).

Jumlah nelayan di Sumut yang mencapai puluhan ribu saat ini lanjut Aripay, tentu menunggu adanya solusi atas kewajiban menggunakan alat tangkap tradisional. Bantuan tersebut sebagai ganti dari pukat trwal (Hela) dan sejenisnya yang dianggap merusak ekosistem laut karena menangkap ikan dalam jumlah besar.

“Masalahnya sekarang, peraturan itu dibuat. Tetapi tidak dibarengi dengan penyediaan fasilitas bantuan alat tangkap tersebut,” katanya.

Oke sebab itu, kata politisi PAN ini, pemerintah harus melihat bahwa jumlah nelayan begitu banyak di perairan Sumatera Utara dari pantai timur dan barat serta kepulauan Nias. Sedangkan untuk penggunaan alat tangkap tradisional yang diperbolehkan dalam aturan tersebut, tidak semua menggunakannya. Artinya jika memang pukat trawl dan sejenisnya sudah dilarang, nelayan pengguna harus diberikan alternatif pengganti berdasarkan Permen KP 71/2016.

“Kita minta pemerintah pusat segera merealisasikan alat tangkap yang diperbolehkan dalam Permen KP 71/2016 sejumlah kebutuhan yang ada di Sumut. Jadi jangan buat aturan tanpa solusi,” sebutnya yang sudah beberapa kali menghadapi aksi unjuk rasa nelayan baik tradisional maupun pengguna pukat trawl.

Pun begitu, Aripay berharap seluruh nelayan Sumut, untuk menahan diri agar tidak terjadi gesekan atau konflik horizontal sesama masyarakat. Hal ini supaya pemerintah (Pemprov Sumut) bisa diberikan waktu untuk mencari jalan keluar. “Supaya gubernur bisa mencari apa solusi terbaik untuk masalah ini,” katanya.

Aripay pun mengaku sudah dua kali mendatangi Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan di Jakarta. Bahkan katanya, sempat ditawarkan bantuan sebanyak 108 alat tangkap yang menurutnya sangat jauh dari jumlah kebutuhan yang ada di Sumut. “Inikan lucu-lucuan jadinya. Ini Sumatera Utara, berapa kabupaten kota yang punya laut. Nelayan kita puluhan ribu,” katanya.

Bahkan lanjutnya, pihak Kemen KP juga sudah menjanjikan akan turun ke Sumut untuk melihat langsung bagaimana persoalan yang ada agar dicarikan solusi. Namun hingga kini, belum juga direalisasikan.

“Tetapi ya kita minta juga kepada pemerintah kabupaten/kota yang dapat wilayah lautnya, agar segera mengusulkan (data nelayan) bantuan ini Dinas Provinsi (Dinas Kelautan dan Perikanan),” pungkasnya. (bal)

Pusat Harus Serius Akomodir Nelayan

Menyikapi persoalan ini, Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumut Aripay Tambunan mengatakan, pihaknya telah berupaya mendorong agar persoalan pro dan kontra penggunaan alat tangkap ikan oleh nelayan bisa diselesaikan dengan cara musyawarah.

Namun menurutnya, keluarnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 71/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara RI, hingga kini belum membawa solusi di masyarakat.

“Sejujurnya keberadaan Permen KP 71/2016 ini belum menyelesaikan masalah yang ada di bawah (nelayan). Sampai sekarang, baru disetujui bantuan alat tangkap bagi nelayan tradisional yang sesuai aturan sebanyak 873 unit,” ujar Aripay kepada wartawan, Senin (17/9).

Jumlah nelayan di Sumut yang mencapai puluhan ribu saat ini lanjut Aripay, tentu menunggu adanya solusi atas kewajiban menggunakan alat tangkap tradisional. Bantuan tersebut sebagai ganti dari pukat trwal (Hela) dan sejenisnya yang dianggap merusak ekosistem laut karena menangkap ikan dalam jumlah besar.

“Masalahnya sekarang, peraturan itu dibuat. Tetapi tidak dibarengi dengan penyediaan fasilitas bantuan alat tangkap tersebut,” katanya.

Oke sebab itu, kata politisi PAN ini, pemerintah harus melihat bahwa jumlah nelayan begitu banyak di perairan Sumatera Utara dari pantai timur dan barat serta kepulauan Nias. Sedangkan untuk penggunaan alat tangkap tradisional yang diperbolehkan dalam aturan tersebut, tidak semua menggunakannya. Artinya jika memang pukat trawl dan sejenisnya sudah dilarang, nelayan pengguna harus diberikan alternatif pengganti berdasarkan Permen KP 71/2016.

“Kita minta pemerintah pusat segera merealisasikan alat tangkap yang diperbolehkan dalam Permen KP 71/2016 sejumlah kebutuhan yang ada di Sumut. Jadi jangan buat aturan tanpa solusi,” sebutnya yang sudah beberapa kali menghadapi aksi unjuk rasa nelayan baik tradisional maupun pengguna pukat trawl.

Pun begitu, Aripay berharap seluruh nelayan Sumut, untuk menahan diri agar tidak terjadi gesekan atau konflik horizontal sesama masyarakat. Hal ini supaya pemerintah (Pemprov Sumut) bisa diberikan waktu untuk mencari jalan keluar. “Supaya gubernur bisa mencari apa solusi terbaik untuk masalah ini,” katanya.

Aripay pun mengaku sudah dua kali mendatangi Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan di Jakarta. Bahkan katanya, sempat ditawarkan bantuan sebanyak 108 alat tangkap yang menurutnya sangat jauh dari jumlah kebutuhan yang ada di Sumut. “Inikan lucu-lucuan jadinya. Ini Sumatera Utara, berapa kabupaten kota yang punya laut. Nelayan kita puluhan ribu,” katanya.

Bahkan lanjutnya, pihak Kemen KP juga sudah menjanjikan akan turun ke Sumut untuk melihat langsung bagaimana persoalan yang ada agar dicarikan solusi. Namun hingga kini, belum juga direalisasikan.

“Tetapi ya kita minta juga kepada pemerintah kabupaten/kota yang dapat wilayah lautnya, agar segera mengusulkan (data nelayan) bantuan ini Dinas Provinsi (Dinas Kelautan dan Perikanan),” pungkasnya. (bal)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/