Koad Chamdi, Pengusaha Bawang Goreng Kemasan
Orang yang sukses biasanya pernah merasakan gagal. Berkali jatuh bangun adalah jalan terjal untuk mencapai kesuksesan. Begitulah Koad Chamdi, korban PHK yang kini sukses dengan usaha bawang goreng dan usaha kemasan lainnya. Dulu ditolak jadi karyawan kini Koad menjadi atasan
DONI HERMAWAN, Medan
Usaha bawang goreng Koad dilabeli Medan Crispy 22.Usaha yang dirintisnya sejak empat tahun silam. Pasca diberhentikan dari sebuah pabrik pupuk di Aceh, pria yang rambutnya mulai memutih ini pun mulai berpikir untuk mencari pekerjaan.“Begitu pabriknya tutup karena tidak ada bahan baku semua karyawan termasuk saya di PHK dini.
Dulu saya sempat bingung, walau dapat pesangon, saya masih buta mau buat usaha apa. Namun, saya yakinkan mau jadi pengusaha home industry dan memilih kuliner kemasan dan ternyata ini pilihan yang tepat,” ujarnya di kediamannya Jalan Anugerah VII/II Komplek Cemara Abadi, Sampali, Percut Seitua Namun ketika itu pria 56 tahun ini belum berpikir soal bawang goreng.
Ia masih merintis untuk membuat keripik kemasan dari olahan buah. Lalu ia melihat peluang bahwa bawang goreng adalah sajian penyedap yang kerap digunakan untuk berbagai makanan.
“Pertama kali produksi, saya memilih keripik buah, mulai dari nangka, nenas juga salak. Tapi, beriring dengan waktu saya ingin berinovasi. Saya sering jalan, dan memperhatikan dan melihat semua penjual bakso menggunakan bawang goreng siap saji, begitu juga kalangan rumah tangga dan lainnya. Saya terinspirasi melihat bawang goreng bisa laku keras,” tuturnya.
Kreasi ini disambut positif. Bawang goreng Koad mulai dikenal para penjaja makanan. Begitu juga Ibu rumah tangga. Awalnya masih bawang goreng original, lalu berkembang menjadi olahan bawang dengan teri, udang dan variasi rasa pedas. Hasilnya bawang goreng Koad laku keras.
“Setelah saya buat bawang goreng original, saya merasa masih kurang, dan saya kembali berinovasi. Kemudian saya membuat bawang goreng campur teri, ternyata sambutan pasar juga bagus. Saya ikut pameran kemana-mana, selalu mendapat sambutan positif. Dari situlah, saya kemudian membuat bawang goreng pedas. Serta berpikir membuat produk yang bisa enak jadi campuran makan, maka terciptalah jenis produk lain, yaitu bawang goreng campur udang yang biasa disebut bawang abon. Hasilnya meledak di pasaran,” paparnya.
Namun Koad juga tidak ingin mengejar keuntungan pribadi semata. Usahanya juga turut membantu ibu-Ibu sekitar kompleknya. Secara tidak langsung menciptakan lapangan kerja. Selain juga turut membantu proses produksi.
“Saling membantulah. Untuk mengupas baha baku bawang merah ibu-ibu sekitar yang membantu. Ya lumayan tidak menganggur lagi. Jadi ada 15 ibu-ibu sekitar yang dipekerjakan. Kadang ada satu keluarga tiga sampai empat orang yang ikut mengupas bawang di rumah masing-masing. Kalau malam, mereka (ibu-ibu) mengupas bawang, nanti siap, mereka antar ke rumah saya, dan digoreng di sini,” jelasnya sambil menunjukkan dapur tempat pengolahan bawang gorengnya.
Sesuai namanya Medan Crispy mengedepankan produk asli dengan bahan baku Medan maupun Sumut. Bahan baku dari bawang merah itu berasal dari Samosir. Ia enggan menggunakan bahan impor dari Medan. Saya ingin mengangkat kembali citra bawang Samosir yang memang kualitasnya bagus. Bawang lain banyak, misalnya dari India, tapi kualitasnya jelek, termasuk bawang dari Jawa. Ada bawang dari Jawa yang bagus, dari Brebes tapi kelasnya varitas Sumenep dan itu jarang masuk kemari,” tuturnya.
Begitu juga dengan teri medan yang kualitasnya sudah menasional. Ia juga memastikan produkny higienis da sehat karena bebas dari bahan pengawet dan tambahan.
“Saya juga mempertahankan cita rasa yang aman buat kesehatan. Dalam pengolahannya, semua bahan original tanpa pengawet, juga tidak pakai perasa MSG. Rasayang ada di produk hanya perpaduan, rasa asin, rasa manis, sudah ada di gula dan garam serta pedas dari cabai,” ungkapnya.
Saat ini, produk Medan Crispy 22 ini sudah dipasarkan dipasarkan ke Solo, Bandung, Jakarta, Papua ke Balikpapan dan Sumatera sekitarnya, Aceh, Pekanbaru.
“Produk saya ini juga sudah masuk hotel-hotel, pasar-pasar moderen, Carrefour, Brastagi Supermarket, Maju Bersama, Suzuya. Dan, ini juga sudah menjadi pilihan untuk oleh-oleh Medan,” tegasnya.
Dari usaha bawag gorengnya, Koad kini mampu meraup omset Rp50 juta sampai Rp70 juta. Ia kini mampu menguliahkan tiga anaknya. Bahkan yang tertua mendapat turunan bakat usaha. Dari bangku kuliahnya Universitas Gajah Mada (UGM), ia juga membantu memasarkan produk bapaknya. “Saat dia pulang ke rumah, dia membawa contoh ke teman-temannya. Dan kini, dia memasarkan di sana (Jogja),” ujarnya.
Jalan sukes Koad bisa dijalan siapa saja. Namun Koad berpesan untuk tidak menyerah meskipun pernah gagal.
“Jangan takut gagal, kalau gagal bangun lagi. Kalau kita gagal ketiga kali, kita harus punya pikiran yang keempat harus berhasil. Toh, tidak selamanya orang gagal, pasti ada jalan untuk berhasil. Kadang-kadang orang yang enggak mau mencoba, dialah yang gagal, kadang-kadang gagal sekali, dia terus tidur dan enggak mau mencoba lagi, itulah kegagalan yang sebenarnya. Yang penting itu semangat dan ada kemauan. Harus optimis, kerjakan dan kerjakan. Kita harus selalu punya mimpi dan mimpi itu harus diwujudkan,” pungkasnya. (*)