MEDAN, SUMUTPOS.CO – Bus Trans Metro Deli yang merupakan bus dengan sistem pembelian pelayanan oleh pemerintah kepada pihak operator angkutan umum atau Buy The Service (BTS) telah beroperasi di Kota Medan sejak Senin (16/11).
Saat ini, sebanyak 35 unit bus dari total 72 bus yang direncanakan itu telah mulai menghiasi sejumlah ruas jalan di Kota Medan. Hanya saja, pengoperasian bus belum berjalan pada 5 koridor yang direncanakan sejak awal, melainkan masih beroperasi pada 3 koridor saja.
“Sudah mulai beroperasi sejak Senin (16/11) kemarin, bus nya ada 39 unit, total yang beroperasi ada 35 unit dan 4 lagi jadi bus cadangan,” ucap Kepala Bagian (Kabag) Operasional Bus Trans Metro Deli, Jimmy Petrus Tamba kepada Sumut Pos, Selasa (17/11).
Dikatakan Jimmy, tiga koridor yang dijalankan itu, yakni koridor 2 Lapangan Merdeka-Amplas, koridor 4 Lapangan Merdeka- Tuntungan dan koridor 5 Lapangan Merdeka – Tembung. Sedangkan untuk 2 koridor lainnya, yaitu koridor Lapangan Merdeka – Pinangbaris dan Lapangan Merdeka – Belawan direncanakan akan beroperasi di bulan Desember mendatang.
“Doakan 2 koridor lagi beroperasi mulai bulan Desember. Nanti Bus nya juga akan digenapkan jadi 72 unit seperti rencana, bus-bus itu nanti yang akan beroperasi di 2 koridor lainnya.
Dirincikan Jimmy, dari total 35 unit Bus yang saat ini beroperasi, 10 unit di antaranya untuk koridor Lapangan Merdeka – Amplas, 16 unit untuk koridor Lapangan Merdeka – Tuntungan dan 9 unit sisanya untuk koridor Lapangan Merdeka – Tembung.
“Saat ini bus ukuran besar hanya beroperasi di koridor Lapangan Merdeka – Amplas dengan cadangan 1 unit bus. Sedangkan 2 koridor yang lainnya memakai bus dengan ukuran sedang, dengan 1 unit cadangan bagi koridor Lapangan Merdeka – Medan Tembung dan 2 unit cadangan bagi koridor Lapangan Merdeka – Tuntungan,” rincinya.
Untuk total muatan, bus besar dapat menampung kapasitas 40 hingga 50 penumpang. Sedangkan bus sedang dapat menampung penumpang sebanyak 20 hingga 25 orang. “Itu kalau kondisi tidak Covid. Tapi saat ini kan kita harus jaga jarak (social distancing), maka kapasitas penumpangnya paling hanya setengah dari yang seharusnya,” jelasnya.
Diterangkannya, sistem pembayaran bus Trans Metro Deli ini hanya memberlakukan sistem pembayaran non tunai. “Pembayaran hanya bisa dilakukan secara nontunai, jadi penumpang tidak bisa membayar secara tunai. Untuk pembayaran bisa dengan e-money Brizzi ataupun BRI,” katanya.
Ditanya soal tarif, kata Jimmy, moda transportasi yang memiliki dua lokasi khusus untuk penyandang disabilitas dan pengguna kursi roda itu, belum dikenakan tarif. Setidaknya, hal itu berlaku hingga Desember 2020 mendatang.
“Tapi tetap harus pakai e-money dan harus bersaldo. Berapa minimal saldonya, saya kurang tahu. Tapi yang pasti, saat transaksi akan dikenakan biaya Rp0 atau gratis. Ini sampai Desember, berikutnya apa masih gratis atau tidak, kita belum tahu karena itu kebijakan pemerintah pusat, sebab Bus BTS ini program pemerintah pusat,” jawabnya.
Amatan Sumut Pos, pengoperasian Bus BTS ini belum menggunakan halte seperti rencana awal. Hanya saja, ada penanda yang dipasang di badan jalan sebagai penanda untuk tempat perhentian Bus BTD tersebut dalam menaikkan maupun menurunkan penumpangnya.
Seperti salah satu diantaranya, di Jalan Balai Kota, tepatnya di depan Grand Aston Kota Medan. Tidak ada halte di sana, namun ada tanda yang diberikan agar Bus dapat berhenti. Ditanyakan soal itu, Jimmy enggan menanggapi lebih jauh. Ia menegaskan, jika hal itu diluar kewenangan pihaknya selaku operator Bus BTS di Kota Medan.
Terpisah, saat Sumut Pos menghubungi Kepala Dinas Perhubungan Kota Medan, Iswar Lubis untuk menanyakan hal itu, nomor seluler Iswar tak lagi aktif. Begitu juga saat disambangi ke kantor Dinas Perhubungan Kota Medan di Jalan Pinangbaris Kota Medan, Iswar disebut tak berada di kantornya.
Begitu juga saat Sumut Pos mencoba menghubungi Kepala Bidang Lalu Lintas Dishub Medan, Suriyono, via sambungan telepon seluler. Nomor seluler Suriyono juga tak dapat dihubungi.
Terpisah, Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Medan, Mont Gomery Munthe, mengatakan jika pihaknya sangat berkeberatan dengan beroperasinya Trans Metro Deli atau Bus BTS di Kota Medan.
Pasalnya, beroperasinya Bus BTS di Kota Medan dengan tarif Rp0 atau gratis, disebutnya telah menjadi beban berat bagi para sopir angkutan kota (angkot) berikut para pengusaha moda transportasi konvensional tersebut.
“Beroperasinya Bus BTS tanpa tarif sangat ‘memukul’ para sopir angkot. Bayangkan saja, di saat kami sedang kesulitan mencari penumpang di tengah pandemi seperti ini dengan tarif standar, tiba-tiba ada angkutan berupa bus baru menawarkan tarif gratis dengan hanya bermodalkan kartu e-money. Di mana keadilan untuk para sopir angkot?” ujar Gomery kepada Sumut Pos, Selasa (17/11).
Tak hanya itu, para sopir angkot juga sangat mengeluhkan beroperasinya Bus BTS tanpa dilengkapi halte terlebih dahulu atau hanya dilengkapi dengan tanda di badan jalan. Dengan demikian, Bus BTS sangat berpotensi untuk dapat berhenti di mana saja guna menaikkan ataupun menurunkan para penumpangnya.
“Kelebihan angkot itu, tidak harus berhenti di halte. Kalau Bus BTS juga bisa begitu, apalagi kelebihan angkot? Ditambah lagi mereka gratis, sedangkan angkot bayar,” tuturnya.
Selain itu, ia juga mengeluhkan bahwa rencana Pemerintah yang akan menjadikan angkot di Kota Medan sebagai feeder (pengumpan), hanyalah sebatas wacana. Faktanya, saat ini Bus BTS berjalan beriringan atau satu rute dengan sejumlah trayek angkot di Kota Medan.
“Jadi jelas, bahwa Bus BTS ini bukan alat transportasi yang bersinergi dengan angkot, melainkan menjadi ‘Predator’ bagi angkot. Adanya Bus BTS menjadi beban berat yang baru bagi kami. Kalau Bus BTS bisa di subsidi pemerintah agar dapat gratis dalam melayani penumpang, maka harusnya angkot di subsidi juga supaya kami bisa melakukan hal yang sama,” keluhnya.
Untuk itu, pihaknya berharap agar Dinas Perhubungan Kota Medan maupun Dinas Perhubungan Provinsi Sumut dapat berkenan menyuarakan keluhan para sopir angkot di Kota Medan yang begitu terdampak akibat beroperasinya Bus BTS di Kota Medan secara gratis. Mereka berharap, agar Dinas Perhubungan tidak ‘buang badan’ dengan menyebutkan jika hal ini merupakan program pemerintah pusat.
“Benar memang kalau Bus BTS ini program pemerintah pusat, tapi yang paling tahu kondisi kami di Medan ini kan Dishub Medan maupun Provinsi. Harusnya mereka bisa menjadi perwakilan kami dalam menyampaikan keluhan untuk diberi solusi dari pemerintah pusat. Bukannya membiarkan kami seperti ini sampai nanti menjadi berlarut-larut,” tegasnya.
Namun begitu, Gomery kembali menegaskan jika Organda Kota Medan belum berpikir untuk melakukan aksi demo ataupun mogok massal atas hal ini. Mereka percaya, jika pemerintah masih memiliki niat baik dengan memberikan solusi dari keluhan-keluhan mereka, atau dengan mengabulkan tuntutan mereka.
“Kami hanya meminta 2 hal. Pertama, Bus BTS tidak boleh beroperasi secara gratis, mereka harus beroperasi dengan tarif yang layak. Kedua, Bus BTS harus punya halte yang jelas, dan Bus hanya boleh berhenti pada halte-halte yang telah ditentukan. Itu saja, dan kami fikir tuntutan kami itu tidak berlebihan,” pungkasnya. (map/ila)