30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Ranperda Rumah Pengganti Jangan Bebani APBD

.

MEDAN, SUMTPOS.CO – DPRD Kota Medan baru saja menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rumah Pengganti Akibat Penggusuran masuk dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) tahun 2019. Ranperda tersebut diusulkan berdasarkan hak inisiatif DPRD Medan. Namun, ranperda tersebut harus dilakukan kajian mendalam. Pasalnya, ranperda tersebut dapat menjadi beban APBD Kota Medan apabila penyediaan rumah pengganti bagi warga yang digusur, dibebankan kepada pemko.

Wakil Ketua Komisi D DPRD Medan Salman Alfarisi mengaku, pada prinsipnya dia tidak setuju jika penggusuran dilakukan dengan menyediakan rumah pengganti. Namun karena telah disetujui fraksi-fraksi di DPRD Medan, maka dia meminta dalam rancangan aturan tersebut, kewajiban rumah pengganti dibebankan kepada pemilik lahan bukan Pemko Medan. “Jangan pula rancangan regulasi baru ini menjadi menambah beban APBD Kota Medan,” kata Salman kepada wartawan, Jumat (18/1).

Sebagai contoh, kata Salman, kasus penggusuran yang dilakukan PT Kereta Api Indonesia (KAI). Sangat tidak masuk akal apabila penyediaan hunian akibat penggusuran itu menjadi beban APBD Kota Medan. Selama ini, penguasaan lahan PT KAI oleh warga lebih dikarenakan adanya pembiaran. “Jadi tidak mungkin beban penyediaan rumah pengganti akibat penggusuran itu menjadi beban APBD Medan,” jelasnya.

Penasehat Fraksi PKS DPRD Medan ini mengungkapkan, jika nanti Ranperda ini disahkan dan diimplementasikan di masyarakat, maka sudah tentu PT KAI dalam setiap penggusuran harus menyediakan rumah pengganti terlebih dahulu. “Pertanyaan kita, apakah PT KAI mau tunduk dengan Perda? Sementara, dalam soal kewenangan mereka berpedoman terhadap aturan di pusat,” sebutnya.

Karenanya, sambung Salman, dalam persoalan penyediaan rumah pengganti ini menjadi tanggung jawab pemilik lahan. Maka, PT KAI yang harus mau bertanggung jawab menyediakan rumah pengganti sebelum penggusuran dilakukan. “Hal ini sebagai kompensasi atas kelalaian mereka dalam menjaga asetnya. Bukan malah dibebankan ke APBD,” tegasnya.

Menurut Salman, dibebankannya kompensasi berupa penyediaan rumah pengganti kepada APBD, juga sangat rentan terjadinya manipulasi dan kongkalikong antara pemilik lahan dengan oknum warga atau aparat pemerintah. “Mereka bisa saja membiarkan oknum warga menguasai lahan mereka, kemudian sudah beberapa tahun mereka usir dan beban penyediaan rumah pengganti menjadi beban APBD,” jabarnya.

Untuk itu, tambah dia, Ranperda ini perlu kajian mendalam. “Beda halnya dengan lahan milik pemerintah (Pemko Medan) yang karena kelalaian sendiri kemudian dimanfaatkan warga untuk tempat tinggal. Maka beban ini sudah barang tentu menjadi beban APBD. Namun, yang menjadi pertanyaan kenapa pemerintah lalai dengan asetnya sehingga dimanfaatkan orang lain,” tukas Salman.

Sebelumnya, digelar rapat paripurna internal tanggapan jawaban atas pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Kota Medan terhadap penjelasan pengusulan atas Ranperda tersebut, Selasa (15/1). Wakil Ketua DPRD Medan, Iswanda Ramli menyebutkan, sebagian besar fraksi menyetujui untuk menindaklanjuti Ranperda tersebut.

Menurutnya, Pemko Medan maupun pihak lain sebagai pemilik lahan yang sah akan membangun di lokasi tanah yang telah ditinggali secara liar, maka sering terjadi konflik antara pemilik tanah yang sah dengan warga masyarakat yang tinggal di lokasi dimaksud terjadi pengusuran. Karenanya, Pemko Medan harus mempunyai solusi mengatasi permasalahan ini dengan pedoman serta ketentuan hukum dan perundang-undangan yang ada.

“Keberadaan aturan ini nantinya sebagai wujud melindungi hak-hak rakyat untuk hidup. Sebab penggusuran yang selama ini dilakukan kerap berdampak buruk akibatnya terganggu hak hidup korban penggusuran. Maka dari itu, sudah saatnya dikeluarkan aturan keberpihakan pada masyarakat,” ucap anggota dewan yang akrab dipanggil Nanda ini.

Pun begitu, tambah Nanda, ada beberapa catatan penting yang harus dicermati dalam pembentukan Ranperda tersebut menjadi Perda. “Perlu dilakukan kajian secara ilmiah atau konsultasi dengan pakar atau konsultasi publik. Hal itu untuk memperkaya materi yang akan dirumuskan dalam Ranperda ini,” tandasnya. (ris)

.

MEDAN, SUMTPOS.CO – DPRD Kota Medan baru saja menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rumah Pengganti Akibat Penggusuran masuk dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) tahun 2019. Ranperda tersebut diusulkan berdasarkan hak inisiatif DPRD Medan. Namun, ranperda tersebut harus dilakukan kajian mendalam. Pasalnya, ranperda tersebut dapat menjadi beban APBD Kota Medan apabila penyediaan rumah pengganti bagi warga yang digusur, dibebankan kepada pemko.

Wakil Ketua Komisi D DPRD Medan Salman Alfarisi mengaku, pada prinsipnya dia tidak setuju jika penggusuran dilakukan dengan menyediakan rumah pengganti. Namun karena telah disetujui fraksi-fraksi di DPRD Medan, maka dia meminta dalam rancangan aturan tersebut, kewajiban rumah pengganti dibebankan kepada pemilik lahan bukan Pemko Medan. “Jangan pula rancangan regulasi baru ini menjadi menambah beban APBD Kota Medan,” kata Salman kepada wartawan, Jumat (18/1).

Sebagai contoh, kata Salman, kasus penggusuran yang dilakukan PT Kereta Api Indonesia (KAI). Sangat tidak masuk akal apabila penyediaan hunian akibat penggusuran itu menjadi beban APBD Kota Medan. Selama ini, penguasaan lahan PT KAI oleh warga lebih dikarenakan adanya pembiaran. “Jadi tidak mungkin beban penyediaan rumah pengganti akibat penggusuran itu menjadi beban APBD Medan,” jelasnya.

Penasehat Fraksi PKS DPRD Medan ini mengungkapkan, jika nanti Ranperda ini disahkan dan diimplementasikan di masyarakat, maka sudah tentu PT KAI dalam setiap penggusuran harus menyediakan rumah pengganti terlebih dahulu. “Pertanyaan kita, apakah PT KAI mau tunduk dengan Perda? Sementara, dalam soal kewenangan mereka berpedoman terhadap aturan di pusat,” sebutnya.

Karenanya, sambung Salman, dalam persoalan penyediaan rumah pengganti ini menjadi tanggung jawab pemilik lahan. Maka, PT KAI yang harus mau bertanggung jawab menyediakan rumah pengganti sebelum penggusuran dilakukan. “Hal ini sebagai kompensasi atas kelalaian mereka dalam menjaga asetnya. Bukan malah dibebankan ke APBD,” tegasnya.

Menurut Salman, dibebankannya kompensasi berupa penyediaan rumah pengganti kepada APBD, juga sangat rentan terjadinya manipulasi dan kongkalikong antara pemilik lahan dengan oknum warga atau aparat pemerintah. “Mereka bisa saja membiarkan oknum warga menguasai lahan mereka, kemudian sudah beberapa tahun mereka usir dan beban penyediaan rumah pengganti menjadi beban APBD,” jabarnya.

Untuk itu, tambah dia, Ranperda ini perlu kajian mendalam. “Beda halnya dengan lahan milik pemerintah (Pemko Medan) yang karena kelalaian sendiri kemudian dimanfaatkan warga untuk tempat tinggal. Maka beban ini sudah barang tentu menjadi beban APBD. Namun, yang menjadi pertanyaan kenapa pemerintah lalai dengan asetnya sehingga dimanfaatkan orang lain,” tukas Salman.

Sebelumnya, digelar rapat paripurna internal tanggapan jawaban atas pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Kota Medan terhadap penjelasan pengusulan atas Ranperda tersebut, Selasa (15/1). Wakil Ketua DPRD Medan, Iswanda Ramli menyebutkan, sebagian besar fraksi menyetujui untuk menindaklanjuti Ranperda tersebut.

Menurutnya, Pemko Medan maupun pihak lain sebagai pemilik lahan yang sah akan membangun di lokasi tanah yang telah ditinggali secara liar, maka sering terjadi konflik antara pemilik tanah yang sah dengan warga masyarakat yang tinggal di lokasi dimaksud terjadi pengusuran. Karenanya, Pemko Medan harus mempunyai solusi mengatasi permasalahan ini dengan pedoman serta ketentuan hukum dan perundang-undangan yang ada.

“Keberadaan aturan ini nantinya sebagai wujud melindungi hak-hak rakyat untuk hidup. Sebab penggusuran yang selama ini dilakukan kerap berdampak buruk akibatnya terganggu hak hidup korban penggusuran. Maka dari itu, sudah saatnya dikeluarkan aturan keberpihakan pada masyarakat,” ucap anggota dewan yang akrab dipanggil Nanda ini.

Pun begitu, tambah Nanda, ada beberapa catatan penting yang harus dicermati dalam pembentukan Ranperda tersebut menjadi Perda. “Perlu dilakukan kajian secara ilmiah atau konsultasi dengan pakar atau konsultasi publik. Hal itu untuk memperkaya materi yang akan dirumuskan dalam Ranperda ini,” tandasnya. (ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/