MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ada yang menarik dari aksi yang digelar Aliansi Peduli Danau Toba di depan Kantor DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Senin (18/2). Dari ratusan orang yang melakukan aksi, ada seorang wanita bule berkebangsaan Jerman bernama Annette Horschmann.
Dia mengaku sebagai Boru Siallagan yang bersuamikan pria Batak bermarga Silalahi. Annette mengaku kalau dirinya sudah 25 tahun menetap di Samosir, persisnya di Tuktuk. Ia mengelola hotel bernama Hotel Tabo. Karenanya, kecintaannya terhadap Danau Toba tidak terkira lagi. Usaha menjaga kelestarian lingkungan danau terbesar di Asia Tenggara itu dilakukannya dengan berbagai caran
Bersama warga, sudah sejak beberapa tahun lalu dia turun langsung membersihkan sampah dari kawasan Danau Toba. Eceng gondok yang menutupi air danau diangkat. Tak cuma di Samosir, tetapi juga sampai ke Parapat. Ikut dilibatkannya tokoh-tokoh warga setempat. “Turis, anak-anak sekolah dan sebagainya, mereka kita ajak juga,” ujar Annette yang fasih berbahasa Batak itu.
Di aktivitas pengenalan Geopark Kaldera Toba yang saat ini tengah didorong agar tergabung dalam UNESCO Global Geopark, Annette juga mengaku aktif.
Terkait kesadaran warga untuk menjaga lingkungan Danau Toba, dia mengaku masih rendah. Berbeda dengan pemerintah yang sudah mulai menampakkan perbaikan.
“Aktivitas pembersihan Danau Toba yang kita lakukan bersama warga seperti menjadi tekanan bagi pemerintah, makanya mereka mulai berubah. Upaya-upaya menciptakan kebersihan di wilayah Danau Toba mulai terlihat,” ungkap Annette.
Minta Jokowi Cabut Izin
Sementara dalam aksi kemarin, Aliansi Peduli Danau Toba yang terdiri dari 23 kelompok masyarakat itu meminta Presiden Joko Widodo segera mencabut izin sejumlah perusahaan yang diduga sengaja merusak lingkungan kawasan Danau Toba dengan membuang limbahnya ke danau vulkanik terbesar di dunia tersebut.
Mereka juga menyebutkan, salah satu permasalahan yang menyebabkan kerusakan ekosistem Danau Toba adalah akibat ulah beberapa perusahaan, yaitu PTAN, PT TPL, PTSR, dan PTJF, yang diduga sengaja merusak lingkungan serta membuang limbahnya ke Danau Toba.
Ketua Horas Bangso Batak, Lamsia Sitompul, dalam orasinya mengatakan, salah satu perusahaan yakni PTAN yang merupakan perusahaan asing, diduga membuang pakan ikan busuk ke Danau Toba, yang mengakibatkan air tercemar hingga kualitas air buruk yang sangat bau dan tidak layak minum, serta menyebabkan penyakit gatal-gatal kepada masyarakat sekitar Danau Toba dan juga pengunjung Danau Toba.
“Danau Toba sudah rusak parah. Kenapa harus Danau Toba yang dirusak untuk menuruti kemauan perusahaan-perusahaan ini. Danau Toba tidak lagi menjadi berkat bagi masyarakat Sumut, khususnya masyarakat kawasan Danau Toba karena perusahaan-perusahaan itu hanya mementingkan keuntungannya dengan membuang limbah ke Danau Toba dan menciderai program Geopark Kaldera Toba. Mereka harus bertanggungjawab mengembalikan Danau Toba seperti semula serta mengganti rugi atas kerusakan kawasan pariwisata Danau Toba,” ujarnya.
Dalam tuntutannya, massa meminta pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk memangil para pemilik perusahaan dan meminta pertanggungjawaban perusahaan-perusahaan tersebut. Massa juga mendesak DPRD Sumut segera menggelar rapat dengar pendapat dengan memanggil seluruh perusahaan tersebut. “Kami juga meminta bapak Kapolda Sumut agar mengungkap dan mengusut sampai tuntas serta menangkap para mafia dan oknum-oknum yang bekerjasama memuluskan kegiatan perusakan lingkungan kawasan pariwisata Danau Toba yang menyebabkan rusaknya ekosistem di kawasan Danau Toba,” pungkasnya.
Segera Bentuk Pansus
Menyikapi aksi itu, DPRD Sumut mengundang perwakilan massa untuk berdialog di ruang Komisi B DPRD Sumut. Pertemuan itu dipimpin Ketua Komisi B DPRD Sumut, Robby Anangga, dihadiri anggota Komisi B yakni Richard Sidabutar, Donald Lumbanbatu, dan Syamsul Sianturi. Dari Komisi A dihadiri Sarma Hutajulu, dan Komisi D Leonard Samosir.
Dalam pertemuan itu, Ketua Umum DPP Horas Bangso Batak, Lamsiang Sitompul kembali menyebutkan, pencemaran air Danau Toba sudah sangat menghawatirkan. “Jangankan digunakan sebagai air minum, untuk mandi saja akan menyebabkan kulit jadi gatal-gatal,” katanya.
Ia juga mengutip hasil penelitian World Bank yang menyebutkan, hanya sampai kedalaman 50 meter udara tersedia di Danau Toba. Di bawahnya tidak lagi ada.
Menyikapi ini, seluruh anggota DPRD Sumut yang hadir setuju dibentuknya panitia khusus (Pansus) terkait pencemaran Danau Toba. Pansus ini nantinya bertugas menginvestigasi pencemaran air Danau Toba yang diduga dilakukan sejumlah perusahaan, khususnya PT Aquafarm Nusantara (PTAN).
Mereka juga sepakat keramba jaring apung (KJA) dibersihkan dari Danau Toba. “Kami Komisi D setuju agar KJA dibersihkan semuanya dari Danau Toba,” tegas Leonard.
Terkait kendala hukum yang kemungkinan akan mengganjal penghapusan KJA dari Danau Toba, Richard meminta agar masyarakat ikut memperjuangkannya agar diubah atau direvisi payung hukumnya, seperti Perpres Nomor 81 tentang pengembangan kawasan Danau Toba sebagai destinasi wisata yang mensyaratkan zonasi. Kemudian, terkait rencana tata ruang dan wilayah oleh Gubernur Sumut. “Kedua ketentuan itu harus direvisi. Perpres agar tidak ada lagi zonasi tetapi penghapusan,” tegas Richard.
Ketua Komisi B Robby Anangga pun sepakat agar DPRD Sumut membentuk Pansus Pencemaran Danau Toba. “Saya selaku Ketua Komisi B bersama anggota lainnya akan membentuk Pansus Pencemaran Lingkungan di Danau Toba,” ujar Robby.
Menurutnya, pansus ini nantinya bertugas menginvestigasi pencemaran air Danau Toba yang diduga dilakukan sejumlah perusahaan, khususnya PT Aquafarm Nusantara.
Sementara, anggota Komisi A DPRD Sumut, Sarma Hutajulu mendesak Gubernur Sumut Edy Rahmayadi membuka ke publik hasil investigasi Dinas Lingkungan Hidup Sumut tentang limbah ikan busuk di dalam karung yang ditenggelamkan di dasar Danau Toba beberapa waktu lalu. Menurut politisi PDI Perjuangan ini, hasil investigasi tersebut perlu diungkap agar publik Sumut dapat menilai, apakah sanksi yang dijatuhkan kepada PT AN sudah setimpal dengan pelanggaran yang mereka lakukan. Jangan-jangan pelanggaran yang terjadi sesungguhnya lebih berat, tetapi hukumannya terbilang ringan. “Masyarakat perlu tahu, apakah sanksi teguran oleh gubernur sudah sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan Aquafarm? Jangan-jangan sebenarnya lebih berat,” tegasnya.
Sarma juga berharap, pansus dapat segera terwujud agar Danau Toba sebagai destinasi pariwisata berkelas dunia dapat terwujud. “Pengalaman kita di tahun pertama periode ini, Pansus Danau Toba sudah kita usulkan. Tapi kandas di Komisi D. Akhirnya lahir Pansus yang lebih luas soal lingkungan hidup. Saya kira ini momentum yang harus kita sikapi supaya Pansus Danau Toba ini bisa kita clear-kan. Agar soal pencemaran, perampasan tanah dan lain-lain, bisa kita bicarakan secara holistik,” ungkapnya.
Luhut : Ada Langkah-langkah Baik
Terpisah, Menteri Koordinator (Meko) Kemaritiman Luhut B Panjaitan mengaku, kondisi air Danau Toba yang tercemar saat ini menjadi pembahasan di kementerian yang dipimpinnya. “Lagi kita kaji dan sedang dipelajari dengan benar,” sebut Luhut kepada wartawan usai memberikan kuliah umum di Auditorium Universitas Sumatera Utara (USU), Senin (17/2) siang.
Menurut Luhut, pihaknya sudah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki kondisi air di danau vulkanik terbesar di dunia itu agar kembali seperti semula. Kemudian, pihaknya juga siap membuat langkah-langkah untuk melindungi alam Danau Toba dari pihak atau oknum melakukan merusak alam itu. “Kita berharap tidak terlalu lama, ada langkah-langkah baik untuk itu (memperbaiki pencemaran di Danau Toba),” kata Luhut.
Namun saat ditanyakan lebih detil soal langkah apa yang dilakukan, sejumlah petugas langsung menghalangi wartawan dan mempersilakan Luhut berlalu. “Sudah ya, sudah ya. Silakan jalan mas,” ucap seorang petugas berkemeja putih sambil membuka jalan untuk Luhut meninggalkan kerumunan wartawan.(prn/gus)