MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi masih bersikukuh ingin memindahkan pusat bisnis di kawasan Lapangan Merdeka, Medan. Alasannya, Lapangan Merdeka adalah milik rakyat dan bukan sebagai tempat bisnisn
Menurutnya, keberadaan tenant-tenant Merdeka Walk sudah merusak nilai sejarah Kota Medan. Lapangan Merdeka sejatinya adalah milik publik dan bukan sebagai pusat bisnis. “Siapa bilang tidak bisa direhab (dipindahkan)? Kan aku gubernurnya ini, harus bisalah,” katanya menjawab wartawan di Kantor Gubsu, Senin (18/2).
Mantan Pangkostrad ini mengaku tidak peduli dengan peraturan apapun, dan akan mengupayakan untuk kembali memerdekakan Lapangan Merdeka. Bila ada peraturan yang melekat sekaitan Merdeka Walk termasuk masalah perjanjian kerja sama antara Pemko Medan dan pihak pengusaha, itu dikarenakan kurangnya ketegasan dari pimpinan sebelumnya.
Edy sempat mengisahkan sewaktu dirinya menjadi Danyon sering melihat adanya pameran TNI, dengan menampilkan meriam-meriam dan prihal ini dapat menjadi salah satu ketertarikan masyarakat dan wisatawan untuk bisa melihat.
“Yang mana yang melanggar? Dari dulu itu waktu saya Danyon dulu bisa di sana dibunyikan meriam sebanyak 17 kali tembakan, kenapa sekarang tidak bisa? Sekarang kalau dibunyikan takut kaca jendela bangunan tinggi itu pecah,” katanya.
Tetapi saat ini, sambung Gubsu, bangunan tersebut telah menghilangkan apa yang seharusnya sudah terlanjur dilaksanakan pada waktu lalu. Ia juga meminta wartawan mendukung penuh upayanya memerdekakan Lapangan Merdeka, selain menjadi RTH juga sebagai sarana olahraga bagi masyarakat.
“Makanya wartawan juga jangan provokator, orang itu yang salah (pengusaha) masak awak yang salah,” katanya.
Kemudian, lanjutnya, bahwa tempat tersebut bukanlah lokasi pengusaha berbisnis, sebab masih ada area yang bisa gunakan untuk berjualan. Edy berharap tidak adalagi yang berjualan di lokasi tersebut.
“Lapangan Merdeka itu ruang terbuka hijau, milik rakyat Sumut. Kalau mau bisnis ada tempatnya masing-masing. Dan (kota) Medan wajib bersih, ini lihat pohon-pohon sudah hidup segan mati tak mau. Nanti kita akan buat semua bagus, kalian (wartawan) doakan semoga bagus,” katanya.
Sementara itu, Pengamat lingkungan, Jaya Arjuna mendukung langkah Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi yang ingin mengembalikan fungsi Lapangan Merdeka Medan menjadi ruang terbuka hijau (RTH).
Menurutnya, Lapangan Merdeka merupakan situs sejarah, bukan pusat bisnis. Seharusnya ruang terbuka hijau itu menjadi pusat kegiatan budaya dan sosial. Ia menyayangkan kondisi pohon trembesi yang berada di Lapangan Merdeka. Karena kini tidak subur lagi, itu terjadi akibat pengelola yang membuat wilayah sekitar pohon kedap air.
“Lapangan Merdeka itu RTH, seharusnya tidak boleh ada bangunan permanen. Kenyataannya di sana bangunannya permanen semua, di lokasi RTH juga tidak dibenarkan kerja sama BOT. Jadi kerja sama apa yang digunakan, saya prediksi ada wanprestasi di sana. Keberadaan Merdeka Walk itu sebenarnya sudah pernah digugat ke PN Medan, class action. Hanya waktu itu kalah,” ujarnya.
Ia menduga telah terjadi pengemplangan pajak di pusat bisnis yang ada di Merdeka Walk. Dengan kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 6 miliar per tahun.
“Kalau hanya Rp 6 miliar setoran pajak restoran di Merdeka Walk, artinya pajak restoran yang didapat Rp16 juta/hari. Itu artinya total transaksi sekitar Rp160 juta per hari. Pertanyaannya, dengan banyaknya restoran besar di sana dan banyaknya restoran apa benar hanya Rp160 juta/hari transaksinya. Ini kan menimbulkan curiga, jangan-jangan telah terjadi pengemplangan pajak,” paparnya.
Jaya menyakini Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi sudah mengetahui duduk persoalan hingga mengutarakan niatannya untuk mengembalikan Lapangan Merdeka menjadi ruang terbuka hijau.”Kita dukung rencana Gubernur, dasar-dasar untuk menutup Merdeka Walk juga sudah jelas,” tegasnya.
Sebelumnya, Humas PT Orange Indonesia Mandiri (OIM), Alamsyah Hamdani menyebut kontrak kerja sama atau konsensi pengelolaan Merdeka Walk baru akan berakhir pada 2024.
“Kontrak ditandatangani 23 Juli 2004 untuk masa 20 tahun. Berarti 2024 baru habis,” ujarnya
Berdasarkan kontrak kerja sama, Alamsyah Hamdani menyebut aset dan bangunan yang berdiri di akan diserahkan kepada Pemko Medan.”Setelah berakhirnya hak konsesi, maka asset (bangunan dan fasilitas lainnya) diserahkan kepada Pemko Medan.Tapi ada catatan lagi, hak konsesi bisa diperpanjang lagi dengan kesepakatan kedua belah pihak yakni Pemko Medan pengelola,” tegasnya.
Oleh karena itu, ia meminta agar pihak-pihak diluar untuk menahan diri. “Jadi, jangan nafsu kali mau gusur Merdeka Walk yang sudah jadi ikon Medan,” tegasnya. (prn/ris/ila)