Eksploitasi hewan dalam produksi kopi luwak terus merebak di Eropa dan Amerika. Bak tak rela kopi andalan Indonesia itu mendunia, kampanye hitam pun terus disebar. Apakah itu mempengaruhi produksi kopi luwak? Ternyata tidak, di Sidikalang, di Kabupaten Sidikalang sana, luwak alias musang terus memilih kopi terbaik, memakannya, dan mengeluarkan kotoran yang kemudian diolah manusia menjadi kopi yang nikmat.
M Sahbainy Nasution, Sidikalang
Di tugu yang terbuat dari kayu itu tertulis ‘Selamat datang di Sidikalang’. Artinya, Sumut Pos telah tiba di daerah yang berjarak 149,2 Km atau sekitar empat jam dari Medan itu. Jam di tangan menunjukkan pukul 11.00 WIB. Udara masih dingin. Malah sangat dingin jika dibanding pukul 11.00 WIB di Kota Medan. Meski begitu, daerah yang disebut sebagai ‘bukit di atas bukit’ tampak ramah.
Sidikalang merupakan kota berudara segar. Kota ini sangat tenang dari hingar-binggar kendaraan.
Dijamin kalau sudah datang ke tempat ini akan merasakan ketenangan dan kenyamanan.
Di sepanjang jalan utama kota ini memang tak ada istimewanya dengan daerah lain. Tapi, semakin diamati banyak took maupun rumahan yang menjual kopi. Jejeran bingkisan kopi dari ukuran sedang dan kecil tertata rapi dan menggoda. Tidak itu saja, kopi mentah pun terbungkus karung goni menjadi tontonan yang menarik.
Sumut Pos memilih untuk tidak mampir, bukan karena tidak tergoda, tapi lebih ke target utama. Ya, Sumut Pos memang ‘bernafsu’ untuk melihat langsung budidaya kopi luwak.
Masalahnya, untuk mencari budidaya kopi luwak di Sidikalang ternyata tak semudah dibayangkan. Pasalnya, masyarakat setempat tak banyak mengetahui budidaya itu, bahkan banyak masyarakat menunjukkan penjual Kopi Tanpak; merek kopi Sidikalang yang memang sudah ngetop sebelumnya.
Akhirnya, Sumut Pos mencoba masuk ke daerah perkampungan di kawasan tersebut. Ternyata pilihan itu tak salah. Ada satu warga yang menunjukkan pembudidayaan kopi luwak ini. Namun, jalan untuk ke tempat budidaya itu masih sangat rusak dan banyak berbatuan. Pemandangan pun berubah. Tak ada lagi rumah masyarakat, melainkan hamparan kebun kopi yang membentang. Semakin jalan ke dalam, tampaklah sebuah ‘kandang’ yang terbuat dari besi dan sebuah pabrik. Di seklilingya terhampar kebun kopi. Belakangan diketahui luas semuanya mencapai 2 hektare. Dan, tempat yang berada di Desa Pancuran Kecamatan Bintang Hulu itu yang Sumut Pos cari.
Lahan dan segala fasilitas yang ada di situ ternyata milik PT Mujur Sari tersebut. Beruntung pihak manajemen tidak keberatan dengan kehadiran Sumut Pos. Bukan karena diistimewakan, namun Senin hingga Jumat pihak manajemen memang sudah biasa menerima wisatawan. Selain hari itu, Sabtu dan Minggu, lokasi ditutup karena ada perwatan intensif.
Memasuki area ini,terlihat dua karyawan sedang asik untuk mengutip kotoran luwak. Sedangkan, pengawas budidaya memantau luwak yang terkena penyakit atau terluka; luwak merupakan merupaka hewan yang susah akur terhadap sesama. Nah kika ada yang luka, hewan yang lagi naik daun ini dikandangkan untuk diobati.
Samri (61) sang pengawas, mengaku sudah dua tahun menggeluti pembudidayaan kopi luwak. Menurutnya, sedikitnya ada 130 luwak yang hidup bebas di kebun ini. Pihak manajemen melakukan rekayasa untuk luwak ini yang seakan hidup bebas di area ini. “Sengaja kami tanami tumbuhan kopi dan rumah kecil, jadi seakan-akan luwak tersebut merasa hidup bebas dan tak merasa terganggu,” terangnya.
Rekayasa kebun ini tak terlepas dari luwak mudah stres jika dikandangkan terus. Jika sudah stres, kopi yang dihasilkan nanti tak sempurna dan rentan gagal. “Hanya luwak yang sakit atau luka saja kita kandangi untuk perawatan berkala,” ujarnya.
Dia menerangkan, cara menghasilkan kopi luwak yang bermutu itu tak semudah yang dibayangkan. Kebersihan kandang wajib diperhatikan. “Diusahakan kandang itu tak boleh jorok karena luwak rentan terkena penyakit,” katanya.
Pola makan luwak pun tak boleh sembarangan. Biasanya, perusahaan ini memberikan makanan pada pagi dan sore karena siang hari hewan ini cenderung tidur. “Biasanya diberikan papaya, pisang, nangka, aren, dan buah lainnya. Selain itu, kami juga berikan daging ayam tiga kali dalam sepekan agar mereka tak menjadi kanibal,” katanya.(rbb)