27 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Paripurna RTRW Ditunda Sebulan

KEK Sei Mangkei Belum Jelas

MEDAN-Proses pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei belum menunjukan kejelasan. Perda Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang harusnya menjalan jalan bagi proyek itu beroperasi malah ditunda paripurnanya oleh Panitia Khusus (Pansus) RTRW DPRD Sumut Anggota Pansus RTRW DPRD Sumut Muhammad Nasir, menyatakan semestinya agenda paripurna Ranperda RTRW DPRD Sumut akan dilangsungkan Juli ini. Namun, karena banyak kegiatan dan agenda anggota dewan, rencana tersebut dibatalkan dan dimungkinkan akan berlangsung pada Agustus mendatang.

“Kita menegaskan paripurna bisa digelar pada Agustus mendatang dan bisa disahkan. Paling lambat disahkan sebaiknya pada Agustus itu. Ini urgen, karena tidak hanya masalah Sei Mangkei, tapi terhadap 33 kabupaten/kota di Sumut,” terang politisi dari Fraksi PKS DPRD Sumut tersebut.

Terkait masalah Sei Mangkei itu, anggota dewan Sumut yang berdomisili di Medan Labuhan ini menuturkan, salah satu upaya penyelesaian masalah Sei Mangkei ini adalah adanya jaminan dari PTPN III terhadap masyarakat setempat di kawasan Sei Mangkei, yang lahannya terpakai untuk proyek itu.

“Bupati Simalungun tidak memberi izin, itu terserah karena persoalan konstituen. Masalah RTRW ini masih dalam pembahasan dan menunggu hasil dari tim terpadu pusat dan Pemprovsu. PTPN III juga jika bisa mempresentasikan jaminan kepada masyarakat, maka ini salah satu solusi,” cetusnya.

Sebelumnya, Bupati Simalungun JR Saragih sempat mengatakan enggan mengeluarkan penerbitan izin terhadap KEK Sei Mangkei, di Kabupaten Simalungun karena terhambat oleh masalah ketiadaan Perda RTRW.

Terkait atas persoalan itu, Anggota DPRD Sumut dari Daerah Pemilihan (Dapil) Simalungun, Ajib Shah yang dikonfirmasi Sumut Pos, kemarin menyatakan harus ada upaya percepatan pembahasan dan pengesahan terhadap Ranperda RTRW, yang telah berjalan lebih kurang dua tahun ini.

“Kita berharap, agar Pansus RTRW yang ada segera menyelesaikan pembahasan dan segera disahkan. Karena keberadaan KEK Sei Mangkei ini menjadi satu upaya untuk percepatan pembangunan di Sumut ke depan. Kalau ini tidak selesai, 2013 nanti sudah tidak bisa lagi. Karena kita diberi waktu tiga tahun dari 2011,” ungkapnya.

Di sisi lain, JR Saragih juga sempat mengatakan kalau KEK Sei Mangkei juga termasuk kawasan hutan. Hal ini menjadi salah satu sebab JR tak mau tanda tangan (baca edisi Rabu 18/7). Terkait hal itu, Dinas Kehutanan Sumut langsung membantah.  “Itu tidak ada menyangkut dengan hutan, jadi tidak ada yang dibahas tentang masalah kehutanan. Dan masalah itu sebenarnya, tinggal di RTRW-nya saja. Kalau RTRW nya selesai, maka itu bisa selesai. Dan saat ini masih di dewan,” terang Kadishut Sumut, JB Siringo-ringo.

Kemendagri Bereaksi Keras
Sementara itu, JR Saragih yang menegaskan tidak akan memperpanjang izin penggunaan Sei Mangkei sebagai KEK dengan dalih tidak sesuai RTRW Kabupaten Simalungun, mendapat reaksi dari kementerian dalam negeri (kemendagri).

Mendagri Gamawan Fauzi, melalui Kapuspen Kemendagri Reydonnyzar Moenek, memerintahkan agar Pemkab Simalungun merevisi Perda RTRW untuk disesuaikan dengan kepentingan nasional, yakni pembangunan kawasan industri Sei Mangkei.

Prinsipnya, kata Reydonnyzar, harus ada kesesuaian dan harmoniasasi antara kepentingan nasional dengan kepentingan daerah. Tata guna tanah juga harus mendukung investasi.
“Harus dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi terkait tata guna tanah untuk investasi. Dan itu bisa dilakukan dengan RTRW. Segala daya upaya untuk memberikan kemudahan investor, itu juga tugas daerah,” ujar Donny di jakarta, kemarin.

Sebelumnya, JR Saragih mengatakan, dalam RTRW Simalungun, Sei Mangkei itu adalah kawasan perkebunan dan bukan kawasan perindustrian. Ketika mau mengubah RTRW tersebut harus mengubah segala urusan surat-menyurat. Katanya pula, selain masuk kawasan hutan, lahan perkebunan dan permukiman masyarakat termasuk di dalamnya.

Memang, lanjut Donny, memberikan kemudahan bagi investor tidak lantas mengorbankan kepentingan masyarakat. Nah, tugas seorang kepala daerah adalah mencari solusi bagaimana investor merasa mendapat kemudahan dan di sisi lain masyarakat tidak dirugikan.

Menanggapi pernyataan JR Saragih bahwa perubahan RTRW Kabupaten Simalungun harus diajukan lagi ke Pemprovsu, sementara RTRW Kabupaten Simalungun sudah selesai, menurut Donny, hal semacam itu bukan hal yang prinsip.
“Ya memang prosedurnya seperti itu. Perubahan Perda RTRW harus dievaluasi oleh pemerintah provinsi. Itu bukan hal yang sulit kan?” ujar Donny.

Ditegaskan Donny, kemendagri juga akan menghubungi Plt GUbernur Sumut Gatot Pujo Nugroho dan JR Saragih, untuk menanyakan apa sebenarnya pokok masalahnya, sehingga merasa berat merevisi Perda RTRW untuk kepentingan menarik investasi.

“Kita juga akan kontak gubernur dan bupatinya. Kalau perlu kita fasilitasi (untuk revisi Perda RTRW, Red),” ujarnya. “Karena sayang jika sudah ada investor yang siap, tapi regulasinya belum siap,” imbuhnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bappeda Kabupaten Simalungun Jan Wanner Saragih mengatakan, RTRW Kabupaten Simalungun sudah siap dibahas di tatanan eksekutif. Saat ini, Ranperda RTRW tersebut di tangan DPRD Simalungun dan sedang dalam pembahasan. “Sesuai rancangan RTRW bahwa Sei Mangkei adalah Hak Guna Usaha. Dalam mengubah menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) harus mengubah HGU menjadi Hak Guna Penggunaan Lain (HGPL), yang berdasarkan RTRW. Sebab diperlukan perubahan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN),” katanya.

Lebih lanjut, ia mengatakan kalau RTRW Kabupaten Simalungun itu mulai 2011 sampai 2031. Makanya, ketika ada kepentingan nasional, harus benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan. Sementara pemerintah daerah hanya menjalankan roda pemerintahan sesuai peraturan yang diamanahkan dari aturan pusat.

“Kalau KEK itu harus peraturan pemerintah pusat. Sementara kawasan industri adalah peraturan daerah,”paparnya. (ari/sam/osi/smg)

KEK Sei Mangkei Belum Jelas

MEDAN-Proses pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei belum menunjukan kejelasan. Perda Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang harusnya menjalan jalan bagi proyek itu beroperasi malah ditunda paripurnanya oleh Panitia Khusus (Pansus) RTRW DPRD Sumut Anggota Pansus RTRW DPRD Sumut Muhammad Nasir, menyatakan semestinya agenda paripurna Ranperda RTRW DPRD Sumut akan dilangsungkan Juli ini. Namun, karena banyak kegiatan dan agenda anggota dewan, rencana tersebut dibatalkan dan dimungkinkan akan berlangsung pada Agustus mendatang.

“Kita menegaskan paripurna bisa digelar pada Agustus mendatang dan bisa disahkan. Paling lambat disahkan sebaiknya pada Agustus itu. Ini urgen, karena tidak hanya masalah Sei Mangkei, tapi terhadap 33 kabupaten/kota di Sumut,” terang politisi dari Fraksi PKS DPRD Sumut tersebut.

Terkait masalah Sei Mangkei itu, anggota dewan Sumut yang berdomisili di Medan Labuhan ini menuturkan, salah satu upaya penyelesaian masalah Sei Mangkei ini adalah adanya jaminan dari PTPN III terhadap masyarakat setempat di kawasan Sei Mangkei, yang lahannya terpakai untuk proyek itu.

“Bupati Simalungun tidak memberi izin, itu terserah karena persoalan konstituen. Masalah RTRW ini masih dalam pembahasan dan menunggu hasil dari tim terpadu pusat dan Pemprovsu. PTPN III juga jika bisa mempresentasikan jaminan kepada masyarakat, maka ini salah satu solusi,” cetusnya.

Sebelumnya, Bupati Simalungun JR Saragih sempat mengatakan enggan mengeluarkan penerbitan izin terhadap KEK Sei Mangkei, di Kabupaten Simalungun karena terhambat oleh masalah ketiadaan Perda RTRW.

Terkait atas persoalan itu, Anggota DPRD Sumut dari Daerah Pemilihan (Dapil) Simalungun, Ajib Shah yang dikonfirmasi Sumut Pos, kemarin menyatakan harus ada upaya percepatan pembahasan dan pengesahan terhadap Ranperda RTRW, yang telah berjalan lebih kurang dua tahun ini.

“Kita berharap, agar Pansus RTRW yang ada segera menyelesaikan pembahasan dan segera disahkan. Karena keberadaan KEK Sei Mangkei ini menjadi satu upaya untuk percepatan pembangunan di Sumut ke depan. Kalau ini tidak selesai, 2013 nanti sudah tidak bisa lagi. Karena kita diberi waktu tiga tahun dari 2011,” ungkapnya.

Di sisi lain, JR Saragih juga sempat mengatakan kalau KEK Sei Mangkei juga termasuk kawasan hutan. Hal ini menjadi salah satu sebab JR tak mau tanda tangan (baca edisi Rabu 18/7). Terkait hal itu, Dinas Kehutanan Sumut langsung membantah.  “Itu tidak ada menyangkut dengan hutan, jadi tidak ada yang dibahas tentang masalah kehutanan. Dan masalah itu sebenarnya, tinggal di RTRW-nya saja. Kalau RTRW nya selesai, maka itu bisa selesai. Dan saat ini masih di dewan,” terang Kadishut Sumut, JB Siringo-ringo.

Kemendagri Bereaksi Keras
Sementara itu, JR Saragih yang menegaskan tidak akan memperpanjang izin penggunaan Sei Mangkei sebagai KEK dengan dalih tidak sesuai RTRW Kabupaten Simalungun, mendapat reaksi dari kementerian dalam negeri (kemendagri).

Mendagri Gamawan Fauzi, melalui Kapuspen Kemendagri Reydonnyzar Moenek, memerintahkan agar Pemkab Simalungun merevisi Perda RTRW untuk disesuaikan dengan kepentingan nasional, yakni pembangunan kawasan industri Sei Mangkei.

Prinsipnya, kata Reydonnyzar, harus ada kesesuaian dan harmoniasasi antara kepentingan nasional dengan kepentingan daerah. Tata guna tanah juga harus mendukung investasi.
“Harus dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi terkait tata guna tanah untuk investasi. Dan itu bisa dilakukan dengan RTRW. Segala daya upaya untuk memberikan kemudahan investor, itu juga tugas daerah,” ujar Donny di jakarta, kemarin.

Sebelumnya, JR Saragih mengatakan, dalam RTRW Simalungun, Sei Mangkei itu adalah kawasan perkebunan dan bukan kawasan perindustrian. Ketika mau mengubah RTRW tersebut harus mengubah segala urusan surat-menyurat. Katanya pula, selain masuk kawasan hutan, lahan perkebunan dan permukiman masyarakat termasuk di dalamnya.

Memang, lanjut Donny, memberikan kemudahan bagi investor tidak lantas mengorbankan kepentingan masyarakat. Nah, tugas seorang kepala daerah adalah mencari solusi bagaimana investor merasa mendapat kemudahan dan di sisi lain masyarakat tidak dirugikan.

Menanggapi pernyataan JR Saragih bahwa perubahan RTRW Kabupaten Simalungun harus diajukan lagi ke Pemprovsu, sementara RTRW Kabupaten Simalungun sudah selesai, menurut Donny, hal semacam itu bukan hal yang prinsip.
“Ya memang prosedurnya seperti itu. Perubahan Perda RTRW harus dievaluasi oleh pemerintah provinsi. Itu bukan hal yang sulit kan?” ujar Donny.

Ditegaskan Donny, kemendagri juga akan menghubungi Plt GUbernur Sumut Gatot Pujo Nugroho dan JR Saragih, untuk menanyakan apa sebenarnya pokok masalahnya, sehingga merasa berat merevisi Perda RTRW untuk kepentingan menarik investasi.

“Kita juga akan kontak gubernur dan bupatinya. Kalau perlu kita fasilitasi (untuk revisi Perda RTRW, Red),” ujarnya. “Karena sayang jika sudah ada investor yang siap, tapi regulasinya belum siap,” imbuhnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bappeda Kabupaten Simalungun Jan Wanner Saragih mengatakan, RTRW Kabupaten Simalungun sudah siap dibahas di tatanan eksekutif. Saat ini, Ranperda RTRW tersebut di tangan DPRD Simalungun dan sedang dalam pembahasan. “Sesuai rancangan RTRW bahwa Sei Mangkei adalah Hak Guna Usaha. Dalam mengubah menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) harus mengubah HGU menjadi Hak Guna Penggunaan Lain (HGPL), yang berdasarkan RTRW. Sebab diperlukan perubahan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN),” katanya.

Lebih lanjut, ia mengatakan kalau RTRW Kabupaten Simalungun itu mulai 2011 sampai 2031. Makanya, ketika ada kepentingan nasional, harus benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan. Sementara pemerintah daerah hanya menjalankan roda pemerintahan sesuai peraturan yang diamanahkan dari aturan pusat.

“Kalau KEK itu harus peraturan pemerintah pusat. Sementara kawasan industri adalah peraturan daerah,”paparnya. (ari/sam/osi/smg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/