MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komitmen PT Toba Pulp Lestari dalam pembangunan HTI (Hutan Tanaman Industri) tidak semata-mata ditujukan untuk mendukung industri hasil hutan, melainkan sekaligus juga bertujuan untuk melestarikan lingkungan hidup melalui konservasi hutan.
Sustainability IC Team Leader, Felix Guslin Putra mengatakan salah satu misi perusahaan adalah memberikan keuntungan untuk pemangku kepentingan dana memberikan kontribusi kepada pengembangan sosial ekonomi pada masyarakat sekitar dan regional.
“Dengan kata lain, kita bukan hanya memikirkan sisi ekonominya saja, tetapi juga sosial dan lingkungan,” ujarnya dalam acara Workshop yang mengangkat tema ‘Peran Hutan Tanaman Industri (HTI) Bagi Pertumbuhan dan Pengembangan Ekonomi’ di Medan, Kamis (19/1/2023).
Dijelaskannya, hutan tanaman yang saat ini dikelola dan diusahakan oleh perusahaan berdasarkan prinsip pemanfaatan optimal dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan sosial. Hal tersebut sesuai dengan UU No 40 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.
“TPL sudah menjalankan monitoring pengelolaan HTI terhadap Biodiversity. Di perusahaan ada departemen Environment Fiber. Nah mereka melakukan konservasi dan rehabilitasi terhadap kawasan yang memiliki NKT (Nilai Konservasi Tinggi). Departemen ini akan melakukan inventarisasi setiap 3 bulan dan 6 bulan sekali. Mereka mencatat apa yang ditemukan dan berbagai perkembangan lainnya,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Simon Sidabukke mengatakan hutan bukan hanya sebagai habitat flora dan fauna, tetapi juga dapat menjadi Hutan Multiusaha. Yaitu, masyarakat dapat mengambil manfaat dari hutan untuk dijadikan usaha.
“Saya misalkan pencari madu, tanaman liar, rotan untuk makanan, dan ada yang terbaru biji dari tumbuhan yang dapat dijual dan harganya saat ini mahal. Ini adalah manfaatkan hutan untuk meningkatkan ekonomi,” ujarnya saat menjadi narasumber.
Dengan kata lain, pengelolaan HTI yang maksimal akan memberikan keuntungan kepada perusahaan maupun masyarakat sekitar.
“Yang saya ketahui, TPL sudah menerapkan hal tersebut. Di mana setiap lahan konsesinya menerapkan program tumpang sari. Bahkan, mereka membina UMKM kopi dan madu,” tutupnya.
Wakil Dekan II Fakultas Kehutanan USU, Pindi Patana yang menjadi narasumber pada workshop tersebut mengatakan sektor lingkungan bukan hanya berbicara tentang konservasi flora dan fauna yang dilindungi. Tetapi, juga akan memberikan dampak dalam sisi ekonomi.
“Saya misalkan di Afrika. Masyarakat berbondong-bondong ke sana karena mereka ingin melihat Harimau, Gajah, Badak, dan lainnya. Nah, bila kita bisa menyediakan apa yang mereka minta, maka ada kesempatan kita menarik wisatawan ke Sumatera Utara,” ujarnya.
Terkait konservasi hewan dilindungi, Pindi Patana berharap TPL akan memberikan penyuluhan kepada warga sekitar konsesi agar dapat hidup berdampingan dengan hewan yang dilindungi tersebut.
“Saya misalkan harimau. Di Aceh Selatan, ada sebuah desa yang masyarakatnya sudah hidup berdampingan dengan Harimau. Jadi, mereka akan ada di rumah, saat harimau keluar untuk mencari makan atau beraktivitas. Jadi, mereka yang mengenal jam-jam saat harimau muncul,” tutupnya. (ram)