26 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Gampang Runtuhkan Centre Point

FOTO: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS Gedung Centre Point difoto dari jalan Stasiun Medan, Minggu (16/11).
FOTO: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Gedung Centre Point difoto dari jalan Stasiun Medan, Minggu (16/11).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ferry Mursyidan Baldan menyebutkan pemerintah memiliki wewenang untuk mempertegas kepemilikan lahan yang di atasnya berdiri gedung Centre Point, di Jalan Jawa, Medan, dengan tindakan mengambil alih. Sebab apapun alasannya, tanah tersebut merupakan milik negara.

“Kalau memang punya kewenangan atas itu (gedung Centre Point), saya katakan, kenapa kita tidak ambil alih gedung itu. Sebab jika pikiran kita adalah meruntuhkan bangunan yang sudah dibangun, saya pikir itu mudah, siapapun bisa,” ujar Ferry dalam acara HUT Fakultas HUkum UISU, di Auditorium, Jalan Sisingamangaraja, Medan, Selasa (17/2) lalu.

Masalah yang muncul karena pendirian gedung Centre Point di atas tanah milik BUMN, PT Kereta Api Indonesia (KAI) itu kata Ferry, merupakan kesalahan kekeliruan di masa lalu yang harus dicarikan solusi konkret. Dan, dirinya berharap seluruh pihak terkait, mau belajar dan mengakui kesalahan itu.

“Soal Centre Point, saya kira tantangannya adalah banyaknya kekeliruan di masa lalu. Maka kita harus belajar dan mengakui kesalahan itu,” sebutnya.

Menurutnya persoalan ini muncul akibat adanya pembiaran terhadap masalah hingga terlalu lama. Termasuk dengan mengutamakan kesegeraan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dianggap penting dan harus dituntaskan. Dengan demikian, dalam periode tertentu, harus ada masalah yang dapat terselesaikan dan itu menjadi target dari pemerintah.

“Pelajaran penting dari ini adalah bahwa persoalan ini muncul karena kita membiarkan masalah pertanahan berlalu terlalu lama. Saya katakan (bahwa) kita sedang merancang penyederhanaan semua aturan-aturan yang ada di kementrian ini,” katanya.

Selain itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang dibawah kepemimpinannya ingin menegaskan tentang makna kehadiran negara didalam masalah-masalah yang terjadi. Sehingga, hal yang berkaitan dengan masalah pertanahan, harus dapat diselesaikan berdasarkan perspektif agraria.

“Program kita adalah, bagaimana menegaskan tentang memaknai kehadiran negara didalam masalah-masalah yang muncul soal pertanahan,” katanya.

Namun saat ditanya kembali soal langkah yang akan diambil Kementrian Agraria dan Tata Ruang terkait persoalan Centre Point, Ferry seperti tidak ingin menanggapi terlalu jauh. Menurutnya, yang paling menjadi persoalan adalah bagaimana mengatasi sengketa tanah yang melibatkan masyarakat secara luas seperti eks HGU milik PTPN II yang banyak meminculkan konflik.

“Kenapa terlalu ngotot bicara Centre Point. Banyak masalah sengketa terjadi yang melibatkan masyarakat. Karena di situ warga sudah bermukim, jadi pertimbangannya termasuk sisi kemanusiaan,” sebutnya yang sebelumnya menegaskan negara mengajak semua pihak untuk menggunakan nurani. Namun jika tidak, maka negara juga bisa memberikan tekanan dengan sanksi tegas. (bal/rbb)

FOTO: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS Gedung Centre Point difoto dari jalan Stasiun Medan, Minggu (16/11).
FOTO: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Gedung Centre Point difoto dari jalan Stasiun Medan, Minggu (16/11).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ferry Mursyidan Baldan menyebutkan pemerintah memiliki wewenang untuk mempertegas kepemilikan lahan yang di atasnya berdiri gedung Centre Point, di Jalan Jawa, Medan, dengan tindakan mengambil alih. Sebab apapun alasannya, tanah tersebut merupakan milik negara.

“Kalau memang punya kewenangan atas itu (gedung Centre Point), saya katakan, kenapa kita tidak ambil alih gedung itu. Sebab jika pikiran kita adalah meruntuhkan bangunan yang sudah dibangun, saya pikir itu mudah, siapapun bisa,” ujar Ferry dalam acara HUT Fakultas HUkum UISU, di Auditorium, Jalan Sisingamangaraja, Medan, Selasa (17/2) lalu.

Masalah yang muncul karena pendirian gedung Centre Point di atas tanah milik BUMN, PT Kereta Api Indonesia (KAI) itu kata Ferry, merupakan kesalahan kekeliruan di masa lalu yang harus dicarikan solusi konkret. Dan, dirinya berharap seluruh pihak terkait, mau belajar dan mengakui kesalahan itu.

“Soal Centre Point, saya kira tantangannya adalah banyaknya kekeliruan di masa lalu. Maka kita harus belajar dan mengakui kesalahan itu,” sebutnya.

Menurutnya persoalan ini muncul akibat adanya pembiaran terhadap masalah hingga terlalu lama. Termasuk dengan mengutamakan kesegeraan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dianggap penting dan harus dituntaskan. Dengan demikian, dalam periode tertentu, harus ada masalah yang dapat terselesaikan dan itu menjadi target dari pemerintah.

“Pelajaran penting dari ini adalah bahwa persoalan ini muncul karena kita membiarkan masalah pertanahan berlalu terlalu lama. Saya katakan (bahwa) kita sedang merancang penyederhanaan semua aturan-aturan yang ada di kementrian ini,” katanya.

Selain itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang dibawah kepemimpinannya ingin menegaskan tentang makna kehadiran negara didalam masalah-masalah yang terjadi. Sehingga, hal yang berkaitan dengan masalah pertanahan, harus dapat diselesaikan berdasarkan perspektif agraria.

“Program kita adalah, bagaimana menegaskan tentang memaknai kehadiran negara didalam masalah-masalah yang muncul soal pertanahan,” katanya.

Namun saat ditanya kembali soal langkah yang akan diambil Kementrian Agraria dan Tata Ruang terkait persoalan Centre Point, Ferry seperti tidak ingin menanggapi terlalu jauh. Menurutnya, yang paling menjadi persoalan adalah bagaimana mengatasi sengketa tanah yang melibatkan masyarakat secara luas seperti eks HGU milik PTPN II yang banyak meminculkan konflik.

“Kenapa terlalu ngotot bicara Centre Point. Banyak masalah sengketa terjadi yang melibatkan masyarakat. Karena di situ warga sudah bermukim, jadi pertimbangannya termasuk sisi kemanusiaan,” sebutnya yang sebelumnya menegaskan negara mengajak semua pihak untuk menggunakan nurani. Namun jika tidak, maka negara juga bisa memberikan tekanan dengan sanksi tegas. (bal/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/