25.6 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Rahudman Dituntut 4 Tahun

MEDAN- Sidang dugaan korupsi anggaran Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintahan Desa (TPAPD) Pemkab Tapsel Tahun 2005 dengan terdakwa Rahudman Harahap kembali digelar, Kamis (18/7).

SIDANG: Ekspresi mantan Sekretaris Daerah Tapanuli Selatan, Rahudman Harahap saat sidang  Pengadilan Negeri Medan untuk menjalani sidang  agenda tuntutan, Kamis (18/7). //AMINOER RASYID/SUMUT POS
SIDANG: Ekspresi mantan Sekretaris Daerah Tapanuli Selatan, Rahudman Harahap saat sidang di Pengadilan Negeri Medan untuk menjalani sidang dengan agenda tuntutan, Kamis (18/7). //AMINOER RASYID/SUMUT POS

Dalam pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), mantan Sekda Tapsel tersebut dituntut 4 tahun penjara. Pengacara Rahudman menganggap jaksa menggunakan fakta manipulatif terkait tuntutan itu.

Selain tuntutan 4 tahun penjara, Rahudman juga dituntut membayar denda sebesar Rp500 juta sub sider enam bulan kurungan dan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp480.895.500.

JPU juga  menegaskan jika kewajiban itu tidak dibayar dalam waktu 1 bulan, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang. Seandainya hasil lelang tidak cukup menutupi kerugian itu maka dia dipidana penjara selama 2 tahun. “Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menyatakan terdakwa Rahudman Harahap bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primair melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18  UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana,” ujar Jaksa Dwi Aries di hadapan Majelis Hakim Ketua Sugianto.

Terkait itu, usai persidangan, tim penasihat hukum Rahudman Harahap menganggap JPU banyak menggunakan fakta yang manipulatif dalam surat tuntutannya. “Fakta-fakta yang disampaikan penuntut umum dalam tuntutannya banyak yang manipulatif dan tidak pernah terungkap di persidangan selama ini,” kata Julisman SH, salah seorang penasihat hukum Rahudman Harahap.

Fakta-fakta manipulatif yang tidak terungkap di persidangan tersebut, menurut Julisman, di antaranya besarnya kerugian negara versi JPU yang mencapai Rp2,071 miliar, yakni hasil pencairan TPAPD 2005 triwulan I dan II masing-masing sebesar Rp1,035 miliar. Padahal, dana TPAPD 2005 yang dicairkan pada masa Rahudman masih menjabat Sekda Tapsel hanya triwulan I pada Januari 2005. “Sedangkan dana TPAPD 2005 triwulan II yang cair pada 4 Mei 2005, Rahudman sudah tidak sekda lagi karena sudah mengundurkan diri pada 25 April 2005,” terangnya.

Julisman mengatakan, jumlah kerugian negara versi JPU tersebut, juga bertentangan dengan perkara yang sama dengan terdakwa Amrin Tambunan, selaku pemegang kas Sekretariat daerah (Setda) Tapsel. Dalam perkara Amrin tersebut, jumlah kerugian negara sebesar Rp1,5 miliar. Selain itu, lanjutnya, timbulnya kerugian negara dalam penyaluran TPAPD 2005 versi JPU tidak sama dengan laporan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumut.

“Menurut jaksa, kerugian negara terjadi pada pencairan TPAPD 2005 triwulan I dan II, yakni di bulan Januari dan Mei. Sementara versi BPKP Sumut, kerugian negara terjadi pada sebagian triwulan III dan triwulan IV atau bulan Juli-Desember 2005. Menurut BPKP, kerugian negara terjadi dalam penyaluran TPAPD sebagian triwulan III dan IV atau mulai Juli-Desember 2005. Dan, itu sudah tidak masa Rahudman lagi, tapi Leonardy Pane,” jelasnya.

Julisman juga mengatakan, pernyataan JPU bahwa terdakwa telah memperkaya diri sendiri atau bertambah hartanya karena mengorupsi dana TPAPD tersebut, tidak bisa dibuktikan JPU di persidangan. “Tidak seorang saksi pun yang dihadirkan JPU di persidangan bisa membuktikan Rahudman bertambah hartanya setelah kasus ini. Banyaknya fakta manipulatif yang disampaikan JPU dalam tuntutannya sangat menyudutkan terdakwa. Untuk itu, Selasa (23/7) nanti kami akan sampaikan keberatan kami terhadap tuntutan JPU dalam nota pembelaan (pledoi),” jelas Julisman.

Berbeda dengan sidang Rahudman sebelumnya yang dimulai pada pagi hari, kemarin sidang agenda pembacaan tuntutan oleh jaksa tersebut baru dimulai pukul 12.26 WIB. Ruang utama PN Medan padat, ratusan pendukung Rahudman telah memenuhi ruang sidang sejak pagi. Mereka enggan beranjak meski sidang dimulai pada siang hari.

Saat Rahudman tiba sekira pukul 11.00 WIB, seketika mereka berdiri memberikan penghormatan padanya. Rahudman tersenyum haru, melihat semua pendukungnya. Tak habis akal, ratusan pendukungnya yang tidak bisa masuk kedalam ruang sidang, terpaksa mengintip dari kaca jendela menunjukkan mereka terus memberi dukungan pada pria berkumis itu. “Pak Rahudman… Pak Rahudman, sehat pak? “ ujar pendukungnya sembari berebutan bersalaman dengannya.

Wali kota Medan nonaktif tersebut tampak duduk dibangku pengunjung menunggu kedatangan jaksa maupun majelis hakim. Rahudman tampak gelisah, persidangan tak juga dimulai, sesekali dia memejamkan matanya tanda tertidur. Kemudian majelis hakim dan jaksa memasuki ruangan, Rahudman yang mengenakan kemeja putih dipadu celana hitam itu langsung pindah ke kursi terdakwa, sidang pun dimulai. Dia tampak tekun mendengarkan tuntutan yang dibacakan jaksa. Sesekali matanya melirik tajam kepada satu per satu jaksa yang membacakan tuntutan itu secara bergantian.

Dalam tuntutannya, jaksa memaparkan, saat melaksanakan tugasnya sebagai Sekda Tapsel, terdakwa Rahudman Harahap mengajukan permintaan dana sebelum APBD 2005 disahkan pada 25 Mei 2005 yakni permintaan dana TPAPD triwulan I tanggal 6 Januari 2005. Saat itu Rahudman bersama Amrin Tambunan selaku Pemegang Kas pada Sekda Pemkab Tapsel mengajukan surat permintaan penerbitan SKO yang ditujukan kepada Bupati melalui Kabag Keuangan. Kemudian terbitlah SKO Sementara yang ditandatangani Bupati.

“Kemudian terdakwa dan Amrin Tambunan mengajukan SPP (Surat Permintaan Pembayaran) tanpa nomor sebesar Rp3,059 miliar termasuk didalamnya dana TPAPD triwulan I sebesar Rp1,035 miliar. Setelah itu terbitlah SPMU (Surat Perintah Membayar Uang). Namun permintaan dana itu tidak didasarkan pada adanya permohonan dari Bagian Pemerintahan Desa selaku yang membidangi penyaluran dana TPAPD,” ujar jaksa.
Ditambahkan jaksa, untuk permintaan dana TPAPD triwulan II Tahun 2005 tanggal 13 April 2005, Rahudman Harahap mengajukan SPP sebesar Rp3,352 miliar termasuk didalamnya dana TPAPD triwulan II sebesar Rp1,035 miliar. Namun SPP yang diajukan terdakwa itu tanpa adanya SKO Bupati. Atas permintaan itu, diterbitkanlah SPMU tanggal 4 Mei 2005. Namun permintaan dana itu juga tidak didasarkan pada permohonan dari Bagian Pemerintahan Desa selaku yang membidangi dana TPAPD.

“Bahwa dana TPAPD yang telah diajukan dan dicairkan tersebut tidak disalurkan dan diserahkan kepada Kabag Pemdes ataupun perangkat desa. Bahkan tidak dibuat laporan pertanggungjawabannya (SPJ). Menurut Amrin Tambunan, uang TPAPD 2005 itu diberikan kepada Bupati, Wakil Bupati dan terdakwa Rahudman Harahap. Karena itu, Rustam Efendy (Kabag Pemdes), Rachmadsyah Haragap (Kasubbag Kelembagaan dan Kekayaan Desa Pemdes) serta Leonardy Pane (Plt Sekda) mengajukan permintaan dana TPAPD triwulan I dan II tanggal 21 Juni 2005 sebesar Rp2,737 miliar kepada Bendahara Umum Daerah (BUD),” urainya.

Kemudian, pada tanggal 28 Juni 2005, Haplan Tambunan selaku BUD melakukan pembayaran dan dana TPAPD itu disalurkan kepada Rustam Efendi Hasibuan sebesar Rp2,737 miliar untuk pembayaran TPAPD triwulan I dan II. “Lalu Plt Kepala Bagian Keuangan Husni Afgani dan Haplan Tambunan mengeluarkan SPMU tanggal 29 Juli 2005 dan dibukukan pada tanggal 20 September 2005,” pungkas jaksa.

Jaksa menjelaskan, pagu anggaran dana TPAPD Pemkab Tapsel TA 2005 sebesar Rp5,955 miliar. Namun dalam pelaksanaannya telah dicairkan selama tahun 2005 melebihi pagu anggaran menjadi Rp6,435 miliar. Berdasarkan dakta persidangan, maka kerugian negara Pemkab Tapsel atas dana TPAPD TA 2005 sebesar Rp2,071 miliar atau setidak-tidaknya Rp1,590 miliar sebagaimana audit BPKP. Sehingga dalam perkara ini, negara bukan lagi ‘dapat atau potensi’, namun telah nyata terjadi kerugian negara.

“Bahwa terhadap uang yang merugikan negara cg Pemkab Tapsel, telah pula ada penyerahan uang sebesar Rp1,590 miliar oleh Amrin Tambunan ketika menjadi terdakwa pada saat persidangan di Pengadilan Negeri Padang Sidempuan. Maka Jaksa Penuntut Umum berpendapat uang pengganti yang harus dibebankan kepada terdakwa Rahudman Harahap yang belum dibayar adalah sebesar Rp480.895.500 juta,” jelas jaksa. (far)

MEDAN- Sidang dugaan korupsi anggaran Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintahan Desa (TPAPD) Pemkab Tapsel Tahun 2005 dengan terdakwa Rahudman Harahap kembali digelar, Kamis (18/7).

SIDANG: Ekspresi mantan Sekretaris Daerah Tapanuli Selatan, Rahudman Harahap saat sidang  Pengadilan Negeri Medan untuk menjalani sidang  agenda tuntutan, Kamis (18/7). //AMINOER RASYID/SUMUT POS
SIDANG: Ekspresi mantan Sekretaris Daerah Tapanuli Selatan, Rahudman Harahap saat sidang di Pengadilan Negeri Medan untuk menjalani sidang dengan agenda tuntutan, Kamis (18/7). //AMINOER RASYID/SUMUT POS

Dalam pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), mantan Sekda Tapsel tersebut dituntut 4 tahun penjara. Pengacara Rahudman menganggap jaksa menggunakan fakta manipulatif terkait tuntutan itu.

Selain tuntutan 4 tahun penjara, Rahudman juga dituntut membayar denda sebesar Rp500 juta sub sider enam bulan kurungan dan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp480.895.500.

JPU juga  menegaskan jika kewajiban itu tidak dibayar dalam waktu 1 bulan, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang. Seandainya hasil lelang tidak cukup menutupi kerugian itu maka dia dipidana penjara selama 2 tahun. “Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menyatakan terdakwa Rahudman Harahap bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primair melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18  UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana,” ujar Jaksa Dwi Aries di hadapan Majelis Hakim Ketua Sugianto.

Terkait itu, usai persidangan, tim penasihat hukum Rahudman Harahap menganggap JPU banyak menggunakan fakta yang manipulatif dalam surat tuntutannya. “Fakta-fakta yang disampaikan penuntut umum dalam tuntutannya banyak yang manipulatif dan tidak pernah terungkap di persidangan selama ini,” kata Julisman SH, salah seorang penasihat hukum Rahudman Harahap.

Fakta-fakta manipulatif yang tidak terungkap di persidangan tersebut, menurut Julisman, di antaranya besarnya kerugian negara versi JPU yang mencapai Rp2,071 miliar, yakni hasil pencairan TPAPD 2005 triwulan I dan II masing-masing sebesar Rp1,035 miliar. Padahal, dana TPAPD 2005 yang dicairkan pada masa Rahudman masih menjabat Sekda Tapsel hanya triwulan I pada Januari 2005. “Sedangkan dana TPAPD 2005 triwulan II yang cair pada 4 Mei 2005, Rahudman sudah tidak sekda lagi karena sudah mengundurkan diri pada 25 April 2005,” terangnya.

Julisman mengatakan, jumlah kerugian negara versi JPU tersebut, juga bertentangan dengan perkara yang sama dengan terdakwa Amrin Tambunan, selaku pemegang kas Sekretariat daerah (Setda) Tapsel. Dalam perkara Amrin tersebut, jumlah kerugian negara sebesar Rp1,5 miliar. Selain itu, lanjutnya, timbulnya kerugian negara dalam penyaluran TPAPD 2005 versi JPU tidak sama dengan laporan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumut.

“Menurut jaksa, kerugian negara terjadi pada pencairan TPAPD 2005 triwulan I dan II, yakni di bulan Januari dan Mei. Sementara versi BPKP Sumut, kerugian negara terjadi pada sebagian triwulan III dan triwulan IV atau bulan Juli-Desember 2005. Menurut BPKP, kerugian negara terjadi dalam penyaluran TPAPD sebagian triwulan III dan IV atau mulai Juli-Desember 2005. Dan, itu sudah tidak masa Rahudman lagi, tapi Leonardy Pane,” jelasnya.

Julisman juga mengatakan, pernyataan JPU bahwa terdakwa telah memperkaya diri sendiri atau bertambah hartanya karena mengorupsi dana TPAPD tersebut, tidak bisa dibuktikan JPU di persidangan. “Tidak seorang saksi pun yang dihadirkan JPU di persidangan bisa membuktikan Rahudman bertambah hartanya setelah kasus ini. Banyaknya fakta manipulatif yang disampaikan JPU dalam tuntutannya sangat menyudutkan terdakwa. Untuk itu, Selasa (23/7) nanti kami akan sampaikan keberatan kami terhadap tuntutan JPU dalam nota pembelaan (pledoi),” jelas Julisman.

Berbeda dengan sidang Rahudman sebelumnya yang dimulai pada pagi hari, kemarin sidang agenda pembacaan tuntutan oleh jaksa tersebut baru dimulai pukul 12.26 WIB. Ruang utama PN Medan padat, ratusan pendukung Rahudman telah memenuhi ruang sidang sejak pagi. Mereka enggan beranjak meski sidang dimulai pada siang hari.

Saat Rahudman tiba sekira pukul 11.00 WIB, seketika mereka berdiri memberikan penghormatan padanya. Rahudman tersenyum haru, melihat semua pendukungnya. Tak habis akal, ratusan pendukungnya yang tidak bisa masuk kedalam ruang sidang, terpaksa mengintip dari kaca jendela menunjukkan mereka terus memberi dukungan pada pria berkumis itu. “Pak Rahudman… Pak Rahudman, sehat pak? “ ujar pendukungnya sembari berebutan bersalaman dengannya.

Wali kota Medan nonaktif tersebut tampak duduk dibangku pengunjung menunggu kedatangan jaksa maupun majelis hakim. Rahudman tampak gelisah, persidangan tak juga dimulai, sesekali dia memejamkan matanya tanda tertidur. Kemudian majelis hakim dan jaksa memasuki ruangan, Rahudman yang mengenakan kemeja putih dipadu celana hitam itu langsung pindah ke kursi terdakwa, sidang pun dimulai. Dia tampak tekun mendengarkan tuntutan yang dibacakan jaksa. Sesekali matanya melirik tajam kepada satu per satu jaksa yang membacakan tuntutan itu secara bergantian.

Dalam tuntutannya, jaksa memaparkan, saat melaksanakan tugasnya sebagai Sekda Tapsel, terdakwa Rahudman Harahap mengajukan permintaan dana sebelum APBD 2005 disahkan pada 25 Mei 2005 yakni permintaan dana TPAPD triwulan I tanggal 6 Januari 2005. Saat itu Rahudman bersama Amrin Tambunan selaku Pemegang Kas pada Sekda Pemkab Tapsel mengajukan surat permintaan penerbitan SKO yang ditujukan kepada Bupati melalui Kabag Keuangan. Kemudian terbitlah SKO Sementara yang ditandatangani Bupati.

“Kemudian terdakwa dan Amrin Tambunan mengajukan SPP (Surat Permintaan Pembayaran) tanpa nomor sebesar Rp3,059 miliar termasuk didalamnya dana TPAPD triwulan I sebesar Rp1,035 miliar. Setelah itu terbitlah SPMU (Surat Perintah Membayar Uang). Namun permintaan dana itu tidak didasarkan pada adanya permohonan dari Bagian Pemerintahan Desa selaku yang membidangi penyaluran dana TPAPD,” ujar jaksa.
Ditambahkan jaksa, untuk permintaan dana TPAPD triwulan II Tahun 2005 tanggal 13 April 2005, Rahudman Harahap mengajukan SPP sebesar Rp3,352 miliar termasuk didalamnya dana TPAPD triwulan II sebesar Rp1,035 miliar. Namun SPP yang diajukan terdakwa itu tanpa adanya SKO Bupati. Atas permintaan itu, diterbitkanlah SPMU tanggal 4 Mei 2005. Namun permintaan dana itu juga tidak didasarkan pada permohonan dari Bagian Pemerintahan Desa selaku yang membidangi dana TPAPD.

“Bahwa dana TPAPD yang telah diajukan dan dicairkan tersebut tidak disalurkan dan diserahkan kepada Kabag Pemdes ataupun perangkat desa. Bahkan tidak dibuat laporan pertanggungjawabannya (SPJ). Menurut Amrin Tambunan, uang TPAPD 2005 itu diberikan kepada Bupati, Wakil Bupati dan terdakwa Rahudman Harahap. Karena itu, Rustam Efendy (Kabag Pemdes), Rachmadsyah Haragap (Kasubbag Kelembagaan dan Kekayaan Desa Pemdes) serta Leonardy Pane (Plt Sekda) mengajukan permintaan dana TPAPD triwulan I dan II tanggal 21 Juni 2005 sebesar Rp2,737 miliar kepada Bendahara Umum Daerah (BUD),” urainya.

Kemudian, pada tanggal 28 Juni 2005, Haplan Tambunan selaku BUD melakukan pembayaran dan dana TPAPD itu disalurkan kepada Rustam Efendi Hasibuan sebesar Rp2,737 miliar untuk pembayaran TPAPD triwulan I dan II. “Lalu Plt Kepala Bagian Keuangan Husni Afgani dan Haplan Tambunan mengeluarkan SPMU tanggal 29 Juli 2005 dan dibukukan pada tanggal 20 September 2005,” pungkas jaksa.

Jaksa menjelaskan, pagu anggaran dana TPAPD Pemkab Tapsel TA 2005 sebesar Rp5,955 miliar. Namun dalam pelaksanaannya telah dicairkan selama tahun 2005 melebihi pagu anggaran menjadi Rp6,435 miliar. Berdasarkan dakta persidangan, maka kerugian negara Pemkab Tapsel atas dana TPAPD TA 2005 sebesar Rp2,071 miliar atau setidak-tidaknya Rp1,590 miliar sebagaimana audit BPKP. Sehingga dalam perkara ini, negara bukan lagi ‘dapat atau potensi’, namun telah nyata terjadi kerugian negara.

“Bahwa terhadap uang yang merugikan negara cg Pemkab Tapsel, telah pula ada penyerahan uang sebesar Rp1,590 miliar oleh Amrin Tambunan ketika menjadi terdakwa pada saat persidangan di Pengadilan Negeri Padang Sidempuan. Maka Jaksa Penuntut Umum berpendapat uang pengganti yang harus dibebankan kepada terdakwa Rahudman Harahap yang belum dibayar adalah sebesar Rp480.895.500 juta,” jelas jaksa. (far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/