26 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Insentif Nakes Pirngadi Belum Dibayar: Sekda dan Kadinkes Penuhi Panggilan Ombudsman

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Medan Wiriya Alrahman dan Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan Edwin Effendi memenuhi panggilan Ombudsman RI Perwakilan Sumut dan, terkait pengaduan tenaga kesehatan (nakes) RSU Pirngadi Medan yang belum menerima dana insentif jasa Covid-19, Jumat (19/2).

KLARIFIKASI: Sekda Kota Medan Wiriya Alrahman saat memenuhi panggilan Ombudsman RI Perwakilan Sumut. Kedatangan Sekda untuk memberikan klarifikasi terkait insentif nakes RSU Pirngadi yang belum dibayar. idris/sumut pos.

Wiriya mengatakan, dana insentif nakes yang ditransfer pemerintah pusat saat ini masih ada di kas Pemko Medan dan masuk pada pos anggaran SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) 2020. Dana itu juga pada APBD 2021 belum tercatat.

“Dari pertemuan yang dilakukan dengan Ombudsman sudah clear, uangnya tidak ada kemana-mana dan masih tetap di kas Pemko Medan yang merupakan dana SILPA. Jadi, kalau nanti dimunculkan untuk belanja insentif nakes maka harus melalui perubahan APBD atau paling cepat mendahului perubahan APBD 2021. Tapi, untuk mendahului perubahan APBD ada tahapannya dan juga harus ada persetujuan anggota dewan. Artinya, untuk membayarkan insentif nakes maka mekanisme anggaran wajib dipatuhi,” ungkap Wiriya usai memenuhi panggilan Ombudsman RI Perwakilan Sumut terkait pengaduan nakes rumah sakit tersebut yang belum dibayarkan, Jumat (19/2).

Kendati demikian, Wiriya mengaku, solusi lain agar insentif nakes segera dibayarkan maka dengan menyurati pemerintah pusat. “Kita akan surati pemerintah pusat bahwasanya dana insentif nakes masih kurang,” ucapnya.

Dijelaskan Wiriya, belum dicairkannya insentif nakes secara penuh hingga Desember 2020 karena anggaran yang ditransfer dari pemerintah pusat bertahap. Dana insentif yang ditransfer tersebut bukan hanya untuk nakes Pirngadi Medan saja, tetapi juga nakes Puskesmas di Medan. “Tahap pertama anggaran turun di bulan Juli 2020 senilai Rp3,7 miliar lebih. Sedangkan tahap kedua tanggal 26 Oktober sebesar Rp2,5 miliar lebih dan ketiga pada 23 Desember sebesar Rp9 miliar lebih,” terangnya.

Wiriya menyebutkan, dana tahap pertama senilai Rp3,7 miliar lebih itu sudah ditransfer ke rekening masing-masing nakes Pirngadi dan Puskesmas tetapi tidak sama. “Jadi, insentif yang dibisa dibayarkan baru 2 bulan (Maret-April) untuk nakes Pirngadi dan 3 bulan (Maret-April-Mei) untuk nakes Puskesmas. Kenapa tidak sama, karena kalau dibayarkan 3 bulan untuk nakes Pirngadi maka akan kurang anggarannya sehingga diputuskan hanya 2 bulan,” ungkap dia.

Sekda menuturkan, dana tahap kedua sebesar Rp2,5 miliar lebih belum dibayarkan. Padahal, dana ini bisa untuk membayarkan periode bulan 3 untuk nakes Pirngadi dan bulan 4 nakes Puskesmas. “Dana ini semestinya sudah bisa dibayarkan untuk insentif nakes karena rata-ratanya Rp1,5 miliar lebih perbulan kebutuhannya. Namun, berdasarkan DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) ternyata masih belum bisa,” tutur Wiriya.

Dia menjabarkan, pada DPA diuraikan untuk honor atau insentif ASN dan ada juga insentif untuk Non-ASN. Ternyata, yang diajukan itu berbeda karena (akumulasi insentif) lebih besar dari DPA, sehingga DPA harus dirubah.

“Perubahan DPA ini tidak bisa langsung karena menyangkut perubahan anggaran (APBD), apalagi sudah disahkan pada 16 Desember 2020. Selain itu, oleh BPKAD sudah diterbitkan SPD-nya (Surat Perintah Dibayarkan). Jadi, mungkin disitulah terjadi kesilapan itu. Dinas Kesehatan Kota Medan melihat, kok di sistem belum padahal sudah ada sehingga belum terbayarkan untuk insentif nakes,” paparnya.

Terkait dana tahap ketiga yang diterima Rp9 miliar, Wiriya mengatakan, juga tidak bisa langsung disalurkan. Sebab, dana itu masuk ke kas Pemko Medan pada 23 Desember 2020 sebesar Rp9 miliar. “Bisa dibayangkan, tanggal 24 dan 25 Desember sudah libur lalu masuk kerja kembali tanggal 27 sampai 30 Desember. Di sisi lain, sewaktu masuk anggaran ini, pada pengesahan APBD 2021 belum ada sehingga harus dimasukkan lagi di perubahan APBD. Dan, ini baru bisa dirubah APBD di tanggal 30 Desember. Inilah (dana insentif Rp9 miliar) yang sempat masuk tetapi belum terbayarkan. Uang APBN sudah masuk, tapi masuknya sangat telat. Uang ini semua ada di kas Pemko Medan,” beber dia.

Wiriya menegaskan, insentif atau hak nakes tidak akan hilang karena uangnya di kas Pemko Medan. Tetapi, dari rekap kebutuhan untuk membayar insentif nakes Pirngadi totalnya sekitar Rp27 miliar lebih. Sementara, yang baru dikasih oleh pemerintah pusat hanya Rp15 miliar lebih. Artinya, masih ada kurang sekitar Rp12 miliar.

“Uang Rp15 miliar lebih itu hanya bisa membayar insentif sampai bulan September. Sedangkan Oktober hingga Desember belum ada dikirim. Pengajuan dana insentif nakes tersebut tidak ada diajukan pemerintah daerah ke pemerintah pusat. Dana tersebut langsung ditransfer pemerintah pusat, bentuknya semacam dana hibah,” cetusnya.

Disinggung kenapa tidak menyesuaikan besaran dana yang ditransfer pemerintah pusat, Wiriya mengaku tidak bisa dilakukan karena sudah ada juknisnya. Dia menyatakan, pihaknya tidak mungkin melakukan penyesuaian dengan anggaran yang diterima dari pemerintah pusat. “Dari data rekapitulasi yang diajukan Pirngadi untuk pencairan insentif nakes setiap bulannya meningkat. Contohnya, bulan Maret hanya Rp833 juta, April Rp1,2 miliar, Mei Rp1,5 lebih, puncaknya September Rp2,7 miliar lebih. Dari segi juknis, berpedoman dari kasus Covid-19 yang ada,” ujarnya.

Ditanya kenapa tidak menggunakan dana dari refocusing, Wiriya juga mengaku hal itu tidak bisa dilakukan. “Uang kita kan ada dari refocusing atau BTT (Belanja Tidak Terduga). Awalnya kebijakan itu pemerintah daerah yang membayar, sehingga kami sudah siap untuk membayarkan itu. Namun, ternyata keluar lagi kebijakan bahwa insentif jasa Covid-19 nakes ditanggung oleh pemerintah pusat,” ujarnya lagi.

Ia menambahkan, insentif yang diterima oleh nakes itu bervariasi, tergantung dari jumlah kasus pasien yang ditangani. Jadi, beda-beda setiap nakes menerima insentif perbulannya, tidak sama semua. Dengan kata lain, tidak tetap setiap nakes menerima insentif perbulan. “Data-data nakes yang menangani pasien Covid-19 tersebut direkap oleh Pirngadi dan kemudian disampaikan ke Dinas Kesehatan Kota Medan untuk diverifikasi serta divalidasi,” pungkasnya.

Sementara, Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan Edwin Effendi mengatakan, jumlah nakes yang diajukan rumah sakit untuk mendapatkan insentif bervariasi atau tidak tetap setiap bulannya. “Jumlah nakes bervariasi setiap bulan sekitar 50 orang lebih yang menerima insentif. Besaran insentif juga bervariasi, tergantung dari kasus pasien Covid-19 yang ditangani nakes,” kata Edwin yang juga memenuhi panggilan Ombudsman Sumut

Dia memastikan, apa yang menjadi hak nakes tetap akan dibayarkan. Hanya saja, tinggal persoalan waktu sehingga mohon bersabar kepada para nakes. “Dana insentif yang sudah ditransfer dari pemerintah pusat menjadi SILPA, tetapi tetap merupakan hak nakes dan kita lakukan upaya percepatan agar segera dicairkan,” ujarnya.

Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Medan, Irma Suryani mengatakan jika pada Bulan Mei 2020, jumlah tenaga kesehatan Covid-19 di Rumah Sakit Pirngadi ada sebanyak 74 orang, dengan rincian 19 orang dokter umum dan spesialis dan 55 orang perawat. “Ini contoh saja, bulan depannya bisa lebih banyak atau lebih sedikit. Tergantung jumlah kasusnya,” kata Irma.

Sementara untuk jumlah insentif yang dibutuhkan oleh RS Pirngadi Medan untuk nakes Covid-19 yakni sebesar Rp27 miliar, namun jumlah dana yang dikirimkan oleh Kementrian Kesehatan hanya sebesar Rp15 miliar, atau minus Rp12 miliar. “Seperti yang sudah dijelaskan tadi, itu dananya masuk ke pos SILPA, baru bisa dicairkan dengan mekanisme yang semestinya,” ucapnya.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar mengatakan, berdasarkan penjelasan yang disampaikan dari Sekda Kota Medan maupun kepala Dinas Kesehatan bahwasanya dugaan awal adanya tata kelola yang tidak baik di dinas tersebut semakin menguat. “Uang insentif nakes sudah ada tetapi belum bisa dibayarkan dan menjadi SILPA. Kenapa bisa terjadi, hal itu karena ada tata kelola yang tidak baik di dinas kesehatan,” ucapnya.

Menurut Abyadi, pada intinya hak nakes tetap akan dibayarkan tetapi harus melalui mekanisme penggunaan anggaran. Untuk itu, pihaknya terus mengawal sampai nakes menerima insentif mereka. “Setelah melakukan beberapa pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait, selanjutnya akan disusun laporan dan nantinya dapat dijadikan saran atau rekomendasi yang harus diperbaiki Pemko Medan atau Dinas Kesehatan,” pungkasnya. (ris/map/ila)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Medan Wiriya Alrahman dan Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan Edwin Effendi memenuhi panggilan Ombudsman RI Perwakilan Sumut dan, terkait pengaduan tenaga kesehatan (nakes) RSU Pirngadi Medan yang belum menerima dana insentif jasa Covid-19, Jumat (19/2).

KLARIFIKASI: Sekda Kota Medan Wiriya Alrahman saat memenuhi panggilan Ombudsman RI Perwakilan Sumut. Kedatangan Sekda untuk memberikan klarifikasi terkait insentif nakes RSU Pirngadi yang belum dibayar. idris/sumut pos.

Wiriya mengatakan, dana insentif nakes yang ditransfer pemerintah pusat saat ini masih ada di kas Pemko Medan dan masuk pada pos anggaran SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) 2020. Dana itu juga pada APBD 2021 belum tercatat.

“Dari pertemuan yang dilakukan dengan Ombudsman sudah clear, uangnya tidak ada kemana-mana dan masih tetap di kas Pemko Medan yang merupakan dana SILPA. Jadi, kalau nanti dimunculkan untuk belanja insentif nakes maka harus melalui perubahan APBD atau paling cepat mendahului perubahan APBD 2021. Tapi, untuk mendahului perubahan APBD ada tahapannya dan juga harus ada persetujuan anggota dewan. Artinya, untuk membayarkan insentif nakes maka mekanisme anggaran wajib dipatuhi,” ungkap Wiriya usai memenuhi panggilan Ombudsman RI Perwakilan Sumut terkait pengaduan nakes rumah sakit tersebut yang belum dibayarkan, Jumat (19/2).

Kendati demikian, Wiriya mengaku, solusi lain agar insentif nakes segera dibayarkan maka dengan menyurati pemerintah pusat. “Kita akan surati pemerintah pusat bahwasanya dana insentif nakes masih kurang,” ucapnya.

Dijelaskan Wiriya, belum dicairkannya insentif nakes secara penuh hingga Desember 2020 karena anggaran yang ditransfer dari pemerintah pusat bertahap. Dana insentif yang ditransfer tersebut bukan hanya untuk nakes Pirngadi Medan saja, tetapi juga nakes Puskesmas di Medan. “Tahap pertama anggaran turun di bulan Juli 2020 senilai Rp3,7 miliar lebih. Sedangkan tahap kedua tanggal 26 Oktober sebesar Rp2,5 miliar lebih dan ketiga pada 23 Desember sebesar Rp9 miliar lebih,” terangnya.

Wiriya menyebutkan, dana tahap pertama senilai Rp3,7 miliar lebih itu sudah ditransfer ke rekening masing-masing nakes Pirngadi dan Puskesmas tetapi tidak sama. “Jadi, insentif yang dibisa dibayarkan baru 2 bulan (Maret-April) untuk nakes Pirngadi dan 3 bulan (Maret-April-Mei) untuk nakes Puskesmas. Kenapa tidak sama, karena kalau dibayarkan 3 bulan untuk nakes Pirngadi maka akan kurang anggarannya sehingga diputuskan hanya 2 bulan,” ungkap dia.

Sekda menuturkan, dana tahap kedua sebesar Rp2,5 miliar lebih belum dibayarkan. Padahal, dana ini bisa untuk membayarkan periode bulan 3 untuk nakes Pirngadi dan bulan 4 nakes Puskesmas. “Dana ini semestinya sudah bisa dibayarkan untuk insentif nakes karena rata-ratanya Rp1,5 miliar lebih perbulan kebutuhannya. Namun, berdasarkan DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) ternyata masih belum bisa,” tutur Wiriya.

Dia menjabarkan, pada DPA diuraikan untuk honor atau insentif ASN dan ada juga insentif untuk Non-ASN. Ternyata, yang diajukan itu berbeda karena (akumulasi insentif) lebih besar dari DPA, sehingga DPA harus dirubah.

“Perubahan DPA ini tidak bisa langsung karena menyangkut perubahan anggaran (APBD), apalagi sudah disahkan pada 16 Desember 2020. Selain itu, oleh BPKAD sudah diterbitkan SPD-nya (Surat Perintah Dibayarkan). Jadi, mungkin disitulah terjadi kesilapan itu. Dinas Kesehatan Kota Medan melihat, kok di sistem belum padahal sudah ada sehingga belum terbayarkan untuk insentif nakes,” paparnya.

Terkait dana tahap ketiga yang diterima Rp9 miliar, Wiriya mengatakan, juga tidak bisa langsung disalurkan. Sebab, dana itu masuk ke kas Pemko Medan pada 23 Desember 2020 sebesar Rp9 miliar. “Bisa dibayangkan, tanggal 24 dan 25 Desember sudah libur lalu masuk kerja kembali tanggal 27 sampai 30 Desember. Di sisi lain, sewaktu masuk anggaran ini, pada pengesahan APBD 2021 belum ada sehingga harus dimasukkan lagi di perubahan APBD. Dan, ini baru bisa dirubah APBD di tanggal 30 Desember. Inilah (dana insentif Rp9 miliar) yang sempat masuk tetapi belum terbayarkan. Uang APBN sudah masuk, tapi masuknya sangat telat. Uang ini semua ada di kas Pemko Medan,” beber dia.

Wiriya menegaskan, insentif atau hak nakes tidak akan hilang karena uangnya di kas Pemko Medan. Tetapi, dari rekap kebutuhan untuk membayar insentif nakes Pirngadi totalnya sekitar Rp27 miliar lebih. Sementara, yang baru dikasih oleh pemerintah pusat hanya Rp15 miliar lebih. Artinya, masih ada kurang sekitar Rp12 miliar.

“Uang Rp15 miliar lebih itu hanya bisa membayar insentif sampai bulan September. Sedangkan Oktober hingga Desember belum ada dikirim. Pengajuan dana insentif nakes tersebut tidak ada diajukan pemerintah daerah ke pemerintah pusat. Dana tersebut langsung ditransfer pemerintah pusat, bentuknya semacam dana hibah,” cetusnya.

Disinggung kenapa tidak menyesuaikan besaran dana yang ditransfer pemerintah pusat, Wiriya mengaku tidak bisa dilakukan karena sudah ada juknisnya. Dia menyatakan, pihaknya tidak mungkin melakukan penyesuaian dengan anggaran yang diterima dari pemerintah pusat. “Dari data rekapitulasi yang diajukan Pirngadi untuk pencairan insentif nakes setiap bulannya meningkat. Contohnya, bulan Maret hanya Rp833 juta, April Rp1,2 miliar, Mei Rp1,5 lebih, puncaknya September Rp2,7 miliar lebih. Dari segi juknis, berpedoman dari kasus Covid-19 yang ada,” ujarnya.

Ditanya kenapa tidak menggunakan dana dari refocusing, Wiriya juga mengaku hal itu tidak bisa dilakukan. “Uang kita kan ada dari refocusing atau BTT (Belanja Tidak Terduga). Awalnya kebijakan itu pemerintah daerah yang membayar, sehingga kami sudah siap untuk membayarkan itu. Namun, ternyata keluar lagi kebijakan bahwa insentif jasa Covid-19 nakes ditanggung oleh pemerintah pusat,” ujarnya lagi.

Ia menambahkan, insentif yang diterima oleh nakes itu bervariasi, tergantung dari jumlah kasus pasien yang ditangani. Jadi, beda-beda setiap nakes menerima insentif perbulannya, tidak sama semua. Dengan kata lain, tidak tetap setiap nakes menerima insentif perbulan. “Data-data nakes yang menangani pasien Covid-19 tersebut direkap oleh Pirngadi dan kemudian disampaikan ke Dinas Kesehatan Kota Medan untuk diverifikasi serta divalidasi,” pungkasnya.

Sementara, Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan Edwin Effendi mengatakan, jumlah nakes yang diajukan rumah sakit untuk mendapatkan insentif bervariasi atau tidak tetap setiap bulannya. “Jumlah nakes bervariasi setiap bulan sekitar 50 orang lebih yang menerima insentif. Besaran insentif juga bervariasi, tergantung dari kasus pasien Covid-19 yang ditangani nakes,” kata Edwin yang juga memenuhi panggilan Ombudsman Sumut

Dia memastikan, apa yang menjadi hak nakes tetap akan dibayarkan. Hanya saja, tinggal persoalan waktu sehingga mohon bersabar kepada para nakes. “Dana insentif yang sudah ditransfer dari pemerintah pusat menjadi SILPA, tetapi tetap merupakan hak nakes dan kita lakukan upaya percepatan agar segera dicairkan,” ujarnya.

Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Medan, Irma Suryani mengatakan jika pada Bulan Mei 2020, jumlah tenaga kesehatan Covid-19 di Rumah Sakit Pirngadi ada sebanyak 74 orang, dengan rincian 19 orang dokter umum dan spesialis dan 55 orang perawat. “Ini contoh saja, bulan depannya bisa lebih banyak atau lebih sedikit. Tergantung jumlah kasusnya,” kata Irma.

Sementara untuk jumlah insentif yang dibutuhkan oleh RS Pirngadi Medan untuk nakes Covid-19 yakni sebesar Rp27 miliar, namun jumlah dana yang dikirimkan oleh Kementrian Kesehatan hanya sebesar Rp15 miliar, atau minus Rp12 miliar. “Seperti yang sudah dijelaskan tadi, itu dananya masuk ke pos SILPA, baru bisa dicairkan dengan mekanisme yang semestinya,” ucapnya.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar mengatakan, berdasarkan penjelasan yang disampaikan dari Sekda Kota Medan maupun kepala Dinas Kesehatan bahwasanya dugaan awal adanya tata kelola yang tidak baik di dinas tersebut semakin menguat. “Uang insentif nakes sudah ada tetapi belum bisa dibayarkan dan menjadi SILPA. Kenapa bisa terjadi, hal itu karena ada tata kelola yang tidak baik di dinas kesehatan,” ucapnya.

Menurut Abyadi, pada intinya hak nakes tetap akan dibayarkan tetapi harus melalui mekanisme penggunaan anggaran. Untuk itu, pihaknya terus mengawal sampai nakes menerima insentif mereka. “Setelah melakukan beberapa pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait, selanjutnya akan disusun laporan dan nantinya dapat dijadikan saran atau rekomendasi yang harus diperbaiki Pemko Medan atau Dinas Kesehatan,” pungkasnya. (ris/map/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/