26 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Medan Masih Zona Merah Covid-19, IDI: Disiplin Prokes, Pandemi Belum Berakhir

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kota Medan masih menjadi salah satu wilayah zona merah (risiko tinggi) penyebaran Covid-19. Masalah kesadaran dinilai merupakan faktor penyebab zona merah tersebut.

Ketua IDI Cabang Medan, dr Wijaya Juwarna SpTHT-KL mengatakan, ada banyak faktor (multifaktor) yang menyebabkan Kota Medan tak kunjung keluar dari zona merah. Pertama, kurangnya kesadaran bahwa pandemi Covid-19 belum berakhir.

“Saya menilai kondisi saat ini (Medan zona merah) cenderung gelombang kedua, karena tenaga kesehatan makin banyak yang dirawat. Jumlah tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19 juga masih banyak. Artinya, hal ini menjadi peringatan dini bagi masyarakat untuk tetap menerapkan protokol kesehatan,” ungkap Wijaya, Senin (19/4).

Dikatakan dia, tenaga kesehatan yang memiliki kesadaran tinggi terhadap protokol kesehatan saja bisa terkena. Apalagi yang kesadarannya kurang. “Itulah multifaktor, masalah kesadaran,” ucapnya.

Wijaya juga mengatakan, pengawalan regulasi mengenai pembatasan kegiatan masyarakat juga harus dilakukan dengan ketat. Di sisi lain, masih bercampurnya siklus perawatan pasien Covid-19 di rumah sakit dengan non Covid-19.

“Kemudian, pengawalan regulasi yang ada. Mungkin di rumah sakit, apalagi rumah sakit rata-rata bangunan bertingkat yang merawat pasien Covid dan non Covid. Sementara lalu lintas yang digunakan sama. Jalan yang bersilangan, itu ‘kan sering bertemu di situ. Artinya kalau tidak diawasi dengan baik, jalur-jalur lalu lintas rumah sakit itu rentan terhadap penyebaran virus. Dengan kata lain, viral load (beban virus) itu makin tinggi,” ungkapnya lagi.

Kendati demikian, kata Wijaya, Kota Medan masih memungkinkan untuk keluar dari zona merah. Hal ini kembali kepada kesadaran masyarakat terhadap pandemi Covid-19. “Yang paling penting bagaimana kita menyadari bahwa kita datang dan kembali kepada Allah. Saya yakin itu, kita yakinkan diri kita bahwa kita datang dan kembali kepada pencipta kita,” sebutnya.

Di samping itu, secara keilmuan tentunya proteksi diri dan waspada. “Protokol kesehatan, karena ada juga yang kecemasan terhadap kematian terlalu tinggi, jadi begitu dia kena Covid ditambah kecemasan yang meningkat, imunnya malah makin rendah. Artinya kadar keimanan dan usaha kita itu harus sejalan,” terang Wijaya.

Tak kalah penting agar Kota Medan bisa bebas dari zona merah, lanjut dia, adalah kesadaran bahwa pandemi Covid-19 belum berakhir. “Kesadaran baik di masyarakat, tenaga kesehatan, pemerintah, dan juga unsur terkait. Artinya pribadi-pribadi harus menyadari bahwa pandemi ini belum berakhir bahkan cenderung gelombang kedua,” tegas dia.

Wijaya menambahkan, jangan merasa sangat sempurna, misalnya telah mendapat vaksin, sehingga mengabaikan protokol kesehatan. “Vaksin tidak bisa menghindari kematian. Jangan berpikir dengan vaksin bisa menghindari kematian akibat Covid-19,” tukasnya. (ris)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kota Medan masih menjadi salah satu wilayah zona merah (risiko tinggi) penyebaran Covid-19. Masalah kesadaran dinilai merupakan faktor penyebab zona merah tersebut.

Ketua IDI Cabang Medan, dr Wijaya Juwarna SpTHT-KL mengatakan, ada banyak faktor (multifaktor) yang menyebabkan Kota Medan tak kunjung keluar dari zona merah. Pertama, kurangnya kesadaran bahwa pandemi Covid-19 belum berakhir.

“Saya menilai kondisi saat ini (Medan zona merah) cenderung gelombang kedua, karena tenaga kesehatan makin banyak yang dirawat. Jumlah tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19 juga masih banyak. Artinya, hal ini menjadi peringatan dini bagi masyarakat untuk tetap menerapkan protokol kesehatan,” ungkap Wijaya, Senin (19/4).

Dikatakan dia, tenaga kesehatan yang memiliki kesadaran tinggi terhadap protokol kesehatan saja bisa terkena. Apalagi yang kesadarannya kurang. “Itulah multifaktor, masalah kesadaran,” ucapnya.

Wijaya juga mengatakan, pengawalan regulasi mengenai pembatasan kegiatan masyarakat juga harus dilakukan dengan ketat. Di sisi lain, masih bercampurnya siklus perawatan pasien Covid-19 di rumah sakit dengan non Covid-19.

“Kemudian, pengawalan regulasi yang ada. Mungkin di rumah sakit, apalagi rumah sakit rata-rata bangunan bertingkat yang merawat pasien Covid dan non Covid. Sementara lalu lintas yang digunakan sama. Jalan yang bersilangan, itu ‘kan sering bertemu di situ. Artinya kalau tidak diawasi dengan baik, jalur-jalur lalu lintas rumah sakit itu rentan terhadap penyebaran virus. Dengan kata lain, viral load (beban virus) itu makin tinggi,” ungkapnya lagi.

Kendati demikian, kata Wijaya, Kota Medan masih memungkinkan untuk keluar dari zona merah. Hal ini kembali kepada kesadaran masyarakat terhadap pandemi Covid-19. “Yang paling penting bagaimana kita menyadari bahwa kita datang dan kembali kepada Allah. Saya yakin itu, kita yakinkan diri kita bahwa kita datang dan kembali kepada pencipta kita,” sebutnya.

Di samping itu, secara keilmuan tentunya proteksi diri dan waspada. “Protokol kesehatan, karena ada juga yang kecemasan terhadap kematian terlalu tinggi, jadi begitu dia kena Covid ditambah kecemasan yang meningkat, imunnya malah makin rendah. Artinya kadar keimanan dan usaha kita itu harus sejalan,” terang Wijaya.

Tak kalah penting agar Kota Medan bisa bebas dari zona merah, lanjut dia, adalah kesadaran bahwa pandemi Covid-19 belum berakhir. “Kesadaran baik di masyarakat, tenaga kesehatan, pemerintah, dan juga unsur terkait. Artinya pribadi-pribadi harus menyadari bahwa pandemi ini belum berakhir bahkan cenderung gelombang kedua,” tegas dia.

Wijaya menambahkan, jangan merasa sangat sempurna, misalnya telah mendapat vaksin, sehingga mengabaikan protokol kesehatan. “Vaksin tidak bisa menghindari kematian. Jangan berpikir dengan vaksin bisa menghindari kematian akibat Covid-19,” tukasnya. (ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/