MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kabar cukup menggembirakan datang dari data penanganan pasien yang terpapar Covid-19 di Sumut. Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Sumut, hingga Selasa (19/5), jumlah pasien Covid-19 yang sembuh bertambah signifikan. Namun di samping itu, jumlah pasien positif Covid-19, pasien dalam pengawasan (PDP) hingga pasien yang meninggal dunia akibat Covid-19 juga ikut bertambah.
Juru Bucara (Jubir) GTPP Covid-19 Sumut dr Aris Yudhariansyah mengatakan, pasien sembuh dari virus corona saat ini berjumlah 74 orang. Sedangkan pada hari sebelumnya berjumlah 58 orang. “Ada penambahan 16 pasien baru yang sembuh Covid-19 dari hari sebelumnya,” ujar Aris saat memberikan keterangan persnya melalui video streaming Youtube, Selasa (19/5).
Disebutkan Aris, untuk jumlah pasien positif Covid-19 saat ini sebanyak 235 orang, artinya, terjadi peningkatan 10 orang dari hari sebelumnya yang berjumlah 225 orang. Kemudian, jumlah PDP sebanyak 204 orang, meningkat 12 orang dari hari sebelumnya sebanyak 192 orang. Selanjutnya, pasien meninggal dunia akibat Covid-19 menjadi 29 orang dari sebelumnya 27 orang. “Data-data tersebut menggambarkan sangat tegas dan bisa kita lihat, penambahan kasus baru masih terus terjadi. Pembawa virus (corona) masih berada di tengah-tengah kita dan inilah yang dimaksud dengan orang tanpa gejala atau OTG,” ucapnya.
Lebih lanjut Aris mengatakan, menjelang berakhirnya puasa Ramadan tahun ini, umat Islam bersiap merayakan Idul Fitri 1441 Hijriah. Salah satu ibadah saat hari raya tersebut adalah salat idul Fitri, dan biasanya dilanjutkan dengan silaturahmi. Untuk itu, diminta pelaksanaan salat Idul Fitri ini hendaknya dijalankan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat demi kemaslahatan umat Islam.
“Dalam pelaksanaan salat Idul Fitri, diimbau umat Islam menjalani ketentuan yang telah disampaikan dari Kementerian Agama dan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang bertujuan untuk melindungi nyawa dan jiwa umat manusia Indonesia,” ujarnya.
Disampaikan dia, fatwa tentang panduan salat Idul Fitri di masa pandemi Covid-19 ini dijelaskan oleh MUI dalam fatwa Nomor 28/2020, bahwa salat di rumah atau di masjid bisa dilakukan para muslim di Indonesia. “Salat Idul Fitri dapat dilakukan di rumah manakala kita berada di kawasan penyebaran Covid-19 yang belum terkendali. Selain berjamaah, salat di rumah juga dapat dilakukan sendiri-sendiri,” cetusnya.
Aris menambahkan, masyarakat sudah banyak berubah mulai dari menyadari pentingnya pelaksanaan pola hidup bersih dan sehat. Kemudian, sudah mulai membiasakan mencuci tangan dengan menggunakan sabun. Selain itu, membiasakan apabila terpaksa harus keluar rumah dengan memakai masker dan bahkan tidak nyaman apabila terdapat di tengah-tengah kerumunan. “Inilah harus yang dipertahankan dan dibudayakan, semua ini semata-mata ingin memutuskan rantai penularan Covid-19,” tukasnya.
Pemerintah Harus Jamin Ketersediaan Pangan
Sementara dari talkshow di Media Center GTPP Covid-19 Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro Medan, Selasa (19/5), Koordinator Bidang Pertanian dan Kehutanan Dewan Riset Daerah Sumut, Basyaruddin mengatakan, pemerintah harus memerhatikan berbagai aspek mulai dari produksi pangan hingga distribusinya ketika seluruh elemen masyarakat untuk memulai hidup berdampingan dengan Covid-19. Dikatakannya, pemerintah harus menjamin ketersediaan pangan. Seperti kebutuhan beras misalnya, Sumut membutuhkan 160 ribu ton per bulan. Jumlah tersebut harus dipersiapkan jauh-jauh hari. Maka sistem produksi haruslah sangat diperhatikan.
“Jadi di sini saya melihat ini harus dilihat secara sistemik. Ada faktor yang menentukan di sistem produksi sana, misalnya kebutuhan pupuk dalam situasi pandemi ini apakah pupuk itu cukup tersedia,” kata dia saat talkshow di Media Center GTPP Covid-19 Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro Medan, Selasa (19/5).
Belum lagi petani yang semangatnya menurun lantaran pandemi. Menurutnya, di situlah peran penyuluh pertanian memberikan semangat. Selain itu pemerintah juga perlu memberikan stimulus kepada petani. “Kalau petani tak bekerja, tak makan kita ini,” kata Basyaruddin.
Selanjutnya pada proses distribusi, menurutnya pemerintah harus memberi perhatian yang lebih agar tidak ada oknum yang menimbun pangan. “Ini salah satu peran pemerintah melalui OPD yang ada. Peran OPD ini sangatlah strategis dan menentukan.” ujarnya.
Tidak sampai di situ, masyarakat yang selama ini menjadi konsumen juga perlu diedukasi agar dapat menghemat keperluan pangannya. Masyarakat konsumen yang tinggal di perkotaan juga perlu diedukasi agar dapat berpartisipasi bertani atau berkebun di pekarangan rumahnya masing-masing.
Jika bahan pangan kurang, imbuh dia, bisa saja mengganti (diversifikasi) bahan makanan dari yang selama ini dikonsumsi masyarakat ke bahan makanan seperti ubi atau jagung. Namun masyarakat juga harus diedukasi terlebih dahulu sebelum melakukan hal tersebut. “Mengenai diversifikasi pangan, saya pernah mengalami tahun 65 hingga 66 itu makan ubi dengan jagung. Itu perlu latihan juga, misalnya kita di Medan kalau sudah makan pagi sudah sarapan dengan mi instan, tapi kita masih menganggap itu belum makan. Untuk menggeser peranan beras menjadi ubi atau jagung ini perlu juga edukasinya kembali,” tutupnya.
Sebelumnya, Ketua Gugus Tugas Covid-19, Doni Monardo menegaskan menyikapi situasi pandemi ini, masyarakat diharapkan dapat bersikap dan bertindak dalam konteks kedaruratan. Kepentingan keselamatan dan keamanan menjadi panduan dalam setiap aktivitas masyarakat. Ini sejalan dengan UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Kekarantinaan kesehataan yang merujuk pada pintu masuk dan wilayah mencakup pengamatan penyakit dan faktor risiko kesehatan masyarakat terhadap alat angkut, orang, barang dan atau lingkungan, serta respons terhadap kedaruratan kesehatan masyarakat dalam bentuk tindakan kekarantinaaan kesehatan. Tidak hanya itu, dalam koridor kekarantinaan kesehatan, setiap individu wajib mematuhi dan aktif dalam penyelenggaraan kekarantinaan.
“Ini bermakna ada kepentingan yang lebih besar untuk diselenggarakan, yaitu keamanan dan keselamatan. Keputusan ini mendukung beberapa peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu PP Nomor 21/2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), tertanggal 31 Maret 2020,” ujar kepala BNPB dalam pesan digital pada Senin (18/5).
Ia menegaskan bahwa kekarantinaan kesehatan ini adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Harus ada upaya antisipatif dan preventif untuk mencegah risiko penularan virus ke daerah lain, khususnya untuk daerah perbatasan antar wilayah dengan memperhatikan pusat moda transportasi di bandar udara, pelabuhan, stasiun kereta api, terminal bis antar wilayah, serta Pos Lintas Batas Negara.
Tentu, pembatasan sosial berdampak pada perekonomian masyarakat. Dalam konteks ini, pemerintah pusat dan pemda bekerja keras untuk mengurangi dampak, seperti dengan bantuan ataupun stimulus bantuan kepada masyarakat. Doni juga mengimbau semua aparat pemerintah hingga paling bawah, yakni RT/RW untuk membantu terhadap data keluarga yang sungguh-sungguh terdampak. Di sisi lain, kontribusi dan sinergi multipihak untuk membantu masyarakat yang membutuhkan dukungan, khususnya individu dan keluarga dengan tingkat kesejahteraan rendah.
Doni secara serius mengharapkan peran besar masyarakat Indonesia untuk menunjukkan sikap bela negara. Kepatuhan yang tinggi terhadap protokol kesehatan dan implementasi penanganan Covid akan cepat memutus mata rantai penyebaran. Perilaku adaptif dalam menghadapi tatanan kehidupan yang baru atau normal baru harus tetap mempertahankan protokol kesehatan di masa depan. Perilaku hidup sehat dengan memerhatikan 4 sehat 5 sempurna dapat ditransformasikan dengan mengajak untuk menggunakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan, mengonsumsi makanan bergizi, berolah-raga, istirahat, serta tidak panik. (ris/prn)