Kiat Sukses Foren Siregar, Pengusaha Sablon yang Sedang Naik Daun
Dengan usaha yang ulet, tak pernah menyerah untuk belajar, Foren Ardiansyah Siregar berhasil mengangkat kegiatan menyablon sebagai usaha profesional dan menjanjikan. Ilmu tadi pun siap untuk disalurkan bagi siapa saja yang ingin maju dan mandiri.
Ya, demikianlah pria kelahiran Medan 31 tahun silam ini mengawali usaha Studio Sablon 9 miliknya di Jalan Sei Musi No.20A, delapan tahun silam. Harapan untuk mendapat pengetahuan melalui hubungan kerjasama selama ini tak bersambut. Uang sebesar Rp30 juta lebih terbuang untuk hasil yang tidak pernah memuaskan.
“Benar-benar parahlah waktu itu. Padahal selama ini kita bekerjasama dengan mereka untuk menyablon kaos kita. Tapi ketika saya mau belajar mereka tidak pernah memberi yang benaran. Itulah yang saya dapat meskipun sudah terbang ke Bandung sampai Bali,” kenang Foren kepada Sumut Pos, belum lama ini.
Seperti yang dituturkan, Foren yang pernah aktif di dunia skateboard 1997 mulai aktif di bidang usaha ini sejak 2003. Dimulai dengan menjual peralatan dan aksesoris dari olahraga ekstrim tadi, Foren pun mencoba melahirkan logo sendiri. Yaitu Sidewalk yang sempat trend 2003 silam. Ketika itu dirinya bekerjasama dengan perusahaan di Bandung untuk urusan sablon.
Keinginan untuk memiliki usaha sendiri, Foren lalu mencari tahu cara dan teknik menyablon tadi. Perusahaan tempatnya mengorder sablon kaos miliknya diharapkan dapat membantu. Dirinya pun harus sering bepergian untuk dapat melihat langsung proses kerja perusahaan tersebut. Sekembali ke kediamannya, Foren mencoba mempraktikkan apa yang sudah didapat. Sayang, semua percobaan tak bisa memberi hasil yang memuaskan.
Namun alumni Teknik Industri Universitas Sumatera Utara (USU) ini tidak patah semangat. Dari usaha tanpa menyerah, pertanyaan tadi akhirnya terjawab. Semua yang diberikan kepadanya hanyalah bahagian luar tanpa menyentuh inti dari proses sablon. Hal itulah yang kemudian menjadi fokus perhatian Foren. Tidak hanya dalam proses sablon, Foren juga menaruh perhatian pada proses kerja mesin sablon.
Akhirnya tidak hanya proses sablon yang berhasil dipahami juga kinerja mesin sablon yang digunakan. Semua itu pun membuat Foren dapat membuat mesin sablon manual tanpa mengeluarkan modal sebesar membeli mesin yang sudah jadi. Bahkan dari pengalaman yang didapat, Foren mengaku lebih puas dengan kualitas mesin manual dibanding mesin digital.
“Sampai saat ini saya masih menggunakan mesin manual. Hanya saja untuk degradasi yang lebih detail, saya menggunakan mesin DTG (Direct To Garmen) yang hanya ada satu di Kota Medan. Meskipun biaya produksinya lebih besar, tetap kita gunakan untuk memuaskan konsumen,” paparnya.
Selalu menjaga kepercayaan konsumen pun menjadi prinsip Foren menjalankan bisnis sablon miliknya. Bahkan untuk itu suami dari Ni Putu Yurizka ini memantangkan diri untuk menolak permintaan konsumen. Selain itu Foren menawarkan waktu yang lebih cepat untuk pemesanan yang harganya juga dapat dinegosiasikan. “Di bidang jasa seperti ini, menolak konsumen itu paling tidak boleh dilakukan. Kalau harga saya tergantung konsumen. Kalau orangnya enak, kita bisa lebih enak,” tegasnya.
Dengan semua itu, Foren pun berhasil mengembangkan usaha yang dirintis dari nol ini. Saat ini dirinya mencatat total produksi yang dapat dikerjakan mencapai 400 kaos per harinya. Begitu juga dengan bantuan teknologi informasi yaitu internet, Foren mampu mengembangkan pemasarannya hingga ke luar negeri seperti Malaysia dan Australia. “Yang penting kita fokus pada satu bidang seperti sablon kaos. Karena tidak mungkin kita bisa memuaskan semua pihak. Begitu juga teknologi yang sangat besar peranannya. Bahkan sebahagian besar pemasaran saya dari facebook kok,” aku Foren.
Di luar semua itu, pengalaman pahit di awal ternyata tidak dilanjutkan oleh Foren. Justru saat ini dirinya membuka diri untuk berbagi ilmu yang dimiliki. “Ilmu kalau dibagi akan berkembang. Kalau banyak yang buka kan bisa jadi partner. Kita bisa saling berbagi rezeki,” pungkas Foren. (*)