Rapat kerja (Raker) DPRD Kota Medan di Hotel Madani, Senin (17/10) hingga Rabu (19/10) lalu, dinilai amburadul dan terkesan hamburkan uang negara saja. Ditambah lagi, para narasumber yang sengaja diundangn ternyata datang terlambat dan ada juga yang tak datang sama sekali. Kondisi ini membuat para peserta raker yang terdiri dari anggota dewan itu jengah.
Namun, dalam konteks ini yang menjadi pertanyaannya, apa urgensi raker yang menggunakan dana relatif besar yang bersumber dari uang rakyat tersebut?
Berikut petikan wawancara wartawan Harian Sumut Pos Ari Sisworo dengan Analis Politik Asal Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara UMSU) Rafdinal SSos.
Apa pendapat Abang terkait raker DPRD Medan berbiaya Rp200 juta dan terkesan amburadul itu?
Dalam penggunaan anggaran yang bersumber dari APBD, yang notabene merupakan uang rakyat, seharusnya anggaran yang tercantum itu harus dipergunakan sebaik dan semaksimal mungkin. Apalagi ternyata, penyelenggaraan even yang dibiayai dari APBD Kota Medan tersebut tidak berjalan mulus dan tak sesuai harapan. Maka sangat layak, bila realisasi anggaran tersebut dipertanyakan.
Dipertanyakan seperti apa?
Ya, jika penyelenggaraan kegiatan itu tidak memberikan manfaat bagi warga Medan, itu dinamakan pemborosan. Uang rakyat itu tidak boleh hambur-hamburkan begitu saja. Harus termanfaatkan dengan baik, agar ada hasil yang baik pula. Apakah itu semua terealisasi?
Sebagai pihak penyelenggara, Sekretariat Dewan (Sekwan) harus mempertanggungjawabkan itu?
Ya. Tapi jangan lupa, dalam penyelenggaraan sebuah kegiatan, harus ada rekomendasi atau persetujuan dari pimpinan dewan. Sebelum menyetujui, harusnya dipertanyakan dulu konsep yang jelas terhadap kegiatan tersebut. Harus mengikuti konsep efektifitas dan efisiensi. Maka dari itu, sangat layak bila publik meminta transparansi terhadap realisasi kegiatan itu. Dan sangat wajar, bila publik juga mempertanyakan urgensi atau kepentingan dari penyelenggaraan kegiatan itu. Ini harus dijawab pihak panitia, dalam hal ini Sekwan DPRD Medan dan begitu juga dengan pimpinan dewan.
Bagaimana dengan narasumber-narasumber yang tidak hadir?
Sangat disayangkan memang seperti itu, karena biasanya dalam sebuah kegiatan telah dianggarkan dana untuk narasumber. Tapi lebih penting lagi adalah sebuah kekecewaan yang dirasakan peserta kegiatan itu atas ketidakhadiran narasumber. Namun, yang terpenting sebenarnya, anggaran yang semestinya diberikan ke narasumber dan narasumbernya tidak hadir, maka anggaran tersebut harus dikembalikan ke kas daerah karena asal dana penyelenggaraan tersebut dari uang rakyat.(*)