26 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Kak Seto: Ini Tanggung Jawab Sekolah

Kak Seto menyebtu, kasus kekerasan seksuan di SDN Percobaan adalah tanggung jawab pihak sekolah.
Kak Seto menyebtu, kasus kekerasan seksuan di SDN Percobaan adalah tanggung jawab pihak sekolah.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak, Seto Mulyadi. Paria yang akrab disapa Kak Seto ini menegaskan kasus di SDN Percontohan itu sepenuhnya merupakan tanggungjawab sekolah. Hal ini sesuai dengan UU Perlindungan Anak Pasal 54 yang dengan tegas menyatakan, bahwa setiap anak wajib dilindungi dari berbagai tindak kekerasan di lingkungan sekolah, baik oleh guru, pengelola sekolah, dan teman-temannya.

Jika sampai terjadi kekerasan pada anak, baik kekerasan psikologis, fisik, penelantaran terhadap anak didik di sekolah tersebut, maka sekolah harus dituntut.

“Sekolah telah diberikan kewajiban untuk melindungi. Kalau tidak dipenuhi maka mereka harus tanggungjawab,” ungkapnya saat ditemui di Sun Plaza Medan, Sabtu (19/10).

Aksi ketidakterbukaan dan menutup-nutupi kasus ini oleh pihak sekolah dinilai Kak Seto adalah sebuah tindakan yang salah. Baginya, sekolah harus memberikan contoh kepada anak didiknya tentang sebuah kejujuran dan tanggungjawab. Dirinya pun meminta agar pemerintah harus berani memberikan sanksi tegas kepada pihak sekolah. Dirinya pun memberikan contoh kasus kekerasan anak di Jakarta Timur beberapa waktu lalu. Saat itu dengan tegas, Gubernur DKI Jakarta, Jokowi memerintahkan pemecatan kepala sekolahnya.

“Kalau pihak sekolah terbukti lalai dalam menjalankan tanggungjawabnya, artinya harus ada yang dievaluasi. Apakah diberhentikan atau diturunkan jabatannya, yang terpenting harus ada sanksi tegas untuk pihak tersebut. Kemana Kaseknya waktu itu? Kemana gurunya? Ini adalah persoalan keberanian bertindak tegas. Jangan tunggu kejadian berikutnya,”ungkap pria berusia 63 tahun ini.

Kak Seto pun meminta agar korban dan pelaku tidak terlalu diekspos berlebihan. Karena bagi korban, ini akan menjadi tindakan kekerasan kedua baginya. Selain itu akan sangat menggangu pertumbuhan psikis anak. Dirinya menuturkan bahwa pelaku adalah korban dari lingkungan sekitarnya yang tidak kondusif.

Pelampiasan kemarahan kepada anak oleh orangtua dan lingkungannya hanya akan memperkeruh keadaan. Pelampiasan kemarahan tanpa adanya edukasi itu adalah kesalahan. Karena apapun jenis hukumannya, tujuannya adalah agar si anak tidak melanjuti tindakan buruknya itu dan merubah perilakunya. Sehingga dibutuhkan cara yang ramah dalam peneguran kepada anak.

“Kalau nanti dipenjara si anak itu maka dia akan semakin terampil. Seperti yang tertera dalam UU No 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak. Sejauh masih bisa dimediasikan, mendapat didikan dari orangtua, mendapat persetujuan dari orangtua, disiapkan tempat rehabilitasi maka tidak perlu di penjara. Tapi ini semua berdasarkan juga dengan prinsip restorasi justice. Saya teringat kasus anak 8 tahun di Langkat yang dipenjara karena bertengkar dengan temannya. Akhirnya saya datang ke Langkat lalu saya bebaskan dan kembalikan kepada orangtuanya. Saya kee DPR RI meminta agar UU No 1 tahun 2012 itu hukuman pidana anak bukan untuk 8 tahun, tapi 12 tahun. Akhirnya dikabulkan,”ungkapnya.

Ada baiknya juga dikatakan Kak Seto permintaan dikeluarkannya pelaku dari sekolah kurang tepat. Namun si anak lebih tepatnya agar dipindahkan. Karena bagaimana pun juga anak memiliki hak untuk belajar. Home Schooling saat ini adalah pilihan tepat bagi keduanya. Sehingga hak belajarnya tidak terganggu. Selain itu anak akan dapat belajar dengan tenang dan tidak malu. Kak Seto pun berpendapat, bahwa Pemko Medan harus ikut bertanggung jawab dalam pembiayaannya.

“Panggil gurunya ke rumah. Saya rasa ini cara paling tepat untuk saat ini,”ungkapnya. Kak Seto juga mengeluhkan adanya pemaksaan atas kurikulum 2013. Hal ini menyebabkan anak menjadi stres. Ditakutkan anak akan menjadi psikopat karen stres tersebut. Bukan karena kurikulumnya yang salah tapi pemaksaan kurikulum tersebut. “Kurikulum buat anak. Bukan anak buat kurikulum. Guru asal-asal saja mengajar karena tidak mengerti. Karena ada pemaksaan penerapannya. Ini demi siapa saya tidak tahu. Malah ada kiriman di media sosial kepada saya dan Kemendikbud RI yang isinya meminta agar anak-anak didik Indonesia dibebaskan dari kurikulum 2013. Inilah yang menyebabkan guru dan orangtua stres lalu anak jadi korban,”ungkapnya.

Kak Seto pun menambahkan bahwa sangat banyak kasus kekerasan pada anak terjadi di Indonesia. Hanya banyak yang tidak terekspos media karena tidak dilaporkan. Banyak yang menganggap ini adalah aib. Padahal laporan ini sangat baik sekali sebagai intropeksi masyarakat. Berdasarkan data yang ada, kak Seto menyebutkan ada kasus kekerasan anak terjadi 2500 kasus tiap tahunnya di Indonesia. Jumlah ini dinilai sedikit daripada total penduduk Indonesia sebanyak 250 juta jiwa. Sementara di Inggris ada 300 ribu kasus tiap tahunnya. Padahal jumlah penduduk di sana sekitar 65 juta saja.

“Banyak yang belum melapor. Ini seperti gunung es. Kita lihat permukaannya tapi di dalamnya lita nggak tahu apa isinya. Yang pasti ayo kita berani lakukan gerakan nasional, stop kekerasan pada anak,” imbaunya. terpisah, Sri terlihat lemah saat POSMETRO MEDAN menghubunginya, Sabtu (18/10). Dirinya menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan padanya. Namun ada serpih-serpih kesedihan dibalik ketegaran hatinya dari suaranya. Dari balik telepon, Sri mengatakan bahwa saat ini anaknya N, sedang ditangani oleh tantenya yang seorang psikolog. “N sehat. Dia lagi ditangani tantenya yang psikolog,”ungkapnya. Sri juga mengatakan bahwa, N akan mengikuti home schoolling mulai Senin (20/10). Pengajarnya berasal dari SDN Percontohan. “Jadi mungkin Senin dia home schooling. Guru dari sekolah yang datang ke rumah nanti,”ujarnya. (win/dik/smg/deo)

Kak Seto menyebtu, kasus kekerasan seksuan di SDN Percobaan adalah tanggung jawab pihak sekolah.
Kak Seto menyebtu, kasus kekerasan seksuan di SDN Percobaan adalah tanggung jawab pihak sekolah.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak, Seto Mulyadi. Paria yang akrab disapa Kak Seto ini menegaskan kasus di SDN Percontohan itu sepenuhnya merupakan tanggungjawab sekolah. Hal ini sesuai dengan UU Perlindungan Anak Pasal 54 yang dengan tegas menyatakan, bahwa setiap anak wajib dilindungi dari berbagai tindak kekerasan di lingkungan sekolah, baik oleh guru, pengelola sekolah, dan teman-temannya.

Jika sampai terjadi kekerasan pada anak, baik kekerasan psikologis, fisik, penelantaran terhadap anak didik di sekolah tersebut, maka sekolah harus dituntut.

“Sekolah telah diberikan kewajiban untuk melindungi. Kalau tidak dipenuhi maka mereka harus tanggungjawab,” ungkapnya saat ditemui di Sun Plaza Medan, Sabtu (19/10).

Aksi ketidakterbukaan dan menutup-nutupi kasus ini oleh pihak sekolah dinilai Kak Seto adalah sebuah tindakan yang salah. Baginya, sekolah harus memberikan contoh kepada anak didiknya tentang sebuah kejujuran dan tanggungjawab. Dirinya pun meminta agar pemerintah harus berani memberikan sanksi tegas kepada pihak sekolah. Dirinya pun memberikan contoh kasus kekerasan anak di Jakarta Timur beberapa waktu lalu. Saat itu dengan tegas, Gubernur DKI Jakarta, Jokowi memerintahkan pemecatan kepala sekolahnya.

“Kalau pihak sekolah terbukti lalai dalam menjalankan tanggungjawabnya, artinya harus ada yang dievaluasi. Apakah diberhentikan atau diturunkan jabatannya, yang terpenting harus ada sanksi tegas untuk pihak tersebut. Kemana Kaseknya waktu itu? Kemana gurunya? Ini adalah persoalan keberanian bertindak tegas. Jangan tunggu kejadian berikutnya,”ungkap pria berusia 63 tahun ini.

Kak Seto pun meminta agar korban dan pelaku tidak terlalu diekspos berlebihan. Karena bagi korban, ini akan menjadi tindakan kekerasan kedua baginya. Selain itu akan sangat menggangu pertumbuhan psikis anak. Dirinya menuturkan bahwa pelaku adalah korban dari lingkungan sekitarnya yang tidak kondusif.

Pelampiasan kemarahan kepada anak oleh orangtua dan lingkungannya hanya akan memperkeruh keadaan. Pelampiasan kemarahan tanpa adanya edukasi itu adalah kesalahan. Karena apapun jenis hukumannya, tujuannya adalah agar si anak tidak melanjuti tindakan buruknya itu dan merubah perilakunya. Sehingga dibutuhkan cara yang ramah dalam peneguran kepada anak.

“Kalau nanti dipenjara si anak itu maka dia akan semakin terampil. Seperti yang tertera dalam UU No 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak. Sejauh masih bisa dimediasikan, mendapat didikan dari orangtua, mendapat persetujuan dari orangtua, disiapkan tempat rehabilitasi maka tidak perlu di penjara. Tapi ini semua berdasarkan juga dengan prinsip restorasi justice. Saya teringat kasus anak 8 tahun di Langkat yang dipenjara karena bertengkar dengan temannya. Akhirnya saya datang ke Langkat lalu saya bebaskan dan kembalikan kepada orangtuanya. Saya kee DPR RI meminta agar UU No 1 tahun 2012 itu hukuman pidana anak bukan untuk 8 tahun, tapi 12 tahun. Akhirnya dikabulkan,”ungkapnya.

Ada baiknya juga dikatakan Kak Seto permintaan dikeluarkannya pelaku dari sekolah kurang tepat. Namun si anak lebih tepatnya agar dipindahkan. Karena bagaimana pun juga anak memiliki hak untuk belajar. Home Schooling saat ini adalah pilihan tepat bagi keduanya. Sehingga hak belajarnya tidak terganggu. Selain itu anak akan dapat belajar dengan tenang dan tidak malu. Kak Seto pun berpendapat, bahwa Pemko Medan harus ikut bertanggung jawab dalam pembiayaannya.

“Panggil gurunya ke rumah. Saya rasa ini cara paling tepat untuk saat ini,”ungkapnya. Kak Seto juga mengeluhkan adanya pemaksaan atas kurikulum 2013. Hal ini menyebabkan anak menjadi stres. Ditakutkan anak akan menjadi psikopat karen stres tersebut. Bukan karena kurikulumnya yang salah tapi pemaksaan kurikulum tersebut. “Kurikulum buat anak. Bukan anak buat kurikulum. Guru asal-asal saja mengajar karena tidak mengerti. Karena ada pemaksaan penerapannya. Ini demi siapa saya tidak tahu. Malah ada kiriman di media sosial kepada saya dan Kemendikbud RI yang isinya meminta agar anak-anak didik Indonesia dibebaskan dari kurikulum 2013. Inilah yang menyebabkan guru dan orangtua stres lalu anak jadi korban,”ungkapnya.

Kak Seto pun menambahkan bahwa sangat banyak kasus kekerasan pada anak terjadi di Indonesia. Hanya banyak yang tidak terekspos media karena tidak dilaporkan. Banyak yang menganggap ini adalah aib. Padahal laporan ini sangat baik sekali sebagai intropeksi masyarakat. Berdasarkan data yang ada, kak Seto menyebutkan ada kasus kekerasan anak terjadi 2500 kasus tiap tahunnya di Indonesia. Jumlah ini dinilai sedikit daripada total penduduk Indonesia sebanyak 250 juta jiwa. Sementara di Inggris ada 300 ribu kasus tiap tahunnya. Padahal jumlah penduduk di sana sekitar 65 juta saja.

“Banyak yang belum melapor. Ini seperti gunung es. Kita lihat permukaannya tapi di dalamnya lita nggak tahu apa isinya. Yang pasti ayo kita berani lakukan gerakan nasional, stop kekerasan pada anak,” imbaunya. terpisah, Sri terlihat lemah saat POSMETRO MEDAN menghubunginya, Sabtu (18/10). Dirinya menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan padanya. Namun ada serpih-serpih kesedihan dibalik ketegaran hatinya dari suaranya. Dari balik telepon, Sri mengatakan bahwa saat ini anaknya N, sedang ditangani oleh tantenya yang seorang psikolog. “N sehat. Dia lagi ditangani tantenya yang psikolog,”ungkapnya. Sri juga mengatakan bahwa, N akan mengikuti home schoolling mulai Senin (20/10). Pengajarnya berasal dari SDN Percontohan. “Jadi mungkin Senin dia home schooling. Guru dari sekolah yang datang ke rumah nanti,”ujarnya. (win/dik/smg/deo)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/