32 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Evaluasi Pelaksanaan MoU APIP dan APH se-Sumut, Kemendagri Nilai Koordinasi & Komunikasi Masih Lemah

Prans Hasibuan/sumut pos
RAPAT EVALUASI: Suasana acara Rapat Evaluasi Pelaksanaan Perjanjian Kerja sama (MoU) APIP dengan APH di Convention Hotel Tiara Medan, Rabu (20/2).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kementerian Dalam Negeri menyayangkan lemahnya komunikasi dan koordinasi yang terjalin sejauh ini antara Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dengan Aparat Penegak Hukum (APH).

Padahal sudah ada ketentuan dan kesepakatan yang terbangun sebelumnya, bahwa APIP dan APH mesti melakukan pertemuan secara berkala.

“Minimal tiga bulan sekali. Amatan kami tidak ada terlihat pertemuan berkala antara APIP dan APH. Hal kedua, kita memang belum lahirkan SOP (Standar Operasional Prosedur), tapi insyaallah saat ini naskah final segera diterbitkan,” kata Inspektur II Kemendagri, Sugeng Hariono saat acara Evaluasi Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama (MoU) APIP dengan APH Terkait Penanganan Laporan dan Pengaduan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota se Sumatera Utara 2019 di Convention Hotel Tiara Medan, Rabu (20/2).

Turut hadir dalam acara, sebagai leading sector Inspektur Provinsi Sumut, OK Hendry, Koordinator Bidang Pidsus Kejatisu, Sarjono Turip, Dirkrimsus Poldasu, Kombes Pol Rony Samtama, sejumlah kepala daerah se Sumut, para Kapolres di jajaran Poldasu, para Kasipidsus se jajaran Kejatisu, para inspektur se Sumur dan sejumlah pimpinan OPD Pemprovsu, pemkab dan pemko se-Sumut.

Sugeng Hariono mengatakan, setelah forum ini akan ada pertemuan lanjutan yang langsung dikomandoi presiden di Jakarta, guna menyinergikan APIP dan APH agar dalam implementasi tugas dan tanggung jawabnya tidak tumpang tindih atau jalan sendiri-sendiri.

“Selanjutnya nanti kami transfer ke satu sistem informasi secara online. Rencana kita pada 20 Maret (SOP) terkait ini akan diluncurkan. Apalagi ini kan berawal dari arahan presiden pada 2015. Dan dalam waktu dekat presiden akan kumpulkan kita untuk evaluasi. Salah satu yang dibahas adalah evaluasi kita atas arahan presiden tersebut,” katanya.

Selain pertemuan APIP dan APH yang belum rutin, menurut pihaknya, Forkompimda se Sumut juga belum melakukan pembahasan secara berkala tentang sinergitas keduanya, sehingga pelaksanaan penegakkan hukum dapat berjalan maksimal yang dimulai dari laporan pengaduan masyarakat (dumas).

“Idealnya dumas bisa disampaikan kepada tiga pihak, baik Inspektorat, polisi ataupun kejaksaan. Lingkup ketiga dari kerjasama kita ini sudah sama-sama kita ketahui dan tinggal dimatangkan dengan adanya SOP. Disisi lain, APIP harusnya dapat memberikan pendapat ke APH untuk menyikapi setiap dumas. Pada forum ini kita akan sepakati agar nantinya dilaporkan dalam forum nasional yang akan dipimpin presiden,” pungkasnya.

Kombes Pol Rony Samtama menegaskan, dalam konteks menyikapi dumas dan penegakkan hukum, kehadiran polisi bukan untuk merusak melainkan memperbaiki. Hemat dia, ada sejumlah hal yang perlu dicermati dari sinergitas APIP dan APH di Sumut sejauh ini.

“Pertama soal kompetensi antara APIP dan APH. Menurut saya banyak penyebabnya. Kalau kami sudah ada pelatihan dan training khusus untuk ini. Kami juga pelatihannya simultan dan konsisten. Sementara banyak teman-teman di APIP tidak berani (dalam penegakkan hukum). Ini yang perlu nanti dilaporkan ke pusat,” katanya.

Masalah kedua, lanjutnya, tak bisa dipungkiri karir ASN sebagai pejabat Inspektorat tidak bertahan lama. Padahal sebelumnya pejabat itu sudah ikut pelatihan dimana-mana, namun ketika ganti kepala daerah justru dipindah ke instansi lain. “Ketiga selain kuantitas dan kompetensi, ada sebuah pandangan mereka anggap Inspektorat tidak perlu dipintarkan. Karena kalau dia tak punya kemampuan dia lebih baik supaya bisa digiring. Padahal kalau inspektur punya kemampuan baik justru menjadi nilai plus bagi kepala daerahnya. Masalah lain yaitu anggaran operasional APIP. Dalam beberapa kesempatan kami lemparkan dumas mereka bilang anggaran sudah habis. Padahal dumas ini penting. Kita bisa dianggap prokorupsi kalau tidak menindaklanjuti dumas tersebut,” katanya.

Menjawab itu, OK Hendry menyampaikan sebenarnya soal dumas mereka terkadang dapat dari pusat, yakni kementerian/lembaga. Ia mengingatkan para kepala daerah yang hadir agar kedepan memberikan porsi anggaran lebih besar untuk APIP.

“APIP harusnya diprioritaskan karena dia sebagai ujung tombak. Terkadang APIP daerah ini tidak independen. Selain itu, kewenangannya pun terbatas. Maunya kedepan dia bisa langsung koordinasi ke Kemendagri atau minimal gubernur,” katanya seraya berharap SOP segera dibuat sehingga pihaknya bisa langsung tindak lanjuti di daerah.

Tentang kualitas APIP, OK mengamini kalau terlalu banyak tuntutan yang dirasakan APIP. Selain menindaklanjuti setiap dumas juga melakukan reviev atas anggaran dan lainnya.

“Perlu saya ingatkan ketika penandatanganan MoU, kita lebih banyak fokus di pencegahan saja. Sebab di Mabes Polri sendiri keluarkan anggaran Rp15 juta untuk satu perkara. Sementara objek yang disasar nilai korupsinya dibawah itu. Sebenarnya prinsipnya uang negara harus menjadi prioritas, bukan untuk menjaring orang sebanyak-banyaknya. Saya kira ini bisa jadi bahan pertimbangan kita bersama,” katanya. (prn/ila)

Prans Hasibuan/sumut pos
RAPAT EVALUASI: Suasana acara Rapat Evaluasi Pelaksanaan Perjanjian Kerja sama (MoU) APIP dengan APH di Convention Hotel Tiara Medan, Rabu (20/2).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kementerian Dalam Negeri menyayangkan lemahnya komunikasi dan koordinasi yang terjalin sejauh ini antara Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dengan Aparat Penegak Hukum (APH).

Padahal sudah ada ketentuan dan kesepakatan yang terbangun sebelumnya, bahwa APIP dan APH mesti melakukan pertemuan secara berkala.

“Minimal tiga bulan sekali. Amatan kami tidak ada terlihat pertemuan berkala antara APIP dan APH. Hal kedua, kita memang belum lahirkan SOP (Standar Operasional Prosedur), tapi insyaallah saat ini naskah final segera diterbitkan,” kata Inspektur II Kemendagri, Sugeng Hariono saat acara Evaluasi Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama (MoU) APIP dengan APH Terkait Penanganan Laporan dan Pengaduan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota se Sumatera Utara 2019 di Convention Hotel Tiara Medan, Rabu (20/2).

Turut hadir dalam acara, sebagai leading sector Inspektur Provinsi Sumut, OK Hendry, Koordinator Bidang Pidsus Kejatisu, Sarjono Turip, Dirkrimsus Poldasu, Kombes Pol Rony Samtama, sejumlah kepala daerah se Sumut, para Kapolres di jajaran Poldasu, para Kasipidsus se jajaran Kejatisu, para inspektur se Sumur dan sejumlah pimpinan OPD Pemprovsu, pemkab dan pemko se-Sumut.

Sugeng Hariono mengatakan, setelah forum ini akan ada pertemuan lanjutan yang langsung dikomandoi presiden di Jakarta, guna menyinergikan APIP dan APH agar dalam implementasi tugas dan tanggung jawabnya tidak tumpang tindih atau jalan sendiri-sendiri.

“Selanjutnya nanti kami transfer ke satu sistem informasi secara online. Rencana kita pada 20 Maret (SOP) terkait ini akan diluncurkan. Apalagi ini kan berawal dari arahan presiden pada 2015. Dan dalam waktu dekat presiden akan kumpulkan kita untuk evaluasi. Salah satu yang dibahas adalah evaluasi kita atas arahan presiden tersebut,” katanya.

Selain pertemuan APIP dan APH yang belum rutin, menurut pihaknya, Forkompimda se Sumut juga belum melakukan pembahasan secara berkala tentang sinergitas keduanya, sehingga pelaksanaan penegakkan hukum dapat berjalan maksimal yang dimulai dari laporan pengaduan masyarakat (dumas).

“Idealnya dumas bisa disampaikan kepada tiga pihak, baik Inspektorat, polisi ataupun kejaksaan. Lingkup ketiga dari kerjasama kita ini sudah sama-sama kita ketahui dan tinggal dimatangkan dengan adanya SOP. Disisi lain, APIP harusnya dapat memberikan pendapat ke APH untuk menyikapi setiap dumas. Pada forum ini kita akan sepakati agar nantinya dilaporkan dalam forum nasional yang akan dipimpin presiden,” pungkasnya.

Kombes Pol Rony Samtama menegaskan, dalam konteks menyikapi dumas dan penegakkan hukum, kehadiran polisi bukan untuk merusak melainkan memperbaiki. Hemat dia, ada sejumlah hal yang perlu dicermati dari sinergitas APIP dan APH di Sumut sejauh ini.

“Pertama soal kompetensi antara APIP dan APH. Menurut saya banyak penyebabnya. Kalau kami sudah ada pelatihan dan training khusus untuk ini. Kami juga pelatihannya simultan dan konsisten. Sementara banyak teman-teman di APIP tidak berani (dalam penegakkan hukum). Ini yang perlu nanti dilaporkan ke pusat,” katanya.

Masalah kedua, lanjutnya, tak bisa dipungkiri karir ASN sebagai pejabat Inspektorat tidak bertahan lama. Padahal sebelumnya pejabat itu sudah ikut pelatihan dimana-mana, namun ketika ganti kepala daerah justru dipindah ke instansi lain. “Ketiga selain kuantitas dan kompetensi, ada sebuah pandangan mereka anggap Inspektorat tidak perlu dipintarkan. Karena kalau dia tak punya kemampuan dia lebih baik supaya bisa digiring. Padahal kalau inspektur punya kemampuan baik justru menjadi nilai plus bagi kepala daerahnya. Masalah lain yaitu anggaran operasional APIP. Dalam beberapa kesempatan kami lemparkan dumas mereka bilang anggaran sudah habis. Padahal dumas ini penting. Kita bisa dianggap prokorupsi kalau tidak menindaklanjuti dumas tersebut,” katanya.

Menjawab itu, OK Hendry menyampaikan sebenarnya soal dumas mereka terkadang dapat dari pusat, yakni kementerian/lembaga. Ia mengingatkan para kepala daerah yang hadir agar kedepan memberikan porsi anggaran lebih besar untuk APIP.

“APIP harusnya diprioritaskan karena dia sebagai ujung tombak. Terkadang APIP daerah ini tidak independen. Selain itu, kewenangannya pun terbatas. Maunya kedepan dia bisa langsung koordinasi ke Kemendagri atau minimal gubernur,” katanya seraya berharap SOP segera dibuat sehingga pihaknya bisa langsung tindak lanjuti di daerah.

Tentang kualitas APIP, OK mengamini kalau terlalu banyak tuntutan yang dirasakan APIP. Selain menindaklanjuti setiap dumas juga melakukan reviev atas anggaran dan lainnya.

“Perlu saya ingatkan ketika penandatanganan MoU, kita lebih banyak fokus di pencegahan saja. Sebab di Mabes Polri sendiri keluarkan anggaran Rp15 juta untuk satu perkara. Sementara objek yang disasar nilai korupsinya dibawah itu. Sebenarnya prinsipnya uang negara harus menjadi prioritas, bukan untuk menjaring orang sebanyak-banyaknya. Saya kira ini bisa jadi bahan pertimbangan kita bersama,” katanya. (prn/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/