MEDAN, SUMUTPOS.CO – Equinox adalah saat matahari berada di atas garis khatulistiwa, pada saat ini seluruh tempat di bumi akan memiliki jumlah siang dan jam malam sama yakni 12 jam.
Sesuai namanya, fenomena ini menandakan peralihan musim bagi kedua wilayah Bumi. Disebut sebagai Vernal Equinox (musim semi) untuk Bumi Bagian Utara (BBU) dan Autumnal Equinox (musim gugur) untuk Bumi Bagian Selatan (BBS).
Menurut mantan Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Belawan, Abdul Azis, Equinox tahun ini terjadi pada 20 Maret 2020 pukul 10.50 WIB, dan akan terjadi kembali pada 22 September 2020 pukul 20.31 WIB. Ini akan menjadi awal musim semi bagi Belahan Bumi Selatan (BBS) dan musim gugur di Belahan Bumi Utara (BBU).
Lalu apa itu equinox? Menurut Abdul Azis, nama Equinox sendiri berasal dari bahasa Latin, yakni aequus (sama) dan nox (malam). Seperti disebutkan di atas, antara siang dan malam sama panjang.
“Ini peristiwa astronomi dimana saat matahari melintas garis khatulistiwa secara periodik berlangsung dua kali setahun untuk tahun ini tanggal 20 Maret dan 22 September,” kata Abdul Azis kepada wartawan, kemarin.
Dijelaskannya, saat musim panas di belahan Utara, tekanan udara daerah ini cenderung lebih rendah dibanding tekanan udara di daerah belahan Selatan. Maka dari itu, dominan akan bertiup angin tenggara dari benua Australia yang kering sehingga akan mengalami musim kemarau dari April hingga September.
“Untuk Sumatera, garis khatulistiwa terletak di Kota Bonjol, Sumatera Barat, di sana dibangun sebuah tugu Equator yang bentuknya menyerupai rumah gadang yaitu rumah Adat Minangkabau,” jelas aziz.
Menurutnya, pengukur lamanya penyinaran matahari disebut Campbell Stokes. “Alat ini berbentuk bola kaca yang fokus menyerap sinar matahari yang jatuh ke permukaan bumi, membakar kertas pias yang terpasang di alat, sehingga dapat dihitung berapa lamanya matahari bersinar dalam satu hari,” pungkas Aziz. (*)