31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Masyarakat Sering ‘Dipimpong’

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS BPJS: Seorang warga menunjukan kartu BPJS Kesehatan di kantor  BPJS Jalan Karya Medan. Hingga kini peraturan BPJS berubah-ubah sehingga membingungkan masyarakat. Perubahan Askes ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dimulai 1 Januari 2014 .
TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
BPJS: Seorang warga menunjukan kartu BPJS Kesehatan di kantor BPJS Jalan Karya Medan. Hingga kini peraturan BPJS berubah-ubah sehingga membingungkan masyarakat.

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Pelayanan kesehatan bagi masyarakat masih belum maksimal dirasakan. Seringkali rujukan dari pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) atau balai kesehatan (klinik) yang merupakan fasilitas layanan tingkat pertama, ditolak rumah sakit (RS) karena penyakit ringan tidak harus pergi ke RS. Hal ini  dikatakan anggota Komisi E DPRD Sumatera Utara (Sumut) Richard Pandapotan Sidabutar.
“Masyarakat terkesan ‘dipimpong’. Sebab setelah meminta rujukan ke puskesmas atau klinik, pasien ditolak oleh RS. Hal tersebut karena sistem administrasi dan pelayanan belum sejalan dengan sumber daya manusia (SDM) serta sarana dan prasarana.”Banyak pasien yang ditolak RS, alasannya karena penyakit yang diderita masih bisa ditangani oleh puskesmas atau klinik,” ujar Richard.
Kondisi ini, lanjut Richard, karena fasilitas pelayanan di puskesmas atau klinik dinilai tidak bisa melayani pasien secara maksimal seperti di RS, tenaga medis serta fasilitas lain. Akibatnya, sering terjadi penumpukan pasien di RS. Padahal, seharusnya, fasilitas kesehatan tingkat pertama merupakan garda terdepan dalam hal melayani.
Menurutnya, pemerintah melalui dinas kesehatan harus bisa memprioritaskan peningkatan sarana dan prasarana kesehatan di puskesmas. Sebab jika masyarakat lebih memilih berobat di RS meskipun penyakitnya tergolong ringan. Artinya ada hal khusus yang harus dijadikan bahan evaluasi.
Dinas Kesehatan Sumut harusnya meningkatkan jumlah personel tenaga medis di fasilitas layanan kesehatan tingkat pertama. Tercatat pada 2014 sebanyak 170 unit Puskesmas rawat inap dan 400 puskesmas non-rawat inap. Sedangkan puskesmas pembantu sebanyak 2.085 unit dan 522 Puskesmas keliling. Dimana layanan keehatan ini tersebar di seluruh kabupaten/kota se-Sumut.
Sejak 2013 lalu, Sumut memiliki 200 unit RS dengan perincian sebanyak 48 unit milik pemerintah, 10 unit RS milik BUMN dan 142 unit RS milik swasta. Sementara untuk tenaga medis, pada 2014, yang melayani di unit kesehatan pemerintah masing-masing dokter spesialis sebanyak 2.672 orang, dokter umum 2.705 orang, dokter gigi 966 orang, tenaga perawat 15.292 orang dan bidan 12.326 orang. “Jumlah ini harusnya ditambah, minimal setiap puskesmas ada dokter jaga 24 jam,” katanya.
Richard juga mengkritik sistem penyaluran BPJS kesehatan. Sebab sampai saat ini, belum jelas mana penyakit yang ditampung di puskesmas. Hal ini pun menjadi salah satu keluhan yang disampaikan pihak RS saat rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi E DPRD Sumut.
Dalam paparan Pihak RS Umum Pusat (RSUP) Adam Malik Medan yang diterima Komisi E DPRD Sumut tertulis bahwa Dinas Kesehatan (Dinkes) sebaiknya melakukan pembinaan kepada dokter-dokter di Puskesmas dengan memberikan reward dan punishment sehingga sistem rujukan berjalan dengan baik karena minimnya sosialisasi. Peraturan BPJS yang berubah-ubah, dimana peraturan tersebut tidak disosialisasikan terlebih dahulu. Contohnya seperti peraturan yang dikeluarkan pada 12 Agustus 2014, sementara surat pemberitahuan sampai ke provider pada 18 Agustus 2014.(bal/ila)

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS BPJS: Seorang warga menunjukan kartu BPJS Kesehatan di kantor  BPJS Jalan Karya Medan. Hingga kini peraturan BPJS berubah-ubah sehingga membingungkan masyarakat. Perubahan Askes ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dimulai 1 Januari 2014 .
TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
BPJS: Seorang warga menunjukan kartu BPJS Kesehatan di kantor BPJS Jalan Karya Medan. Hingga kini peraturan BPJS berubah-ubah sehingga membingungkan masyarakat.

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Pelayanan kesehatan bagi masyarakat masih belum maksimal dirasakan. Seringkali rujukan dari pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) atau balai kesehatan (klinik) yang merupakan fasilitas layanan tingkat pertama, ditolak rumah sakit (RS) karena penyakit ringan tidak harus pergi ke RS. Hal ini  dikatakan anggota Komisi E DPRD Sumatera Utara (Sumut) Richard Pandapotan Sidabutar.
“Masyarakat terkesan ‘dipimpong’. Sebab setelah meminta rujukan ke puskesmas atau klinik, pasien ditolak oleh RS. Hal tersebut karena sistem administrasi dan pelayanan belum sejalan dengan sumber daya manusia (SDM) serta sarana dan prasarana.”Banyak pasien yang ditolak RS, alasannya karena penyakit yang diderita masih bisa ditangani oleh puskesmas atau klinik,” ujar Richard.
Kondisi ini, lanjut Richard, karena fasilitas pelayanan di puskesmas atau klinik dinilai tidak bisa melayani pasien secara maksimal seperti di RS, tenaga medis serta fasilitas lain. Akibatnya, sering terjadi penumpukan pasien di RS. Padahal, seharusnya, fasilitas kesehatan tingkat pertama merupakan garda terdepan dalam hal melayani.
Menurutnya, pemerintah melalui dinas kesehatan harus bisa memprioritaskan peningkatan sarana dan prasarana kesehatan di puskesmas. Sebab jika masyarakat lebih memilih berobat di RS meskipun penyakitnya tergolong ringan. Artinya ada hal khusus yang harus dijadikan bahan evaluasi.
Dinas Kesehatan Sumut harusnya meningkatkan jumlah personel tenaga medis di fasilitas layanan kesehatan tingkat pertama. Tercatat pada 2014 sebanyak 170 unit Puskesmas rawat inap dan 400 puskesmas non-rawat inap. Sedangkan puskesmas pembantu sebanyak 2.085 unit dan 522 Puskesmas keliling. Dimana layanan keehatan ini tersebar di seluruh kabupaten/kota se-Sumut.
Sejak 2013 lalu, Sumut memiliki 200 unit RS dengan perincian sebanyak 48 unit milik pemerintah, 10 unit RS milik BUMN dan 142 unit RS milik swasta. Sementara untuk tenaga medis, pada 2014, yang melayani di unit kesehatan pemerintah masing-masing dokter spesialis sebanyak 2.672 orang, dokter umum 2.705 orang, dokter gigi 966 orang, tenaga perawat 15.292 orang dan bidan 12.326 orang. “Jumlah ini harusnya ditambah, minimal setiap puskesmas ada dokter jaga 24 jam,” katanya.
Richard juga mengkritik sistem penyaluran BPJS kesehatan. Sebab sampai saat ini, belum jelas mana penyakit yang ditampung di puskesmas. Hal ini pun menjadi salah satu keluhan yang disampaikan pihak RS saat rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi E DPRD Sumut.
Dalam paparan Pihak RS Umum Pusat (RSUP) Adam Malik Medan yang diterima Komisi E DPRD Sumut tertulis bahwa Dinas Kesehatan (Dinkes) sebaiknya melakukan pembinaan kepada dokter-dokter di Puskesmas dengan memberikan reward dan punishment sehingga sistem rujukan berjalan dengan baik karena minimnya sosialisasi. Peraturan BPJS yang berubah-ubah, dimana peraturan tersebut tidak disosialisasikan terlebih dahulu. Contohnya seperti peraturan yang dikeluarkan pada 12 Agustus 2014, sementara surat pemberitahuan sampai ke provider pada 18 Agustus 2014.(bal/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/