25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Tolong, Kejatisu Butuh Rp175 juta

Untuk Tuntaskan Kasus Kredit Fiktif BNI Rp129 M

MEDAN- Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) tampaknya membutuhkan uluran tangan. Lembaga penegak hukum ini kesulitan membayar honor ahli penilai agunan sebesar Rp175 juta, dalam kasus dugaan penyimpangan penyaluran kredit fiktif di Bank Negara Indonesia (BNI) 46 Cabang Jalan Pemuda Medan senilai Rp129 miliar.

“Penyidikan kasus kredit fiktif BNI terhambat dana untuk membayar ahli penilai agunan. Honor ahli itu jumlahnya tidak sedikit, mencapai Rp175 juta. Posisi terakhir masih seperti yang dibilang bapak (Kajatisu Noor Rachmad) kemarin. Tadinya kita coba melangkah untuk menghitung semua aset ini. Ternyata ada benturan yaitu biaya tadi. Tapi kita akan coba menjerat tersangka dari segala sudut,” ungkap Kasi Penkum Kejatisu, Marcos Simaremare, kepada Sumut Pos, Jumat (20/7).

Menurutnya, hingga kini Kejatisu masih mencari bukti yang cukup untuk memperkuat penyelesaian kasus tersebut. “Kita akan perkuat terus. Supaya sempurna dari segala sudut, kita coba menghitung. Ternyata ada benturan dana, tapi itu tidak masalah. Kita masih berkoordinasi dengan BPKP Sumut,” ujarnya.

Saat disinggung mengenai jumlah biaya penyelidikan, Marcos berkilah bahwa jumlahnya sangat kecil yaitu hanya Rp7 juta per tahun. “Mengenai biaya lid (penyelidikan) biasanya berkisar Rp7 juta dalam satu tahun untuk satu pengaduan. Mana cukup biaya sekecil itu? Tapi nanti kalau itu kita sampaikan, nantinya kita dianggap cengeng. Begitupun dengan segala keterbatasan yang ada, tetap kita manfaatkan,” jelasnya.

Ditambahkan Marcos, hingga kini pihaknya masih menunggu hasil audit dari BPKP Sumut. “Untuk BPKP sendiri masih banyak yang kurang. Jadi bisa sampai 20 kali koordinasi untuk mengetahui berapa pastinya kerugian negara,” terangnya.
Dalam hal ini, lanjutnya, BPKP Sumut juga membutuhkan dokumen yang cukup. “Bagaimana pelanggaran hukumnya, siapa saksinya, dimana dokumennya. Itu semua harus dikoordinasikan. Tapi yang lebih pastinya mereka (BPKP) yang lebih tahu. Karena kita hanya menyiapkan data aja,” sebut Marcos.

Tersangka Bebas Berkeliaran

Sementara itu, keempat tersangka, yakni Radiyasto selaku pimpinan Sentra Kredit Menengah BNI Pemuda Medan, Dasrul Azli selaku pimpinan Kelompok Pemasaran Bisnis BNI Pemuda Medan, Mohammad Samsul Hadi yang merupakan Pimpinan Rekanan dan Kantor Jasa Penilaian Publik, dan Titin Indriani selaku Relationship BNI SKM Medan masih bebas berkeliaran. Bahkan beredar kabar bahwa keempat tersangka masih bekerja dan menjabat di BNI 46 Medan.

Padahal keempatnya telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Oktober 2011 lalu, dan diketahui sempat ditahan selama sepekan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Tanjunggusta Medan. Namun karena alasan guna memudahkan penyidikan, tim penyidik malah menetapkan keempatnya sebagai tahanan kota.

Sedangkan Boy Hermasnyah selaku Direktur PT Bahari Dwi Kencana Lestari, yang merupakan pelaku utama kasus tersebut di mana identitasnya telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Interpol sejak 17 Oktober 2011 lalu belum diketahui rimbanya.

Seperti diketahui, kasus ini bermula dari permohonan kredit PT BDKL yang dipimpin Boy Hermansyah kepada BNI Medan pada tahun 2009. Saat itu, Boy mengajukan pinjaman sebesar Rp133 miliar untuk pengembangan usaha, dan yang dikabulkan Rp129 milyar. Namun dalam proses peminjamannya, diduga Boy menggunakan agunan usaha yang telah diagunkannya ke bank lain.

Dalam hal ini, Penyidik Kejatisu menemukan adanya penyimpangan peminjaman dana kredit yang dilakukan oleh Boy, yang menyebabkan kerugian negara. Setelah diproses, aset milik Boy berupa sebidang tanah seluas 3.455 hektare di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang di atasnya terdapat pabrik kelapa sawit telah disita oleh negara.

Wakil Jaksa Agung Minta Kejatisu Serius

Kenyataan ini langsung membuat Wakil Jaksa Agung, Darmono berang. Dia menyatakan tak ada alasan bagi Kejatisu untuk tidak mengusut kasus dugaan penyimpangan penyaluran kredit fiktif di Bank Negara Indonesia BNI 46, Medan,  hanya karena kurangnya dana.

“Enggak mungkin kita enggak melakukan penyidikan karena enggak ada dana. Masalah dana enggak boleh jadi alasan untuk tidak lakukan penyidikan,” kata Darmono saat ditemui JPNN di kantornya, Kejaksaan Agung, Jumat (20/7).
Darmono mengatakan kemungkinan pengusutan kasus itu belum selesai karena kurangnya alat bukti. Bukan karena kurang dana. “Kalau belum lanjut diusut itu karena kurang alat bukti mungkin. Tapi tidak ada alasan bahwa penyidikan belum karena kurang dana. Enggak ada alasan itu,” tegasnya lagi. (far/sam/flo/jpnn)

Kredit Fiktif di BNI

  • Bank BNI 46 Cabang Jalan Pemuda Medan bobol sebesar Rp129 miliar
  • Langsung ditangani Kejatisu di masa Kajatisu AK Basuni
  • Kejatisu melakukan ekspos dan gelar perkara di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
  • BPKP menyatakan kasus BNI-46 adalah total lost dengan kata lain BPKP meminta aliran dana dan rekening.
  • Kejatisu kantongi izin Gubernur BI memeriksa dokumen korupsi Rp129 M di BNI 46 cabang Pemuda, Medan
  • Berdasarkan surat Gubernur BI itu, Kejatisu diizinkan menelusuri rekening para tersangka dalam kasus ini.
  • Lima (5) orang ditetapkan sebagai tersangka pada Oktober 2011.
  • Kelimanya: 1. Radiyasto (pimpinan Sentra Kredit Menengah BNI Cabang Pemuda Medan); 2. Bahrul Azli (pimpinan Kelompok Pemasaran Bisnis BNI Cabang Pemuda Medan); 3. Mohammad Samsul Hadi (Pimpinan Rekanan dan Kantor Jasa Penilaian Publik); 4. Titin Indriani (Relationship BNI SKM Medan); 5. Boy Hermansyah.
  • Kejatisu telah memperoleh izin membuka rekening salah seorang tersangka Boy Hermansyah yang ditetapkan sebagai DPO
  • Kajatisu Noor Rahmad, pengganti Kajatisu AK Basuni, belum juga bisa membereskan kasus ini.
  • Kejatisu mengatakan butuh Rp175 juta untuk menghadirkan saksi ahli.
  • Para tersangka justru diberikan tahanan kota
  • Ada dugaan kasus ini sengaja di ‘peti es’ kan. Sebab kasus ini tak juga naik ke Pengadilan Tipikor Medan untuk disidangkan.

Data Olahan Sumut Pos

Untuk Tuntaskan Kasus Kredit Fiktif BNI Rp129 M

MEDAN- Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) tampaknya membutuhkan uluran tangan. Lembaga penegak hukum ini kesulitan membayar honor ahli penilai agunan sebesar Rp175 juta, dalam kasus dugaan penyimpangan penyaluran kredit fiktif di Bank Negara Indonesia (BNI) 46 Cabang Jalan Pemuda Medan senilai Rp129 miliar.

“Penyidikan kasus kredit fiktif BNI terhambat dana untuk membayar ahli penilai agunan. Honor ahli itu jumlahnya tidak sedikit, mencapai Rp175 juta. Posisi terakhir masih seperti yang dibilang bapak (Kajatisu Noor Rachmad) kemarin. Tadinya kita coba melangkah untuk menghitung semua aset ini. Ternyata ada benturan yaitu biaya tadi. Tapi kita akan coba menjerat tersangka dari segala sudut,” ungkap Kasi Penkum Kejatisu, Marcos Simaremare, kepada Sumut Pos, Jumat (20/7).

Menurutnya, hingga kini Kejatisu masih mencari bukti yang cukup untuk memperkuat penyelesaian kasus tersebut. “Kita akan perkuat terus. Supaya sempurna dari segala sudut, kita coba menghitung. Ternyata ada benturan dana, tapi itu tidak masalah. Kita masih berkoordinasi dengan BPKP Sumut,” ujarnya.

Saat disinggung mengenai jumlah biaya penyelidikan, Marcos berkilah bahwa jumlahnya sangat kecil yaitu hanya Rp7 juta per tahun. “Mengenai biaya lid (penyelidikan) biasanya berkisar Rp7 juta dalam satu tahun untuk satu pengaduan. Mana cukup biaya sekecil itu? Tapi nanti kalau itu kita sampaikan, nantinya kita dianggap cengeng. Begitupun dengan segala keterbatasan yang ada, tetap kita manfaatkan,” jelasnya.

Ditambahkan Marcos, hingga kini pihaknya masih menunggu hasil audit dari BPKP Sumut. “Untuk BPKP sendiri masih banyak yang kurang. Jadi bisa sampai 20 kali koordinasi untuk mengetahui berapa pastinya kerugian negara,” terangnya.
Dalam hal ini, lanjutnya, BPKP Sumut juga membutuhkan dokumen yang cukup. “Bagaimana pelanggaran hukumnya, siapa saksinya, dimana dokumennya. Itu semua harus dikoordinasikan. Tapi yang lebih pastinya mereka (BPKP) yang lebih tahu. Karena kita hanya menyiapkan data aja,” sebut Marcos.

Tersangka Bebas Berkeliaran

Sementara itu, keempat tersangka, yakni Radiyasto selaku pimpinan Sentra Kredit Menengah BNI Pemuda Medan, Dasrul Azli selaku pimpinan Kelompok Pemasaran Bisnis BNI Pemuda Medan, Mohammad Samsul Hadi yang merupakan Pimpinan Rekanan dan Kantor Jasa Penilaian Publik, dan Titin Indriani selaku Relationship BNI SKM Medan masih bebas berkeliaran. Bahkan beredar kabar bahwa keempat tersangka masih bekerja dan menjabat di BNI 46 Medan.

Padahal keempatnya telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Oktober 2011 lalu, dan diketahui sempat ditahan selama sepekan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Tanjunggusta Medan. Namun karena alasan guna memudahkan penyidikan, tim penyidik malah menetapkan keempatnya sebagai tahanan kota.

Sedangkan Boy Hermasnyah selaku Direktur PT Bahari Dwi Kencana Lestari, yang merupakan pelaku utama kasus tersebut di mana identitasnya telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Interpol sejak 17 Oktober 2011 lalu belum diketahui rimbanya.

Seperti diketahui, kasus ini bermula dari permohonan kredit PT BDKL yang dipimpin Boy Hermansyah kepada BNI Medan pada tahun 2009. Saat itu, Boy mengajukan pinjaman sebesar Rp133 miliar untuk pengembangan usaha, dan yang dikabulkan Rp129 milyar. Namun dalam proses peminjamannya, diduga Boy menggunakan agunan usaha yang telah diagunkannya ke bank lain.

Dalam hal ini, Penyidik Kejatisu menemukan adanya penyimpangan peminjaman dana kredit yang dilakukan oleh Boy, yang menyebabkan kerugian negara. Setelah diproses, aset milik Boy berupa sebidang tanah seluas 3.455 hektare di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang di atasnya terdapat pabrik kelapa sawit telah disita oleh negara.

Wakil Jaksa Agung Minta Kejatisu Serius

Kenyataan ini langsung membuat Wakil Jaksa Agung, Darmono berang. Dia menyatakan tak ada alasan bagi Kejatisu untuk tidak mengusut kasus dugaan penyimpangan penyaluran kredit fiktif di Bank Negara Indonesia BNI 46, Medan,  hanya karena kurangnya dana.

“Enggak mungkin kita enggak melakukan penyidikan karena enggak ada dana. Masalah dana enggak boleh jadi alasan untuk tidak lakukan penyidikan,” kata Darmono saat ditemui JPNN di kantornya, Kejaksaan Agung, Jumat (20/7).
Darmono mengatakan kemungkinan pengusutan kasus itu belum selesai karena kurangnya alat bukti. Bukan karena kurang dana. “Kalau belum lanjut diusut itu karena kurang alat bukti mungkin. Tapi tidak ada alasan bahwa penyidikan belum karena kurang dana. Enggak ada alasan itu,” tegasnya lagi. (far/sam/flo/jpnn)

Kredit Fiktif di BNI

  • Bank BNI 46 Cabang Jalan Pemuda Medan bobol sebesar Rp129 miliar
  • Langsung ditangani Kejatisu di masa Kajatisu AK Basuni
  • Kejatisu melakukan ekspos dan gelar perkara di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
  • BPKP menyatakan kasus BNI-46 adalah total lost dengan kata lain BPKP meminta aliran dana dan rekening.
  • Kejatisu kantongi izin Gubernur BI memeriksa dokumen korupsi Rp129 M di BNI 46 cabang Pemuda, Medan
  • Berdasarkan surat Gubernur BI itu, Kejatisu diizinkan menelusuri rekening para tersangka dalam kasus ini.
  • Lima (5) orang ditetapkan sebagai tersangka pada Oktober 2011.
  • Kelimanya: 1. Radiyasto (pimpinan Sentra Kredit Menengah BNI Cabang Pemuda Medan); 2. Bahrul Azli (pimpinan Kelompok Pemasaran Bisnis BNI Cabang Pemuda Medan); 3. Mohammad Samsul Hadi (Pimpinan Rekanan dan Kantor Jasa Penilaian Publik); 4. Titin Indriani (Relationship BNI SKM Medan); 5. Boy Hermansyah.
  • Kejatisu telah memperoleh izin membuka rekening salah seorang tersangka Boy Hermansyah yang ditetapkan sebagai DPO
  • Kajatisu Noor Rahmad, pengganti Kajatisu AK Basuni, belum juga bisa membereskan kasus ini.
  • Kejatisu mengatakan butuh Rp175 juta untuk menghadirkan saksi ahli.
  • Para tersangka justru diberikan tahanan kota
  • Ada dugaan kasus ini sengaja di ‘peti es’ kan. Sebab kasus ini tak juga naik ke Pengadilan Tipikor Medan untuk disidangkan.

Data Olahan Sumut Pos

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/