25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Analisis Dishut Sumut Soal Longsor di Jembatan Sidua-dua, Bukan Ulah Manusia Tapi Faktor Alam

Kondisi jembatan sidua-dua pasca longsor terjadi

SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO – Dinas Kehutanan (Dishut) Sumatera Utara mematahkan dugaan Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) II soal adanya ulah tangan manusia, dalam peristiwa longsor yang menerjang Jembatan Sidua-dua, Kabupaten Simalungun, beberapa waktu lalu. Dinas Kehutanan Sumut memastikan, bencana longsor tersebut bukan akibat ulah tangan manusia, melainkan murni bencana alam.

“JADI waktu tim kita melalui UPT (Unit Pelaksana Teknis) ke sana meninjau, didapati informasi dari petugas Dinas Perhubungan dan instansi terkait pemda setempat, bahwa clear tidak ada kerusakan apapun dari kawasan tersebut. Dan areal itupun bukan masuk kawasan hutan, melainkan areal penggunaan lain,” ujar Kepala Bidang Penata Gunaan Hutan (PGH) Dishut Sumut, Effendi Pane menjawab Sumut Pos, Senin (21/1).

Bahkan dari analisis mereka bersama instansi terkait lain baik dari Pemprovsu maupun pemda setempat, diketahui ada pori tanah yang sudah sangat banyak menyimpan air. Sehingga logikanya, ketika tekstur tanah yang terus menerus dihantam hujan dengan intensitas tinggi, menyebabkan longsor pada bagian atas tebing. “Kalau kita lihat longsor dari atas yang turun hingga Jembatan Kembar, bahwa tanah bercampur air yang mirip adukan bubur. Ketika berada di bawah kondisinya sudah berserak menjadi lumpur. Dinas ESDM Sumut juga sudah menganalisis kalau ada pori atau mata air pada bagian atas,” terangnya.

Pihaknya sudah menyiapkan rencana aksi, antara lain akan terus melakukan monitoring pada kawasan tersebut, begitu juga di daerah-daerah rawan bencana lain yang ada di Sumut. Disamping itu Dishut Sumut juga mau mengajak masyarakat menanam pohon pada areal yang kosong, agar pengelolaan lahan menjadi lebih baik sehingga hasilnya bisa dirasakan langsung oleh warga. “Informasinya dalam waktu dekat seluruh instansi akan diminta membuat rencana aksi pada rapat koordinasi lanjutan. Rencana aksi ini berguna sebagai pedoman bersama dalam rangka mengantisipasi potensi bencana alam yang terjadi di Sumut, terutama di titik-titik rawan bencana,” kata Panen

Terkhusus di kawasan longsor Jembatan Sidua-dua, imbuh dia, memang terdapat permukiman warga namun jaraknya cukup jauh dari titik longsor. Selain itu memang ada areal yang kosong alias tak dikelola pada kawasan permukiman masyarakat, tetapi itu tidak berada dalam areal kawasan hutan baik lindung maupun produktif. “Jadi kita tidak bisa melarang apapun aktivitas masyarakat di sana, sebab itu tidak masuk areal hutan melainkan disebut areal penggunaan lain. Pertama kali bencana itu terjadi, kami cukup kaget bahwa kawasan itu dinyatakan kawasan hutan. UPT kami di sana langsung turun mengecek dan memastikan lagi, dan ternyata memang bukan kawasan hutan. Dan sekali lagi kami pastikan, bahwa longsor yang terjadi tidak karena ulah manusia,” pungkasnya.

Kapolda Sumut Belum Ada

Sementara tim yang diutus Polda Sumut untuk mengusut adanya indikasi perambahan hutan di kawasan longsor, hingga kemarin belum mau membeberkan hasil penyelidikannya. Subdit IV/Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Ditreskrimsus, melalui Kasubbid TIpiter, AKBP Herzoni Saragih yang kembali dikonfirmasi Sumut Pos, Senin (21/1), belum memberikan jawaban. Informasi terakhir yang didapat, ia masih memimpin tim melakukan penyelidikan di kawasan Jembatan Siduadua.

Pimpinannya, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus), Kombes Pol Rony Samtama yang dikonfirmasi terkait apa perkembangan hasil penyelidikan yang dilakoni anggotanya di lapangan, juga belum mau memberikan keterangan. Beberapa waktu lalu, kepada Sumut Pos ia sempat menyatakan agar bersabar menunggu hasil investigasi terkait dugaan adanya perambahan hutan lindung yang disebut-sebut terjadi di hulu sungai yang mengarah ke Jembatan Siduadua.

Terakhir, Sumut Pos mencoba menanyakan perihal hasil penyelidikan di Jembatan Siduadua ke Kapolda Sumut, Irjen Pol Agus Andrianto. Kapolda yang dikonfirmasi mengatakan, pihaknya belum ada menemukan indikasi perambahan hutan di kawasan tersebut. “Belum ada,” katanya singkat. Menurutnya, kawasan jembatan Siduadua berada di kawasan bukan hutan lindung. “Jaraknya (jembatan) 6,5 Km di areal APL (Area Penggunaan Lain),” sebutnya.

Menyoal adanya penebangan di kawasan itu, Agus menyebut tim di lapangan masih melakukan pemeriksaan. Salahsatunya soal izin pemanfaatan kayu (IPK). “Ini sekarang lagi dicek soal IPK nya. Untuk sementara beradasarkan data kami menduga longsor disebabkan faktor cuaca,” tambah Agus singkat tanpa merinci pihaknya yang melakukan penebangan di sana.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Polri Watch Abdul Salam Karim yang dimintai komentarnya terkait penyelidikan tersebut mengimbau agar Polda Sumut tidak main-main, apalagi menutup-nutupi hasil penyelidikan kepada publik. “Artinya, katakan yang sebenarnya. Ungkapkan ke media massa agar masyarakat apa yang sebenarnya terjadi,” ungkapnya.

Seperti halnya penyelidikan banjir bandang di Dairi, Polda Sumut bisa lebih cepat menemukan hasil penyelidikan yang diduga disebabkan penebangan pohon di kawasan hutan lidnung. “Padahal waktu kejadiannya tidak jauh berbeda antara banjir bandang di Dairi dengan longsor di Jembatan Siduadua Simalungun. Tapi yang duluan dapat hasilnya di Dairi. Harapan untuk di Simalungun segeralah. Kalau ada yang harus bertanggungjawab ungkap saja. Ini demi kepentingan orang banyak,” pungkasnya. (prn/dvs)

Kondisi jembatan sidua-dua pasca longsor terjadi

SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO – Dinas Kehutanan (Dishut) Sumatera Utara mematahkan dugaan Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) II soal adanya ulah tangan manusia, dalam peristiwa longsor yang menerjang Jembatan Sidua-dua, Kabupaten Simalungun, beberapa waktu lalu. Dinas Kehutanan Sumut memastikan, bencana longsor tersebut bukan akibat ulah tangan manusia, melainkan murni bencana alam.

“JADI waktu tim kita melalui UPT (Unit Pelaksana Teknis) ke sana meninjau, didapati informasi dari petugas Dinas Perhubungan dan instansi terkait pemda setempat, bahwa clear tidak ada kerusakan apapun dari kawasan tersebut. Dan areal itupun bukan masuk kawasan hutan, melainkan areal penggunaan lain,” ujar Kepala Bidang Penata Gunaan Hutan (PGH) Dishut Sumut, Effendi Pane menjawab Sumut Pos, Senin (21/1).

Bahkan dari analisis mereka bersama instansi terkait lain baik dari Pemprovsu maupun pemda setempat, diketahui ada pori tanah yang sudah sangat banyak menyimpan air. Sehingga logikanya, ketika tekstur tanah yang terus menerus dihantam hujan dengan intensitas tinggi, menyebabkan longsor pada bagian atas tebing. “Kalau kita lihat longsor dari atas yang turun hingga Jembatan Kembar, bahwa tanah bercampur air yang mirip adukan bubur. Ketika berada di bawah kondisinya sudah berserak menjadi lumpur. Dinas ESDM Sumut juga sudah menganalisis kalau ada pori atau mata air pada bagian atas,” terangnya.

Pihaknya sudah menyiapkan rencana aksi, antara lain akan terus melakukan monitoring pada kawasan tersebut, begitu juga di daerah-daerah rawan bencana lain yang ada di Sumut. Disamping itu Dishut Sumut juga mau mengajak masyarakat menanam pohon pada areal yang kosong, agar pengelolaan lahan menjadi lebih baik sehingga hasilnya bisa dirasakan langsung oleh warga. “Informasinya dalam waktu dekat seluruh instansi akan diminta membuat rencana aksi pada rapat koordinasi lanjutan. Rencana aksi ini berguna sebagai pedoman bersama dalam rangka mengantisipasi potensi bencana alam yang terjadi di Sumut, terutama di titik-titik rawan bencana,” kata Panen

Terkhusus di kawasan longsor Jembatan Sidua-dua, imbuh dia, memang terdapat permukiman warga namun jaraknya cukup jauh dari titik longsor. Selain itu memang ada areal yang kosong alias tak dikelola pada kawasan permukiman masyarakat, tetapi itu tidak berada dalam areal kawasan hutan baik lindung maupun produktif. “Jadi kita tidak bisa melarang apapun aktivitas masyarakat di sana, sebab itu tidak masuk areal hutan melainkan disebut areal penggunaan lain. Pertama kali bencana itu terjadi, kami cukup kaget bahwa kawasan itu dinyatakan kawasan hutan. UPT kami di sana langsung turun mengecek dan memastikan lagi, dan ternyata memang bukan kawasan hutan. Dan sekali lagi kami pastikan, bahwa longsor yang terjadi tidak karena ulah manusia,” pungkasnya.

Kapolda Sumut Belum Ada

Sementara tim yang diutus Polda Sumut untuk mengusut adanya indikasi perambahan hutan di kawasan longsor, hingga kemarin belum mau membeberkan hasil penyelidikannya. Subdit IV/Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Ditreskrimsus, melalui Kasubbid TIpiter, AKBP Herzoni Saragih yang kembali dikonfirmasi Sumut Pos, Senin (21/1), belum memberikan jawaban. Informasi terakhir yang didapat, ia masih memimpin tim melakukan penyelidikan di kawasan Jembatan Siduadua.

Pimpinannya, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus), Kombes Pol Rony Samtama yang dikonfirmasi terkait apa perkembangan hasil penyelidikan yang dilakoni anggotanya di lapangan, juga belum mau memberikan keterangan. Beberapa waktu lalu, kepada Sumut Pos ia sempat menyatakan agar bersabar menunggu hasil investigasi terkait dugaan adanya perambahan hutan lindung yang disebut-sebut terjadi di hulu sungai yang mengarah ke Jembatan Siduadua.

Terakhir, Sumut Pos mencoba menanyakan perihal hasil penyelidikan di Jembatan Siduadua ke Kapolda Sumut, Irjen Pol Agus Andrianto. Kapolda yang dikonfirmasi mengatakan, pihaknya belum ada menemukan indikasi perambahan hutan di kawasan tersebut. “Belum ada,” katanya singkat. Menurutnya, kawasan jembatan Siduadua berada di kawasan bukan hutan lindung. “Jaraknya (jembatan) 6,5 Km di areal APL (Area Penggunaan Lain),” sebutnya.

Menyoal adanya penebangan di kawasan itu, Agus menyebut tim di lapangan masih melakukan pemeriksaan. Salahsatunya soal izin pemanfaatan kayu (IPK). “Ini sekarang lagi dicek soal IPK nya. Untuk sementara beradasarkan data kami menduga longsor disebabkan faktor cuaca,” tambah Agus singkat tanpa merinci pihaknya yang melakukan penebangan di sana.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Polri Watch Abdul Salam Karim yang dimintai komentarnya terkait penyelidikan tersebut mengimbau agar Polda Sumut tidak main-main, apalagi menutup-nutupi hasil penyelidikan kepada publik. “Artinya, katakan yang sebenarnya. Ungkapkan ke media massa agar masyarakat apa yang sebenarnya terjadi,” ungkapnya.

Seperti halnya penyelidikan banjir bandang di Dairi, Polda Sumut bisa lebih cepat menemukan hasil penyelidikan yang diduga disebabkan penebangan pohon di kawasan hutan lidnung. “Padahal waktu kejadiannya tidak jauh berbeda antara banjir bandang di Dairi dengan longsor di Jembatan Siduadua Simalungun. Tapi yang duluan dapat hasilnya di Dairi. Harapan untuk di Simalungun segeralah. Kalau ada yang harus bertanggungjawab ungkap saja. Ini demi kepentingan orang banyak,” pungkasnya. (prn/dvs)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/