25 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Ranperda Pelestarian Cagar Alam Disahkan

MEDAN-Ranperda tentang pelestarian bangunan dan lingkungan cagar budaya di Kota Medan, akhirnya disetujui dan disahkan oleh DPRD Medan menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan.

Persetujuan dan pengesahan Ranperda menjadi Perda tersebut, diperoleh setelah adanya kesepakatan dari pendapat fraksi-fraksi di DPRD Medan, dalam Rapat Paripurna DPRD Medan, Selasa (21/2).

Namun, persetujuan dari fraksi-fraksi tersebut bukan tanpa catatan. Damai Yona Nainggolan, selaku Juru Bicara (Jubir) Fraksi Demokrat DPRD Sumut, dalam pandangan fraksinya menyatakan, Pemko Medan, selama ini tidak maksimal melindungi bangunan-bangunan bersejarah di Kota Medan. Walaupun secara payung hukum, sudah ada Perda yang mengatur persoalan ini, yakni Perda Kota Medan No 6 Tahun 1988.

Damai Yona menuturkan, bukti ketidakmaksimalan Pemko Medan dalam menjaga cagar budaya serta bangunan bersejarah di Kota Medan adalah banyaknya bangunan bersejarah ada yang telah diruntuhkan dan beralih fungsi menjadi bangunan baru. Bahkan ada yang beralih menjadu bangunan rumah-rumah toko (ruko).

“Sepengetahuan kami, ada artefak Cina di kawasan Medan Marelan yang menunjukkan bahwa tadinya di lokasi tersebut dikenal sebagai kota Cina, yang belum tersentuh oleh Pemko. Artefak tersebut sebenarnya dapat menjadi bukti sejarah yang dapat digali sebagai sumber ilmu pengetahuan dan tujuan wisata,” ujar Damai Yona Nainggolan.

Ia menambahkan, beberapa bangunan lainnya yang kurang mendapat perhatian serta tidak mendapat perawatan antara lain eks kantor Departemen Tenaga Kerja, eks kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, keduanya berlokasi di Jalan Hindu, maupun eks kantor Sosial Politik di Jalan Pemuda, Medan.

“Oleh karena  itu lah Fraksi Partai Demokrat sangat sepakat usul dari rekan-rekan atas pengajuan ranperda tersebut. Bahkan kepada rekan-rekan pengusul ranperda tersebut kami berikan apresiasi disertai ucapan terima kasih,” ujar perempuan yang juga menjabat sebagai Ketua Kaukus Perempuan Parlemen Kota Medan tersebut.
Anggota DPRD Medan lainnya, Ferdinand Lumban Tobing, saat menyampaikan pendapat Fraksi Partai Golkar, menegaskan dibutuhkan ketegasan dari Pemko perihal bangunan-bangunan yang dikategorikan menjadi bangunan cagar budaya, serta sanksi yang tegas bagi mereka yang melakukan pengrusakan dan pemugaran tanpa izin.

“Pemko Medan harus bekerjasama dengan masyarakat dan LSM-LSM yang peduli dengan pelestarian bangunan dan atau cagar budaya, sehingga bangunan-bangunan bersejarah di Kota Medan dapat terlindungi dari kerusakan-baik itu karena tindakan manusia maupun proses alam,” kata Ferdinand seraya menambahkan, untuk menentukan kriteria, penggolongan, pelestarian dan pemugaran, agar terlebih dahulu dibuat studi banding.

Fraksi Partai Golkar juga mengusulkan Pemko Medan harus memasang informasi di setiap bangunan tua bersejarah yang tersebar di sejumlah kawasan, untuk menarik minat wisatawan sekaligus membangunan kesadaran masyarakat dalam pelestarian bangunan bersejarah dan atau cagar budaya.
“Wali Kota Medan juga harus mensosialisasikan kepada camat dan lurah, bahwa pelestarian bangunan atau bersejarah atau cagar budaya merupakan kekayaan budaya yang dapat dikelola dan dikembangkan, serta dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan dan citra daerah, termasuk tujuan wisata yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan asli daerah,” ujar Ferdinand.

“Berdasarkan laporan panitia khusus (pansus), kami sangat menyayangkan  atas data-data cagar budaya yang sudah tidak sesuai lagi dengan kenyataan. Walau kami tidak terkejut  dengan fakta ini karena  secara kasat mata pun memang kelihatan seperti itu,” sambung Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Juliandi Siregar.

Dikatakannya, setelah Ranperda ini ditetapkan pendataan bangunan atau lingkungan cagar budaya  harus menjadi prioritas SKPD.

F-PKS mencatat sejumlah bangunan cagar budaya yang sudah dihancurkan diantaranya  Pengadilan Kerajaan Kerapatan Adat Deli, Sekolah Menengan Pertama Negeri I Medan (1999) yang berada di Jalan Cut Mutia, yang kemudian menjelma menjadi tiga pintu rumah tinggal (1989), Mega Eltra (2002) di Jalan Brigjen Katamso, Sembilan Rumah Panggung di Jalan Timur dan puluhan bangunan bersejarah di Jalan Kesuma.

“Terakhir, pada tahun 2004, eks bangunan Bank Modern di Jalan Ahmad Yani  (yang dibangun1929) dihancurkan kemudian menjadi lima ruko berlantai lima, Kompleks perkantoran perusahaan perkebunan SIPEF  (PT Tolan Tiga) di persimpangan Jalan S Parman  dan Jalan Zainul Arifin (yang dibangun 1920) mengalami nasib yang sama yang akhirnya menjadi Cambridge Condominium dan Rumah Sakit Tembakau Deli yang rencananya akan dirubuhkan,” ungkapnya.

Wali Kota Medan, Drs H Rahudman Harahap MM diwakili Wakil Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin menyambut baik Renperda tersebut. Eldin menyebutkan, Ranperda ini mengatur tentang cagar budaya yang bersifat kebendaan, walaupun demikian, meliputi nilai-nilai penting bagi masyarakat seperti nilai sejarah, estetika, ilmu pengetahuan, etnologi dan keunikan yang terwujud dalam bentuk cagar budaya.
Dia menyatakan, dalam pengaturannya diperlukan aturan yang jelas tentang pemanfaatan cagar budaya yang sifatnya sebagai monumen mati dan yang sifatnya monumen hidup. Khusus monumen mati, diberi fungsi baru sesuai dengan kebutuhan masa kini. Selain itu, mengenai monumen hidup harus memperhatikan aturan hokum adat dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. (ari/ril/jon)

MEDAN-Ranperda tentang pelestarian bangunan dan lingkungan cagar budaya di Kota Medan, akhirnya disetujui dan disahkan oleh DPRD Medan menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan.

Persetujuan dan pengesahan Ranperda menjadi Perda tersebut, diperoleh setelah adanya kesepakatan dari pendapat fraksi-fraksi di DPRD Medan, dalam Rapat Paripurna DPRD Medan, Selasa (21/2).

Namun, persetujuan dari fraksi-fraksi tersebut bukan tanpa catatan. Damai Yona Nainggolan, selaku Juru Bicara (Jubir) Fraksi Demokrat DPRD Sumut, dalam pandangan fraksinya menyatakan, Pemko Medan, selama ini tidak maksimal melindungi bangunan-bangunan bersejarah di Kota Medan. Walaupun secara payung hukum, sudah ada Perda yang mengatur persoalan ini, yakni Perda Kota Medan No 6 Tahun 1988.

Damai Yona menuturkan, bukti ketidakmaksimalan Pemko Medan dalam menjaga cagar budaya serta bangunan bersejarah di Kota Medan adalah banyaknya bangunan bersejarah ada yang telah diruntuhkan dan beralih fungsi menjadi bangunan baru. Bahkan ada yang beralih menjadu bangunan rumah-rumah toko (ruko).

“Sepengetahuan kami, ada artefak Cina di kawasan Medan Marelan yang menunjukkan bahwa tadinya di lokasi tersebut dikenal sebagai kota Cina, yang belum tersentuh oleh Pemko. Artefak tersebut sebenarnya dapat menjadi bukti sejarah yang dapat digali sebagai sumber ilmu pengetahuan dan tujuan wisata,” ujar Damai Yona Nainggolan.

Ia menambahkan, beberapa bangunan lainnya yang kurang mendapat perhatian serta tidak mendapat perawatan antara lain eks kantor Departemen Tenaga Kerja, eks kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, keduanya berlokasi di Jalan Hindu, maupun eks kantor Sosial Politik di Jalan Pemuda, Medan.

“Oleh karena  itu lah Fraksi Partai Demokrat sangat sepakat usul dari rekan-rekan atas pengajuan ranperda tersebut. Bahkan kepada rekan-rekan pengusul ranperda tersebut kami berikan apresiasi disertai ucapan terima kasih,” ujar perempuan yang juga menjabat sebagai Ketua Kaukus Perempuan Parlemen Kota Medan tersebut.
Anggota DPRD Medan lainnya, Ferdinand Lumban Tobing, saat menyampaikan pendapat Fraksi Partai Golkar, menegaskan dibutuhkan ketegasan dari Pemko perihal bangunan-bangunan yang dikategorikan menjadi bangunan cagar budaya, serta sanksi yang tegas bagi mereka yang melakukan pengrusakan dan pemugaran tanpa izin.

“Pemko Medan harus bekerjasama dengan masyarakat dan LSM-LSM yang peduli dengan pelestarian bangunan dan atau cagar budaya, sehingga bangunan-bangunan bersejarah di Kota Medan dapat terlindungi dari kerusakan-baik itu karena tindakan manusia maupun proses alam,” kata Ferdinand seraya menambahkan, untuk menentukan kriteria, penggolongan, pelestarian dan pemugaran, agar terlebih dahulu dibuat studi banding.

Fraksi Partai Golkar juga mengusulkan Pemko Medan harus memasang informasi di setiap bangunan tua bersejarah yang tersebar di sejumlah kawasan, untuk menarik minat wisatawan sekaligus membangunan kesadaran masyarakat dalam pelestarian bangunan bersejarah dan atau cagar budaya.
“Wali Kota Medan juga harus mensosialisasikan kepada camat dan lurah, bahwa pelestarian bangunan atau bersejarah atau cagar budaya merupakan kekayaan budaya yang dapat dikelola dan dikembangkan, serta dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan dan citra daerah, termasuk tujuan wisata yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan asli daerah,” ujar Ferdinand.

“Berdasarkan laporan panitia khusus (pansus), kami sangat menyayangkan  atas data-data cagar budaya yang sudah tidak sesuai lagi dengan kenyataan. Walau kami tidak terkejut  dengan fakta ini karena  secara kasat mata pun memang kelihatan seperti itu,” sambung Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Juliandi Siregar.

Dikatakannya, setelah Ranperda ini ditetapkan pendataan bangunan atau lingkungan cagar budaya  harus menjadi prioritas SKPD.

F-PKS mencatat sejumlah bangunan cagar budaya yang sudah dihancurkan diantaranya  Pengadilan Kerajaan Kerapatan Adat Deli, Sekolah Menengan Pertama Negeri I Medan (1999) yang berada di Jalan Cut Mutia, yang kemudian menjelma menjadi tiga pintu rumah tinggal (1989), Mega Eltra (2002) di Jalan Brigjen Katamso, Sembilan Rumah Panggung di Jalan Timur dan puluhan bangunan bersejarah di Jalan Kesuma.

“Terakhir, pada tahun 2004, eks bangunan Bank Modern di Jalan Ahmad Yani  (yang dibangun1929) dihancurkan kemudian menjadi lima ruko berlantai lima, Kompleks perkantoran perusahaan perkebunan SIPEF  (PT Tolan Tiga) di persimpangan Jalan S Parman  dan Jalan Zainul Arifin (yang dibangun 1920) mengalami nasib yang sama yang akhirnya menjadi Cambridge Condominium dan Rumah Sakit Tembakau Deli yang rencananya akan dirubuhkan,” ungkapnya.

Wali Kota Medan, Drs H Rahudman Harahap MM diwakili Wakil Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin menyambut baik Renperda tersebut. Eldin menyebutkan, Ranperda ini mengatur tentang cagar budaya yang bersifat kebendaan, walaupun demikian, meliputi nilai-nilai penting bagi masyarakat seperti nilai sejarah, estetika, ilmu pengetahuan, etnologi dan keunikan yang terwujud dalam bentuk cagar budaya.
Dia menyatakan, dalam pengaturannya diperlukan aturan yang jelas tentang pemanfaatan cagar budaya yang sifatnya sebagai monumen mati dan yang sifatnya monumen hidup. Khusus monumen mati, diberi fungsi baru sesuai dengan kebutuhan masa kini. Selain itu, mengenai monumen hidup harus memperhatikan aturan hokum adat dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. (ari/ril/jon)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/