23.1 C
Medan
Monday, January 20, 2025

Tak Ada Solusi, Pemilik, Dinas Terkait, dan Kecamatan Bakal Digugat

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Diketahui dalam setahun terakhir, warga Jalan Ambai, Kelurahan Sidorejo Hilir, Kecamatan Medan Tembung, dibuat resah dengan berdirinya kafe Pos Ambai Coffee. Keberadaan kafe ini dinilai berdampak negatif, baik secara sosial, lingkungan, dan kenyamanan warga sekitarnya.

Seorang warga sekitar, Farid Wajdi mengatakan, dalam proses pendirian kafe tersebut, warga terdampak langsung tidak pernah dimintai dan/atau memberi persetujuan, baik dari instansi pemerintah setempat maupun pemilik kafe. Sehingga sampai saat ini, warga tidak mengetahui dengan pasti ada atau tidak izin usaha kafe tersebut.

Dalam praktiknya, kafe tersebut telah beroperasi secara penuh mulai dari pagi, siang, sore, malam, hingga dini hari, alias dioperasikan secara penuh dalam waktu 24 jam. Kafe dibuka, dan terbuka setiap waktu secara penuh waktu, dan pengunjung/tamu bebas keluar masuk tanpa ada pembatasan, baik dari sisi tempat maupun waktu kunjungan.

“Kami terganggu, karena kafe telah membuat suara bising seperti pasar malam, suara teriakan, tawa canda, atau ungkapan kotor dari perempuan dan laki-laki,” ungkap Farid, Senin (21/3).

Farid yang juga seorang Komisioner Komisi Yudisial ini, lebih lanjut menuturkan, selain itu dan yang sangat memprihatinkan, kafe tersebut juga telah dikunjungi pihak yang diduga para pelajar berseragam mulai dari pukul 07.30 WIB sampai pukul 18.00 WIB. Sedangkan aktivitas yang terdengar dari kafe sekitar pukul 10.00 WIB hingga 18.00 WIB adalah suara bising pengunjung yang kerap bernyanyi.

“Parahnya suara itu tetap berlangsung meskipun beriringan dengan pelaksanaan waktu salat, bahkan termasuk pada waktu pelaksanaan khutbah Salat Jumat. Karena lokasi kafe dengan masjid terdekat hanya lebih kurang 250 meter,” bebernya.

Senada dengan Farid, Ketua BKM Ikhwania, dr Taufik mengatakan, pihaknya sering menerima keluhan dari para jamaah atas keberadaan kafe itu. Bahkan, ada jamaah yang rencananya akan pindah rumah agar bisa jauh dari kafe tersebut.

“Kalau sudah ada jamaah yang pindah, artinya jamaah masjid akan berkurang. Warga yang memang ingin istirahat dan hidup tenang sangat terganggu dengan kebisingan kafe itu,” tuturnya. Warga lainnya, Diurna Wantana mengaku, pernah menggrebek langsung kafe itu setelah sepekan dibuka. Tapi pengelola kafe menolak dengan komplainnya dengan menyuruhnya melapor kepada lurah dan kepala lingkungan.

Untuk itu, Penasehat Hukum Warga, Eka Putra Jakran mengatakan, pihaknya akan menerima solusi secara kekeluargaan dengan pemilik kafe, dalam menanggapi keresahan warga tersebut. “Jangan sampai 10 tahun ke depan banyak warga yang stroke karena setiap hari dengar kebisingan kafe. Kalau tidak ada solusi, maka kami akan gugat semua, baik dari pemilik kafe, dinas, dan pihak kelurahan serta kecamatan,” tegasnya.

Atas masalah ini, Komisi 3 DPRD Medan pun menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan memanggil pihak Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Medan, Dinas Pariwisata Kota Medan, pihak kelurahan, dan pemilik kafe, Senin (21/3). RDP itu digelar guna menindaklanjuti keluhan masyarakat terkait keberadaan kafe tersebut.

Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi 3 DPRD Medan M Afri Rizky Lubis, bersama anggota Komisi 3 lainnya itu, dipastikan pihaknya akan segera turun ke lokasi kafe yang telah meresahkan warga sekitar itu. Meski begitu, Komisi 3 mengaku kecewa dengan Dinas Pariwisata Kota Medan, sebab perwakilannya tidak hadir dalam RDP tersebut, tanpa alasan.

“Dinas Pariwisata dan pemilik kafe ini tidak menghargai kami, diundang tapi tidak datang tanpa ada alasan apapun. Komisi 3 segera turun ke lapangan untuk memberi peringatan ke pemilik kafe, atas keberadaannya yang meresahkan warga sekitar,” ujarnya.

Sementara itu, Anggota Komisi 3, Hendri Duin menyatakan, keberadaan usaha di suatu tempat itu sangat penting untuk kemajuan perekonomian. Namun yang terpenting, pihak pelaku usaha harus tetap menjalin komunikasi dengan warga.

“Pihak kecamatan dan kelurahan pun harus proaktif jika ada keluhan warga. Komunikasikan agar bisa diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat,” pungkasnya. (map/saz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Diketahui dalam setahun terakhir, warga Jalan Ambai, Kelurahan Sidorejo Hilir, Kecamatan Medan Tembung, dibuat resah dengan berdirinya kafe Pos Ambai Coffee. Keberadaan kafe ini dinilai berdampak negatif, baik secara sosial, lingkungan, dan kenyamanan warga sekitarnya.

Seorang warga sekitar, Farid Wajdi mengatakan, dalam proses pendirian kafe tersebut, warga terdampak langsung tidak pernah dimintai dan/atau memberi persetujuan, baik dari instansi pemerintah setempat maupun pemilik kafe. Sehingga sampai saat ini, warga tidak mengetahui dengan pasti ada atau tidak izin usaha kafe tersebut.

Dalam praktiknya, kafe tersebut telah beroperasi secara penuh mulai dari pagi, siang, sore, malam, hingga dini hari, alias dioperasikan secara penuh dalam waktu 24 jam. Kafe dibuka, dan terbuka setiap waktu secara penuh waktu, dan pengunjung/tamu bebas keluar masuk tanpa ada pembatasan, baik dari sisi tempat maupun waktu kunjungan.

“Kami terganggu, karena kafe telah membuat suara bising seperti pasar malam, suara teriakan, tawa canda, atau ungkapan kotor dari perempuan dan laki-laki,” ungkap Farid, Senin (21/3).

Farid yang juga seorang Komisioner Komisi Yudisial ini, lebih lanjut menuturkan, selain itu dan yang sangat memprihatinkan, kafe tersebut juga telah dikunjungi pihak yang diduga para pelajar berseragam mulai dari pukul 07.30 WIB sampai pukul 18.00 WIB. Sedangkan aktivitas yang terdengar dari kafe sekitar pukul 10.00 WIB hingga 18.00 WIB adalah suara bising pengunjung yang kerap bernyanyi.

“Parahnya suara itu tetap berlangsung meskipun beriringan dengan pelaksanaan waktu salat, bahkan termasuk pada waktu pelaksanaan khutbah Salat Jumat. Karena lokasi kafe dengan masjid terdekat hanya lebih kurang 250 meter,” bebernya.

Senada dengan Farid, Ketua BKM Ikhwania, dr Taufik mengatakan, pihaknya sering menerima keluhan dari para jamaah atas keberadaan kafe itu. Bahkan, ada jamaah yang rencananya akan pindah rumah agar bisa jauh dari kafe tersebut.

“Kalau sudah ada jamaah yang pindah, artinya jamaah masjid akan berkurang. Warga yang memang ingin istirahat dan hidup tenang sangat terganggu dengan kebisingan kafe itu,” tuturnya. Warga lainnya, Diurna Wantana mengaku, pernah menggrebek langsung kafe itu setelah sepekan dibuka. Tapi pengelola kafe menolak dengan komplainnya dengan menyuruhnya melapor kepada lurah dan kepala lingkungan.

Untuk itu, Penasehat Hukum Warga, Eka Putra Jakran mengatakan, pihaknya akan menerima solusi secara kekeluargaan dengan pemilik kafe, dalam menanggapi keresahan warga tersebut. “Jangan sampai 10 tahun ke depan banyak warga yang stroke karena setiap hari dengar kebisingan kafe. Kalau tidak ada solusi, maka kami akan gugat semua, baik dari pemilik kafe, dinas, dan pihak kelurahan serta kecamatan,” tegasnya.

Atas masalah ini, Komisi 3 DPRD Medan pun menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan memanggil pihak Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Medan, Dinas Pariwisata Kota Medan, pihak kelurahan, dan pemilik kafe, Senin (21/3). RDP itu digelar guna menindaklanjuti keluhan masyarakat terkait keberadaan kafe tersebut.

Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi 3 DPRD Medan M Afri Rizky Lubis, bersama anggota Komisi 3 lainnya itu, dipastikan pihaknya akan segera turun ke lokasi kafe yang telah meresahkan warga sekitar itu. Meski begitu, Komisi 3 mengaku kecewa dengan Dinas Pariwisata Kota Medan, sebab perwakilannya tidak hadir dalam RDP tersebut, tanpa alasan.

“Dinas Pariwisata dan pemilik kafe ini tidak menghargai kami, diundang tapi tidak datang tanpa ada alasan apapun. Komisi 3 segera turun ke lapangan untuk memberi peringatan ke pemilik kafe, atas keberadaannya yang meresahkan warga sekitar,” ujarnya.

Sementara itu, Anggota Komisi 3, Hendri Duin menyatakan, keberadaan usaha di suatu tempat itu sangat penting untuk kemajuan perekonomian. Namun yang terpenting, pihak pelaku usaha harus tetap menjalin komunikasi dengan warga.

“Pihak kecamatan dan kelurahan pun harus proaktif jika ada keluhan warga. Komunikasikan agar bisa diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat,” pungkasnya. (map/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/