25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Kasat Lantas Bela MSDC

MEDAN-Kepala Satuan Lalu Lintas Polresta Medan Kompol Budi Hendrawan, tampaknya membela usaha Medan Safety Drive Center (MSDC) di Jalan Bilal Medan, selaku biro jasa yang mengeluarkan sertifikat kompetensi bagi sopir yang  dinyatakan lulus  uji pengemudi untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM).

Pasalnya, Budi Hendrawan menyatakan kalau kerja sama dengan MSDC tidak melanggar aturan dan sudah sesuai dengan Peraturan Kapolri pasal 21 ayat (2). Bahkan, Budi menegaskan kalau hanya petugas uji yang memiliki kompetensi dari kepolisian saja yang berhak melakukan pengujian. Hal itu sesuai Undang-Undang LLAJ Nomor 22 Tahun 2009 pasal 78  ayat (3). “Untuk kerja sama antara Sat Lantas Polresta Medan dengan MSDC hanya sebatas peminjaman tempat ujian praktek dan ujian tulisan serta sejumlah fasilitas lainnya,” tambah Budi.

Menurutnya, uji kompetensi dari MSDC itu bertujuan untuk meningkatkan kemampuan sopir angkutan umum karena tanggung jawab yang diembannya sangat besar. Tidak hanya keselamatan dirinya saja, melainkan keselamatan penumpang dan pengguna jalan yang lainnya. “Untuk itu juga kita lakukan kerja sama dengan lembaga yang mendapat izin dan terakreditasi,”  tegas Budi lagi.

Dalam hal ini, lanjut Budi, biaya penerbitanSIM tetap sesuai dengan Undang-Undang dan ketentuan. Untuk penerbitan SIM A dikenakan biaya Rp120 ribu dan SIM C Rp100 ribu. Untuk perpanjangan naik golongan SIM, dikenakan biaya Rp215 ribu. Sementara untuk perpanjangan SIM dikenakan biaya Rp80 ribu dan untuk SIM C Rp75 ribu. “Kalau untuk penerbitan SIM bagi pengemudi angkutan umum diwajibkan mengikuti pendidikan dan pelatihan mengemudi, sesuai Undang-Undang Lalu Lintas Nomor 22 tahun 2009 pasal 77 ayat (4),” pungkasnya.

Pernyataan Budi memang berbeda dengan  Ketua Kesatuan Supir dan Pemilik Kendaraan (Kesper) Kota Medan Israel Situmeang, sewaktu melakukan aksi demo bersama puluhan sopir di Mapoldasu, Senin (20/5) lalu. Kata Israel, pengutipan yang dilakukan MSDS terkait pembuatan SIM sangat mahal. Dalam pembuatan SIM B1 setiap sopir dikenakan biaya Rp450 ribu, sedangkan untuk pembuatan SIM A setiap sopir dikenakan biaya Rp350 ribu. Karena itulah,  para sopir meminta Polda Sumut meminta menutup dan membubarkan MSDC karena dinilai telah menjual sertifikat dengan dalih pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM).

Sementara itu, Polda Sumut sendiri menegaskan dalam pengurusan SIM tidak meski sertifikat mengemudi dikeluarkan dari MSDC. Sebab, sertifikat tersebut bisa dikeluarkan dari sekolah mengemudi yang memiliki izin usahanya.

Kabid Humas Poldasu Kombes Pol Raden Heru Prakoso mengatakan,  sudah ada sekolah mengemudi yang memiliki izin sehingga tidak meski sertifikat mengemudi dikeluarkan dari MSDC. “Tidak meski, kalau jumlah sekolah mengemudi yang memiliki izin, saya tidak hafal jumlahnya,” tegasnya.
Disinggung soal ada kerjasama antara Sat Lantas Polresta Medan dan MSDC dalam pengurusan SIM, sehingga sertifikat mengemudi harus dikeluarkan dari MSDC sebagai salah satu syarat dari pengurusan SIM, Heru membatahnya. “Sertifikat yang dikeluarkan MSDC tidak menjadi jamin untuk lulus dan mendapatkan SIM. Sertifikat yang dikeluarkan MSDC tidak mutlak bisa berhasil,” tegasnya.

Saat ditanya atas tuntutan aksi supir ini yang meminta MSDC dibubarkan, Heru berjanji akan menyampaikan tuntutan mereka kepada Kapoldasu Irjend Pol Drs Wisjnu Amat Sastro.

Sementara itu Kepala Medan Safety Drive Center (MSDC), Jimmy membantah kalau MSDC ditudingan monopoli pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM). Dia mengatakan kalau pihaknya tidak pernah menyediakan pengurusan SIM dan hanya menyediakan tempat belajar mengemudi saja. Bahkan, Jimmy menegaskan kalau sertifikat yang dikeluarkan pihaknya, tidak berpengaruh dan diwajibkan dalam administrasi pengurusan SIM.

“Kita mengajar sesuai Peraturan Kapolri pasal 18, 19 dan 20 tentang cara mengemudi. Oleh karena itu, dasar kita membuka usaha ini sebagai peran serta menekan angka kecelakaan berlalu lintas di Indonesia yang terus meningkat. Selain itu, kita juga tidak mengeluarkan sertifikat bagi mereka yang belum bisa mengemudi. Setiap hari, ada 10 sampai 20 orang kita turunkan kelas karena belum bisa mengemudi, “ ujar Jimmy membela diri. (mag-10/gus)

MEDAN-Kepala Satuan Lalu Lintas Polresta Medan Kompol Budi Hendrawan, tampaknya membela usaha Medan Safety Drive Center (MSDC) di Jalan Bilal Medan, selaku biro jasa yang mengeluarkan sertifikat kompetensi bagi sopir yang  dinyatakan lulus  uji pengemudi untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM).

Pasalnya, Budi Hendrawan menyatakan kalau kerja sama dengan MSDC tidak melanggar aturan dan sudah sesuai dengan Peraturan Kapolri pasal 21 ayat (2). Bahkan, Budi menegaskan kalau hanya petugas uji yang memiliki kompetensi dari kepolisian saja yang berhak melakukan pengujian. Hal itu sesuai Undang-Undang LLAJ Nomor 22 Tahun 2009 pasal 78  ayat (3). “Untuk kerja sama antara Sat Lantas Polresta Medan dengan MSDC hanya sebatas peminjaman tempat ujian praktek dan ujian tulisan serta sejumlah fasilitas lainnya,” tambah Budi.

Menurutnya, uji kompetensi dari MSDC itu bertujuan untuk meningkatkan kemampuan sopir angkutan umum karena tanggung jawab yang diembannya sangat besar. Tidak hanya keselamatan dirinya saja, melainkan keselamatan penumpang dan pengguna jalan yang lainnya. “Untuk itu juga kita lakukan kerja sama dengan lembaga yang mendapat izin dan terakreditasi,”  tegas Budi lagi.

Dalam hal ini, lanjut Budi, biaya penerbitanSIM tetap sesuai dengan Undang-Undang dan ketentuan. Untuk penerbitan SIM A dikenakan biaya Rp120 ribu dan SIM C Rp100 ribu. Untuk perpanjangan naik golongan SIM, dikenakan biaya Rp215 ribu. Sementara untuk perpanjangan SIM dikenakan biaya Rp80 ribu dan untuk SIM C Rp75 ribu. “Kalau untuk penerbitan SIM bagi pengemudi angkutan umum diwajibkan mengikuti pendidikan dan pelatihan mengemudi, sesuai Undang-Undang Lalu Lintas Nomor 22 tahun 2009 pasal 77 ayat (4),” pungkasnya.

Pernyataan Budi memang berbeda dengan  Ketua Kesatuan Supir dan Pemilik Kendaraan (Kesper) Kota Medan Israel Situmeang, sewaktu melakukan aksi demo bersama puluhan sopir di Mapoldasu, Senin (20/5) lalu. Kata Israel, pengutipan yang dilakukan MSDS terkait pembuatan SIM sangat mahal. Dalam pembuatan SIM B1 setiap sopir dikenakan biaya Rp450 ribu, sedangkan untuk pembuatan SIM A setiap sopir dikenakan biaya Rp350 ribu. Karena itulah,  para sopir meminta Polda Sumut meminta menutup dan membubarkan MSDC karena dinilai telah menjual sertifikat dengan dalih pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM).

Sementara itu, Polda Sumut sendiri menegaskan dalam pengurusan SIM tidak meski sertifikat mengemudi dikeluarkan dari MSDC. Sebab, sertifikat tersebut bisa dikeluarkan dari sekolah mengemudi yang memiliki izin usahanya.

Kabid Humas Poldasu Kombes Pol Raden Heru Prakoso mengatakan,  sudah ada sekolah mengemudi yang memiliki izin sehingga tidak meski sertifikat mengemudi dikeluarkan dari MSDC. “Tidak meski, kalau jumlah sekolah mengemudi yang memiliki izin, saya tidak hafal jumlahnya,” tegasnya.
Disinggung soal ada kerjasama antara Sat Lantas Polresta Medan dan MSDC dalam pengurusan SIM, sehingga sertifikat mengemudi harus dikeluarkan dari MSDC sebagai salah satu syarat dari pengurusan SIM, Heru membatahnya. “Sertifikat yang dikeluarkan MSDC tidak menjadi jamin untuk lulus dan mendapatkan SIM. Sertifikat yang dikeluarkan MSDC tidak mutlak bisa berhasil,” tegasnya.

Saat ditanya atas tuntutan aksi supir ini yang meminta MSDC dibubarkan, Heru berjanji akan menyampaikan tuntutan mereka kepada Kapoldasu Irjend Pol Drs Wisjnu Amat Sastro.

Sementara itu Kepala Medan Safety Drive Center (MSDC), Jimmy membantah kalau MSDC ditudingan monopoli pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM). Dia mengatakan kalau pihaknya tidak pernah menyediakan pengurusan SIM dan hanya menyediakan tempat belajar mengemudi saja. Bahkan, Jimmy menegaskan kalau sertifikat yang dikeluarkan pihaknya, tidak berpengaruh dan diwajibkan dalam administrasi pengurusan SIM.

“Kita mengajar sesuai Peraturan Kapolri pasal 18, 19 dan 20 tentang cara mengemudi. Oleh karena itu, dasar kita membuka usaha ini sebagai peran serta menekan angka kecelakaan berlalu lintas di Indonesia yang terus meningkat. Selain itu, kita juga tidak mengeluarkan sertifikat bagi mereka yang belum bisa mengemudi. Setiap hari, ada 10 sampai 20 orang kita turunkan kelas karena belum bisa mengemudi, “ ujar Jimmy membela diri. (mag-10/gus)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/