25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Sangat Diminati dan Boleh Dibawa Pulang

Bubur Sop untuk Berbuka di Mesjid Raya Medan

BUBUR SOP: Puluhan warga mengambil bubur sop untuk berbuka puasa  halaman Masjid Raya Medan, Sabtu (21/7).//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
BUBUR SOP: Puluhan warga mengambil bubur sop untuk berbuka puasa di halaman Masjid Raya Medan, Sabtu (21/7).//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Setiap tahunnya, Masjid Raya Al-Maksum Medan selalu menyediakan menu berbuka untuk masyarakat umum. Bubur Sop, menu berbuka ini telah menjadi ciri khas mesjid tertua di Medan ini lebih dari 50 tahun yang lalu.
Tradisi menyediakan makanan berbuka ini sudah ada sejak Kesultanan Deli. Tetapi masa kerajaan tersebut, makanan yang disediakan berupa Bubur Pedas yang merupakan makanan khas Melayu.
“Kalau dulu, makanan berbuka ini dimasak di istana, kemudian dibawa ke masjid untuk disantap bersama dengan masyarakat,” ujar Hamdan, seorang pemasak Bubur Sop di Masjid Raya Medan.

Dirinya menjelaskan, ada perbedaan anatara bubur yang disediakan di Masjid Raya pada zaman dulu hingga sekarang. “Kita tidak memasak bubur pedas lagi, tapi bubur sop sebagai ciri khas Masjid Raya Medan,” ungkapnya.
“Kalau bubur pedas, memiliki bahan dan bumbu yang lebih banyak dibandingkan bubur sop yang saat ini kita sediakan,” tambah Hamdan. Selain itu, dalam hal menyajikan, bubur pedas lebih sulit dibandingkan bubur sop.
Untuk memasak bubur sop, dalam sehari pihak Masjid Raya menghabiskan 25 kg beras, 10 kg daging sapi, kentang dan wortel 10 kg, dan bahan pendukung lainnya seperti garam, gula, teh, dan buah pala.

Bahan-bahan tersebut dimasak selama 3 hingga 4 jam, dan akan disajikan untuk lebih dari 700 piring. “Mengiris kentang dan wartel kita lakukan saat pagi di rumah penduduk, sedangkan memasaknya mulai pukul 2 siang di masjid,” lanjut Hamdan.
Walaupun porsi untuk berbuka sudah ditambah setiap tahun, tetapi bubur sop yang dimasak selalu kekurangan. “Tujuh tahun belakangan ini, porsinya ditambah menjadi 25 kg beras, dulunya hanya 5 hingga 7 kg beras,” ungkapnya. Karena kebijakan dari tukang masak yang juga pengurus Masjid Raya ini memberikan kesempatan bagi masyarakat agar bubur boleh dibawa pulang.

Dana untuk berbuka ini disedikana oleh donator tetap dan tidak tetap, yang juga menjadi donatur di masjid tersebut. Yang menyantap menu ini juga bukan hanya masyarakat setempat, tetapi masyarakat pelosok seperti dari Belawan, Tembung, dan ada juga datang dari daerah lainnya hanya untuk menikmati bubur sop ini saat berbuka puasa. “Kalau masyarakat sekitar hanya 60 persen. Sisanya ya masyarakat Medan dan dari daerah lain,” ungkapnya.
Setelah bekerja lebih dari 10 tahun yang lalu, Hamdan dan teman-temannya mengatakan rasa bersyukur, karena makanan yang disajikan masih diminati masyarakat. “Buburnya selalu habis. Karena itu, kita selalu bersyukur karena masih diterima oleh masyarakat,” lanjutnya.(ram)

Bubur Sop untuk Berbuka di Mesjid Raya Medan

BUBUR SOP: Puluhan warga mengambil bubur sop untuk berbuka puasa  halaman Masjid Raya Medan, Sabtu (21/7).//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
BUBUR SOP: Puluhan warga mengambil bubur sop untuk berbuka puasa di halaman Masjid Raya Medan, Sabtu (21/7).//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Setiap tahunnya, Masjid Raya Al-Maksum Medan selalu menyediakan menu berbuka untuk masyarakat umum. Bubur Sop, menu berbuka ini telah menjadi ciri khas mesjid tertua di Medan ini lebih dari 50 tahun yang lalu.
Tradisi menyediakan makanan berbuka ini sudah ada sejak Kesultanan Deli. Tetapi masa kerajaan tersebut, makanan yang disediakan berupa Bubur Pedas yang merupakan makanan khas Melayu.
“Kalau dulu, makanan berbuka ini dimasak di istana, kemudian dibawa ke masjid untuk disantap bersama dengan masyarakat,” ujar Hamdan, seorang pemasak Bubur Sop di Masjid Raya Medan.

Dirinya menjelaskan, ada perbedaan anatara bubur yang disediakan di Masjid Raya pada zaman dulu hingga sekarang. “Kita tidak memasak bubur pedas lagi, tapi bubur sop sebagai ciri khas Masjid Raya Medan,” ungkapnya.
“Kalau bubur pedas, memiliki bahan dan bumbu yang lebih banyak dibandingkan bubur sop yang saat ini kita sediakan,” tambah Hamdan. Selain itu, dalam hal menyajikan, bubur pedas lebih sulit dibandingkan bubur sop.
Untuk memasak bubur sop, dalam sehari pihak Masjid Raya menghabiskan 25 kg beras, 10 kg daging sapi, kentang dan wortel 10 kg, dan bahan pendukung lainnya seperti garam, gula, teh, dan buah pala.

Bahan-bahan tersebut dimasak selama 3 hingga 4 jam, dan akan disajikan untuk lebih dari 700 piring. “Mengiris kentang dan wartel kita lakukan saat pagi di rumah penduduk, sedangkan memasaknya mulai pukul 2 siang di masjid,” lanjut Hamdan.
Walaupun porsi untuk berbuka sudah ditambah setiap tahun, tetapi bubur sop yang dimasak selalu kekurangan. “Tujuh tahun belakangan ini, porsinya ditambah menjadi 25 kg beras, dulunya hanya 5 hingga 7 kg beras,” ungkapnya. Karena kebijakan dari tukang masak yang juga pengurus Masjid Raya ini memberikan kesempatan bagi masyarakat agar bubur boleh dibawa pulang.

Dana untuk berbuka ini disedikana oleh donator tetap dan tidak tetap, yang juga menjadi donatur di masjid tersebut. Yang menyantap menu ini juga bukan hanya masyarakat setempat, tetapi masyarakat pelosok seperti dari Belawan, Tembung, dan ada juga datang dari daerah lainnya hanya untuk menikmati bubur sop ini saat berbuka puasa. “Kalau masyarakat sekitar hanya 60 persen. Sisanya ya masyarakat Medan dan dari daerah lain,” ungkapnya.
Setelah bekerja lebih dari 10 tahun yang lalu, Hamdan dan teman-temannya mengatakan rasa bersyukur, karena makanan yang disajikan masih diminati masyarakat. “Buburnya selalu habis. Karena itu, kita selalu bersyukur karena masih diterima oleh masyarakat,” lanjutnya.(ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/