31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Polresta tak Berani Tahan Dirut PT Atakana

Diduga Ada Intervensi Oknum Jenderal di Mabes Polri

MEDAN-Penyidik unit Ekonomi Sat Reskrim Polresta Medan sudah memeriksa Direktur Utama (Dirut) PT Atakana, Muhammad Aka, hingga menjelang tengah malam, Jumat (20/9) kemarin. Pengusaha yang mengaku memiliki kebun kelapa sawit ribuan hektar di Nangroe Aceh Darusalam
(NAD) itu dicerca puluhan pertanyaan. Saat menjalani pemeriksaan, pria bertubuh tambun itu sempat beberapa kali minta istirahat kepada penyidik dan keluar dari ruangan ke halaman parkir Mapolresta Medan untuk merokok. Di halaman Mapolres itu, Muhammad Aka terlihat sibuk bicara melalui handphone. Sedangkan sopirnya disuruh bolak-balik menjemput berkas ke rumahnya.

Tidak diketahui siapa yang dihubungi dan kepada siapa dia bicara. Namun diduga, dia menghubungi rekan dekatnya oknum jenderal di Mabes Polri untuk memonitor pemeriksaan dirinya dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan uang sebesar Rp900 juta, yang dilaporkan rekan bisnisnya, Latif.

Tersangka, Muhammad Aka, tiba di Mapolresta Medan, Kamis (20/9) pukul 12.30 wIB. Turun dari mobil Toyota Furtuner warna metalik BK 1 IA didampingi seorang kuasa hukumnya. Kemudian, langsung menjalani pemeriksaan di ruang Unit Ekonomi lantai 2. Pemeriksaan pun berakhir menjelang tengah malam dan makan makanan siap saji bersama penyidik.

Setelah diperiksa selama lebih kurang 10 jam, Direktur Utama (Dirut) PT Atakana yang bergerak dalam bisnis perkebunan kelapa sawit itu tidak ditahan.
”Status hukum Muhammad Aka, dalam surat panggilan kedua disebut sebagai tersangka. Namun, demikian, dia tidak dilakukan penahanan karena tidak ada petunjuk dari pimpinan,” kata oknum petugas yang tidak bersedia menyebut identitasnya, kepada wartawan.

Diduga, Polresta Medan tidak berani melakukan penahanan terhadap Muhammad Aka, karena adanya intervensi beberapa oknum jenderal di Mabes Polri. Dugaan adanya intervensi oknum-oknum jenderal di Mabes Polri dalam kasus itu karena Kapolresta Medan, Kombes Pol Drs Monang Situmorang dan Kasat Reskrim Kompol M Yoris Marzuki serta Kanit Ekonomi AKP Bambang Ardy, tidak berani berkomentar ketika ditanya wartawan.

“Tanya sajalah ke Kapolresta Medan, kita tidak berani komentar,” kata Kasat Reskrim, Kompol Yoris dan Kanit Ekonomi, AKP Bambang Ardy. Sedangkan Kapolresta Medan ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon selalu yang menjawab ajudannya.

Bahkan, ketika dikirim SMS untuk konfirmasi bahwa Polresta Medan tidak berani menahan Muhammad Aka, karena ada intervensi dari oknum-oknum jenderal di Mabes Polri, Monang Situmorang juga tidak membalas.

Korban, Latif mengaku, sangat kecewa atas ketidakadilan tersebut.

“Saya berharap agar Polresta Medan tidak ambivalen (mendua hati, Red) dalam menerapkan hukum  terhadap siapapun, karena di mata hukum semua manusia sama, tidak terkecuali Dirut PT Atakana, Muhammad Aka,” kata Latif, Jumat (21/9).

Latif menilai, jika benar karena adanya intervensi dari petinggi Polri sehingga hukum dianaktirikan Polresta Medan, maka paradigma baru yang selalu digadang-gadangkan Polri, hanya isapan jempol belaka.

“Kalau Polresta Medan masih punya diskriminasi dalam menerapkan hukum,berarti kepemimpinan Kombes Pol Drs Monang Situmorang, sangat diragukan alias gagal,”kata Latif.

Korban juga sangat menyayangkan kinerja Polresta Medan yang tidak menindak lanjuti laporannya.

“Bayangkan, kasus penipuan ini saya laporkan pada 16 April 2011 dan sudah berjalan 17 bulan, belum juga selesai. Bahkan, baru pertama kali ini terlapor, Muhammad Aka diperiksa,” kesal Latif sembari menyebut bukti laporan LP.No. 957/IV/2011 tanggal 16 April 2011.
Sekadar diketahui, Muhammad Aka dilaporkan dalam kasus penipuan dan penggelapan, karena tidak menepati janjinya menjual kelapa sawit hasil perkebunannya kepada Latif. Padahal, korban sudah menyerahkan uang Rp900 juta.

“Kami sudah membuat perikatan jual beli TBS kelapa sawit dihadapan notaris dan saya sudah menyerahkan uang Rp900 juta,namun TBS tidak ada. Karena dia tidak bisa ditemui apalagi dihubungi, maka saya melaporkannya ke Polresta Medan,” terang Latif.

Disebutkannya, sejak kasus itu dilaporkannya, Polresta Medan baru satu kali memanggil Muhammad Aka.  Namun, tidak diindahkan dan tidak ada tindak lanjut dari Polresta Medan. Kemudian, setelah hampir satu tahun Latif berjuang sendirian, barulah Polresta Medan melayangkan surat panggilan kedua yaitu Selasa (25/9). Dan tersangka datang pada Kamis (20/9) namun setelah diperiksa, Muhammad Aka dipulangkan. “Seharusnya, kalau tidak ada intervensi dari pihak lain, kasus ini sudah lama tuntas,” kata Latif.

Sedangkan, Muhammad Aka, yang ditanya wartawan disela-sela pemeriksaannya di Polresta Medan, Kamis (20/9) malam tidak mau berkomentar panjang dan mengaku, laporan Latif itu semuanya rekayasa. “Itu semua tidak betul dan rekayasa. Kita buktikan bahwa laporannya itu akan di SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), apalagi kasus ini sudah sampai Mabes Polri,” kata Muhammad Aka. (jon/fal)

Diduga Ada Intervensi Oknum Jenderal di Mabes Polri

MEDAN-Penyidik unit Ekonomi Sat Reskrim Polresta Medan sudah memeriksa Direktur Utama (Dirut) PT Atakana, Muhammad Aka, hingga menjelang tengah malam, Jumat (20/9) kemarin. Pengusaha yang mengaku memiliki kebun kelapa sawit ribuan hektar di Nangroe Aceh Darusalam
(NAD) itu dicerca puluhan pertanyaan. Saat menjalani pemeriksaan, pria bertubuh tambun itu sempat beberapa kali minta istirahat kepada penyidik dan keluar dari ruangan ke halaman parkir Mapolresta Medan untuk merokok. Di halaman Mapolres itu, Muhammad Aka terlihat sibuk bicara melalui handphone. Sedangkan sopirnya disuruh bolak-balik menjemput berkas ke rumahnya.

Tidak diketahui siapa yang dihubungi dan kepada siapa dia bicara. Namun diduga, dia menghubungi rekan dekatnya oknum jenderal di Mabes Polri untuk memonitor pemeriksaan dirinya dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan uang sebesar Rp900 juta, yang dilaporkan rekan bisnisnya, Latif.

Tersangka, Muhammad Aka, tiba di Mapolresta Medan, Kamis (20/9) pukul 12.30 wIB. Turun dari mobil Toyota Furtuner warna metalik BK 1 IA didampingi seorang kuasa hukumnya. Kemudian, langsung menjalani pemeriksaan di ruang Unit Ekonomi lantai 2. Pemeriksaan pun berakhir menjelang tengah malam dan makan makanan siap saji bersama penyidik.

Setelah diperiksa selama lebih kurang 10 jam, Direktur Utama (Dirut) PT Atakana yang bergerak dalam bisnis perkebunan kelapa sawit itu tidak ditahan.
”Status hukum Muhammad Aka, dalam surat panggilan kedua disebut sebagai tersangka. Namun, demikian, dia tidak dilakukan penahanan karena tidak ada petunjuk dari pimpinan,” kata oknum petugas yang tidak bersedia menyebut identitasnya, kepada wartawan.

Diduga, Polresta Medan tidak berani melakukan penahanan terhadap Muhammad Aka, karena adanya intervensi beberapa oknum jenderal di Mabes Polri. Dugaan adanya intervensi oknum-oknum jenderal di Mabes Polri dalam kasus itu karena Kapolresta Medan, Kombes Pol Drs Monang Situmorang dan Kasat Reskrim Kompol M Yoris Marzuki serta Kanit Ekonomi AKP Bambang Ardy, tidak berani berkomentar ketika ditanya wartawan.

“Tanya sajalah ke Kapolresta Medan, kita tidak berani komentar,” kata Kasat Reskrim, Kompol Yoris dan Kanit Ekonomi, AKP Bambang Ardy. Sedangkan Kapolresta Medan ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon selalu yang menjawab ajudannya.

Bahkan, ketika dikirim SMS untuk konfirmasi bahwa Polresta Medan tidak berani menahan Muhammad Aka, karena ada intervensi dari oknum-oknum jenderal di Mabes Polri, Monang Situmorang juga tidak membalas.

Korban, Latif mengaku, sangat kecewa atas ketidakadilan tersebut.

“Saya berharap agar Polresta Medan tidak ambivalen (mendua hati, Red) dalam menerapkan hukum  terhadap siapapun, karena di mata hukum semua manusia sama, tidak terkecuali Dirut PT Atakana, Muhammad Aka,” kata Latif, Jumat (21/9).

Latif menilai, jika benar karena adanya intervensi dari petinggi Polri sehingga hukum dianaktirikan Polresta Medan, maka paradigma baru yang selalu digadang-gadangkan Polri, hanya isapan jempol belaka.

“Kalau Polresta Medan masih punya diskriminasi dalam menerapkan hukum,berarti kepemimpinan Kombes Pol Drs Monang Situmorang, sangat diragukan alias gagal,”kata Latif.

Korban juga sangat menyayangkan kinerja Polresta Medan yang tidak menindak lanjuti laporannya.

“Bayangkan, kasus penipuan ini saya laporkan pada 16 April 2011 dan sudah berjalan 17 bulan, belum juga selesai. Bahkan, baru pertama kali ini terlapor, Muhammad Aka diperiksa,” kesal Latif sembari menyebut bukti laporan LP.No. 957/IV/2011 tanggal 16 April 2011.
Sekadar diketahui, Muhammad Aka dilaporkan dalam kasus penipuan dan penggelapan, karena tidak menepati janjinya menjual kelapa sawit hasil perkebunannya kepada Latif. Padahal, korban sudah menyerahkan uang Rp900 juta.

“Kami sudah membuat perikatan jual beli TBS kelapa sawit dihadapan notaris dan saya sudah menyerahkan uang Rp900 juta,namun TBS tidak ada. Karena dia tidak bisa ditemui apalagi dihubungi, maka saya melaporkannya ke Polresta Medan,” terang Latif.

Disebutkannya, sejak kasus itu dilaporkannya, Polresta Medan baru satu kali memanggil Muhammad Aka.  Namun, tidak diindahkan dan tidak ada tindak lanjut dari Polresta Medan. Kemudian, setelah hampir satu tahun Latif berjuang sendirian, barulah Polresta Medan melayangkan surat panggilan kedua yaitu Selasa (25/9). Dan tersangka datang pada Kamis (20/9) namun setelah diperiksa, Muhammad Aka dipulangkan. “Seharusnya, kalau tidak ada intervensi dari pihak lain, kasus ini sudah lama tuntas,” kata Latif.

Sedangkan, Muhammad Aka, yang ditanya wartawan disela-sela pemeriksaannya di Polresta Medan, Kamis (20/9) malam tidak mau berkomentar panjang dan mengaku, laporan Latif itu semuanya rekayasa. “Itu semua tidak betul dan rekayasa. Kita buktikan bahwa laporannya itu akan di SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), apalagi kasus ini sudah sampai Mabes Polri,” kata Muhammad Aka. (jon/fal)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/