31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

1000-an Lentera Berkah ke Angkasa

Melihat Imlek di Maha Vihara Maitreya dan Puncak Sibayak

Malam perayaan Hari Raya Imlek 2563, seluruh Etnis Tionghoa menyambutnya dengan suka cita. Beragam acara pun digelar, mulai menerbangkan 1000-an lentera ke angkasa hingga mengadakan ritual di Puncak Gunung Sibayak.

Farida Noris &Iwan Tarigan

Sumut Pos coba menyambangi Maha Vihara Maitreya yang berada di Jalan Boulevard Utara No 8 Komplek Cemara Asri Medan. Namun, untuk menuju ke lokasi ini, kepadatan kendaraan sudah terjadi sejak sore hari, tepatnya di sepanjang Jalan Cemara Medan.

Begitu memasuki kompleks Perumahan Cemara Asri, kepadatan kendaraan menumpuk di area lapangan parkir Maha Vihara. Ratusan masyarakat Thionghoa-pun berkumpul di sana. Tapi, tak hanya masyarakat Thionghoa, masyarakat umum lainnya juga tumpah ruah di lokasi itu demi menyaksikan perayaan Imlek.

Saat menginjakkan kaki di pelataran parkir Maha Vihara, setiap pengunjung disambut dengan sebuah patung Dewa Rezeki raksasa yang mengusung ucapan Gong Xi Fa Cai. Pengunjung juga dibuat kagum dengan desain dua Gerbang Naga Emas, dua buah replika Naga Air raksasa serta replika 12 shion
Usai Magrib, atraksi barongsai pun beraksi di depan Maha Vihara Maitreya. Atraksi itu tentu saja menyedot perhatian pengunjung yang datang. Sebagian pengunjung tampak terkesima dengan aksi barongsai, sebagian pengunjung lainnya yang merayakan Imlek tampak tak begitu memedulikan karena lebih memilih berdoa (sembahyang) dengan khusuk.

Tak hanya atraksi barongsai, masyarakat Thionghoa yang merayakan Imlek juga menerbangkan lentera berkah ke angkasa. Tentu saja cahaya lentera merah terlihat menghiasi setiap sudut Maha Vihara Maitreya. Langit malampun dihiasi lentera terang dari sudut  Maha Vihara Maitreya karena lebih dari 1000-an lentera diterbangkan ke angkasa.

Replika naga berwarna keemasan semakin menambah semarak suasana Perayaan Hari Raya Imlek 2563 yang jatuh pada Senin 23 Januari 2012 ini. Dengan mengusung tema “2012 Tahun Kebahagiaan”, perayaan akbar tahunan ini dihadiri hingga puluhan ribu umat Buddha serta warga Kota Medan lainnya.

Menurut Humas Maha Vihara Maitreya, Heny Surianti, berdasarkan penanggalan Cina, tahun baru ini adalah tahun Naga Air. Bagi masyarakat Tionghoa, Naga merupakan lambang keagungan, kemuliaan dan kebahagiaan. Untuk itu, pada perayaan, Maha Vihara Maitreya secara khusus menghadirkan nuansa kental Imlek Tahun Naga Air.

Di Graha Sakyamuni, katanya, usai berdoa dan bersembahyang tahun baru, pengunjung dapat mempersembahkan pelita berkah. “Pemasangan pelita berkah akan dilaksanakan hingga hari ke-4 Imlek. Menuliskan doa permohonan juga menjadi salah satu kegiatan menarik di Maha Vihara ini,” kata Heni Surianti saat ditemui diruangannya.

Selain itu, setiap pengunjung dipersilakan untuk menuliskan permohonan mereka ke atas kertas doa yang telah disediakan oleh panitia yang nantinya akan digantungkan di pohon Meihua Harapan setinggi 6,4 meter. Dalam semalam, pohon Meihua Harapan raksasa yang berhiaskan kelap-kelip lampu ini dipenuhi dengan gantungan kertas doa pengunjung yang diperkirakan mencapai hingga 5 ribu orang.

Memang, kegiatan ini sendiri dimeriahkan dengan atraksi barongsai, doa bersama, pemasangan pelita berkah, pohon harapan, serta berbagai stand bazar menarik. Bahkan, dipuncak acara malam kemarin, tepat pukul 00.00 WIB, atraksi barongsai kembali hadir. “Artin aktraksi barongsai adalah salah satu cerita legenda yang baik. Dengan suara gong barongsai maka masyarakat yang menyaksikan diharapkan akan selalu gembira,” katanya.

Perayaan Imlek di Puncak Sibayak

Sedangkan dari  Karo, setelah 12 tahun berlalu, kini gelar ritual jelang perayaan Imlek,  di puncak Gunung Sibayak, kembali digelar Yayasan Rudang Mayang Berastagi.  Pemujaan  kepada luluhur dan roh nenek moyang ini  dilaksanakan keturunan etnis Thionghoa di puncak gunung api diketinggian 2.172 m Dpl.

Sumut Pos menyaksikan langsung, rombongan mengeluarkan sejumlah keperluan gelar ritual dari sebuah kantongan plastik hitam. Aneka buah-buahan, kue, dupa, hio, dan kertas uang (ginpo).  Cuaca yang sebelumnya mendung  diserta hujan, lambat laun berangsur membaik. Hari yang mulai tampak cerah, menambah semangat rombongan untuk menggelar kegiatan.

Satu persatu anggota kelahiran Shio Naga mulai sembahyang dan memanjatkan doa, kemudian disusul yang bukan kelahiran Shio Naga. Selanjutnya, digelar sembahyang dan doa bersama. Doa yang memiliki makna undangan kepada leluhur (Nini Deleng Sibayak, Red), untuk  datang hadir pada sembahyang malam jelang pergantian tahun (Imlek)  dan  kembali mendiami Vihara Ksitigarba, Desa Peceren, Kecamatan Berastagi. Selain itu, doa untuk kedamaian Indonesia, khususnya Tanah Karo, keselamatan dan rezeki  yang berlimpah.

Sesuai penuturan Ketua Yayasan Rudang Mayang,  Kosumo (Kho Cing Heng),  gelar ritual ini hanya dilaksanakan per 12 tahun. Menjelang malam perayaan Imlek Shio Naga sajalah sembahyang di puncak Gunung  Sibayak dilakukan. “Kegiatan ini telah berlangsung turun temurun. Vihara Ksitigarba, Desa Peceren Berastagi, dibangun leluhur kami, 118 tahun yang lalu. Pekong itu (Ksitigarba, Red), dihuni oleh Nini Deleng Sibayak. Jadi selama ini Nini Deleng Sibayak lah yang berdiam disana,” ujar Kosumo.

“Selama 12 tahun, Nini Deleng Sibayak, mendiami  pekong kami. Jadi sekitar seminggu lalu, Nini Deleng Sibayak, kembali ke tempat asalnya di puncak Gunung Sibayak. Jadi kedatangan kami tadi siang (kemarin), untuk mengundang kembali, Nini Deleng Sibayak untuk  datang dan mendiami Vihara Ksitigarba. Dan tentunya membawa keselamatan, kedamaian, rezeki, dan kesehatan,” beber Kosumo.  (*)

Melihat Imlek di Maha Vihara Maitreya dan Puncak Sibayak

Malam perayaan Hari Raya Imlek 2563, seluruh Etnis Tionghoa menyambutnya dengan suka cita. Beragam acara pun digelar, mulai menerbangkan 1000-an lentera ke angkasa hingga mengadakan ritual di Puncak Gunung Sibayak.

Farida Noris &Iwan Tarigan

Sumut Pos coba menyambangi Maha Vihara Maitreya yang berada di Jalan Boulevard Utara No 8 Komplek Cemara Asri Medan. Namun, untuk menuju ke lokasi ini, kepadatan kendaraan sudah terjadi sejak sore hari, tepatnya di sepanjang Jalan Cemara Medan.

Begitu memasuki kompleks Perumahan Cemara Asri, kepadatan kendaraan menumpuk di area lapangan parkir Maha Vihara. Ratusan masyarakat Thionghoa-pun berkumpul di sana. Tapi, tak hanya masyarakat Thionghoa, masyarakat umum lainnya juga tumpah ruah di lokasi itu demi menyaksikan perayaan Imlek.

Saat menginjakkan kaki di pelataran parkir Maha Vihara, setiap pengunjung disambut dengan sebuah patung Dewa Rezeki raksasa yang mengusung ucapan Gong Xi Fa Cai. Pengunjung juga dibuat kagum dengan desain dua Gerbang Naga Emas, dua buah replika Naga Air raksasa serta replika 12 shion
Usai Magrib, atraksi barongsai pun beraksi di depan Maha Vihara Maitreya. Atraksi itu tentu saja menyedot perhatian pengunjung yang datang. Sebagian pengunjung tampak terkesima dengan aksi barongsai, sebagian pengunjung lainnya yang merayakan Imlek tampak tak begitu memedulikan karena lebih memilih berdoa (sembahyang) dengan khusuk.

Tak hanya atraksi barongsai, masyarakat Thionghoa yang merayakan Imlek juga menerbangkan lentera berkah ke angkasa. Tentu saja cahaya lentera merah terlihat menghiasi setiap sudut Maha Vihara Maitreya. Langit malampun dihiasi lentera terang dari sudut  Maha Vihara Maitreya karena lebih dari 1000-an lentera diterbangkan ke angkasa.

Replika naga berwarna keemasan semakin menambah semarak suasana Perayaan Hari Raya Imlek 2563 yang jatuh pada Senin 23 Januari 2012 ini. Dengan mengusung tema “2012 Tahun Kebahagiaan”, perayaan akbar tahunan ini dihadiri hingga puluhan ribu umat Buddha serta warga Kota Medan lainnya.

Menurut Humas Maha Vihara Maitreya, Heny Surianti, berdasarkan penanggalan Cina, tahun baru ini adalah tahun Naga Air. Bagi masyarakat Tionghoa, Naga merupakan lambang keagungan, kemuliaan dan kebahagiaan. Untuk itu, pada perayaan, Maha Vihara Maitreya secara khusus menghadirkan nuansa kental Imlek Tahun Naga Air.

Di Graha Sakyamuni, katanya, usai berdoa dan bersembahyang tahun baru, pengunjung dapat mempersembahkan pelita berkah. “Pemasangan pelita berkah akan dilaksanakan hingga hari ke-4 Imlek. Menuliskan doa permohonan juga menjadi salah satu kegiatan menarik di Maha Vihara ini,” kata Heni Surianti saat ditemui diruangannya.

Selain itu, setiap pengunjung dipersilakan untuk menuliskan permohonan mereka ke atas kertas doa yang telah disediakan oleh panitia yang nantinya akan digantungkan di pohon Meihua Harapan setinggi 6,4 meter. Dalam semalam, pohon Meihua Harapan raksasa yang berhiaskan kelap-kelip lampu ini dipenuhi dengan gantungan kertas doa pengunjung yang diperkirakan mencapai hingga 5 ribu orang.

Memang, kegiatan ini sendiri dimeriahkan dengan atraksi barongsai, doa bersama, pemasangan pelita berkah, pohon harapan, serta berbagai stand bazar menarik. Bahkan, dipuncak acara malam kemarin, tepat pukul 00.00 WIB, atraksi barongsai kembali hadir. “Artin aktraksi barongsai adalah salah satu cerita legenda yang baik. Dengan suara gong barongsai maka masyarakat yang menyaksikan diharapkan akan selalu gembira,” katanya.

Perayaan Imlek di Puncak Sibayak

Sedangkan dari  Karo, setelah 12 tahun berlalu, kini gelar ritual jelang perayaan Imlek,  di puncak Gunung Sibayak, kembali digelar Yayasan Rudang Mayang Berastagi.  Pemujaan  kepada luluhur dan roh nenek moyang ini  dilaksanakan keturunan etnis Thionghoa di puncak gunung api diketinggian 2.172 m Dpl.

Sumut Pos menyaksikan langsung, rombongan mengeluarkan sejumlah keperluan gelar ritual dari sebuah kantongan plastik hitam. Aneka buah-buahan, kue, dupa, hio, dan kertas uang (ginpo).  Cuaca yang sebelumnya mendung  diserta hujan, lambat laun berangsur membaik. Hari yang mulai tampak cerah, menambah semangat rombongan untuk menggelar kegiatan.

Satu persatu anggota kelahiran Shio Naga mulai sembahyang dan memanjatkan doa, kemudian disusul yang bukan kelahiran Shio Naga. Selanjutnya, digelar sembahyang dan doa bersama. Doa yang memiliki makna undangan kepada leluhur (Nini Deleng Sibayak, Red), untuk  datang hadir pada sembahyang malam jelang pergantian tahun (Imlek)  dan  kembali mendiami Vihara Ksitigarba, Desa Peceren, Kecamatan Berastagi. Selain itu, doa untuk kedamaian Indonesia, khususnya Tanah Karo, keselamatan dan rezeki  yang berlimpah.

Sesuai penuturan Ketua Yayasan Rudang Mayang,  Kosumo (Kho Cing Heng),  gelar ritual ini hanya dilaksanakan per 12 tahun. Menjelang malam perayaan Imlek Shio Naga sajalah sembahyang di puncak Gunung  Sibayak dilakukan. “Kegiatan ini telah berlangsung turun temurun. Vihara Ksitigarba, Desa Peceren Berastagi, dibangun leluhur kami, 118 tahun yang lalu. Pekong itu (Ksitigarba, Red), dihuni oleh Nini Deleng Sibayak. Jadi selama ini Nini Deleng Sibayak lah yang berdiam disana,” ujar Kosumo.

“Selama 12 tahun, Nini Deleng Sibayak, mendiami  pekong kami. Jadi sekitar seminggu lalu, Nini Deleng Sibayak, kembali ke tempat asalnya di puncak Gunung Sibayak. Jadi kedatangan kami tadi siang (kemarin), untuk mengundang kembali, Nini Deleng Sibayak untuk  datang dan mendiami Vihara Ksitigarba. Dan tentunya membawa keselamatan, kedamaian, rezeki, dan kesehatan,” beber Kosumo.  (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/