30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Bawa Ganja 5 Kilo, Demi Upah Rp200 Ribu

Saya Hanya Tukang Cuci, Anak Saya Lagi Sakit

MEDAN-Sulastri alias Tri (52), warga Aceh Tenggara duduk di kursi pesakitan setelah tertangkap tangan membawa daun ganja seberat 5 kilogram dari Aceh menuju Medan. Di depan persidangan, Sulastri mengaku terpaksa menjadi kurir ganja demi imbalan Rp200 ribu dan terdesak tak punya uang untuk biaya kehidupan sehari-hari.

GANJA: Polisi saat memaparkan penangkapan ganja baru-baru ini.
Kapolresta Medan diwakili wakapolresta Medan memperlihatkan barang bukti daun ganja kering  terbungkus  kertas semen  ruangan Kasat Narkoba Polresta Medan, Selasa (16/10). //TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
GANJA: Polisi saat memaparkan penangkapan ganja baru-baru ini.
Kapolresta Medan diwakili wakapolresta Medan memperlihatkan barang bukti daun ganja kering yang terbungkus dengan kertas semen di ruangan Kasat Narkoba Polresta Medan, Selasa (16/10). //TRIADI WIBOWO/SUMUT POS

Di ruang Kartika Pengadilan Negeri (PN) Medan, wanita yang memiliki tiga anak ini mengaku, upah mengantarkan ganja kering tersebut sebesar Rp200 ribu belum ia terima dari Win, seseorang yang menyuruhnya membawa barang tersebut ke Medan, yang nantinya diserahkan kepada seseorang bermarga Siregar.

“Saya dari kecil merantau ke Aceh Tenggara. Di Aceh pekerjaan saya hanya tukang cuci. Saya sedang sakit dan anak juga sakit saat itu. Saya hanya khilaf dan menyesali perbuatan saya pak Hakim. Saya terdesak kehidupan,” ujarnya dengan logat khas Aceh, di hadapan Ketua Majelis Hakim Kawit Rianto.

Ceritanya, hari itu Sulastri yang tak tahu menahu Kota Medan, bertemu Win yang baru diperkenalkan oleh seseorang bermarga Siregar. Pada saat dimintai tolong membawa paket ganja ke Medan, Sulastri mengetahui paket tersebut ganja. “Saya gak tahu apa-apa, saya butuh uang, saya bawa ke Medan dan disuruh menunggu di Simpang Pos,” urainya.

Barang yang akan dibawanya pun telah terbungkus rapi di dalam satu buah tas koper yang bergabung dengan beberapa pakaian. “Sesampainya di Medan, Win menghubungi saya dan tetap mengatakan menyuruh saya menunggu marga Siregar itu. Saya terpaksa, sangkin terdesak kehidupan saya,” urainya sambil terisak.

Apapun pengakuan Sulastri di pengadilan, tapi ia didakwa oleh jaksa dengan pasal 114 ayat 2 atau 111 ayat 2 tentang narkotika. Dalam dakwaannya, jaksa juga menyebutkan terdakwa ditangkap 28 September 2012 di Jalan Jamin Ginting, tepatnya Simpang Pos Medan. Dari Aceh, terdakwa disebutkan jaksa sempat transit di Kabanjahe. Dari Kabanjahe, terdakwa menumpangi bus Sutra menuju Medan. “Di Medan terdakwa berhenti di Jalan Jamin Ginting tepatnya di kawasan Simpang Pos,” urai jaksa.

Jaksa menyebutkan ganja seberat lima kilogram tersebut dibawanya atas printah Win, warga Aceh yang akan diberikan ke tangan seseorang yang disebutnya bermarga Siregar. “Memang benar, tetapi saya hanya disuruh bawa saja dan dikasih ongkos Rp200 ribu kalau sampek. Tetapi di Simpang Pos itu pak, saya ditangkap,” ujar terdakwa.

Dari kesaksian para saksi dari pihak Polresta Medan yang melakukan penangkapan terhadap terdakwa pun membenarkan telah menangkap terdakwa. Namun, saksi menyatakan terdakwa bukanlah target penangkapan, melainkan penangkapan dilakukan berdasarkan kecurigaan melihat saksi bertingkah aneh dan mencurigakan.

“Dia (terdakwa) bukan target kami. Tetapi ketika kami melintasi kawasan Simpang Pos, kami melihat terdakwa gelisah. Terkadang duduk dan terkadang berdiri. Sikapnya tidak seperti orang biasa dan akhirnya kami mendatanginya,” sebut saksi.

Setelah itu, saksi mengatakan mencoba memeriksa tas bawaan terdakwa. Saat itu terdakwa mulai gugup. “Ganja itu diselipkan di dalam tas bercampur dengan kain-kain. Ketika kami tanya, ibu ini mengaku baru pulang jualan. Kami curiga, karena tidak mungkin penjual kain membawa tas besar dan gugup,” urai saksi lagi.

Saksi menguraikan, ketika diintrogasi di tempat, terdakwa mengakui membawa barang haram tadi untuk diserahkan ke seseorang bermarga Siregar. “Kami juga sempat menyuruh terdakwa menghubungi marga Siregar itu. Tetapi dia tidak datang, kemungkinan dia sudah melihat kami mengelilingi terdakwa di lokasi,” ujar saksi.

Di luar persidangan, terdakwa yang dimintai keterangan tak mampu menyembunyikan kesedihannya. Ia mengatakan belum mendapatkan upah atas kinerjanya membawa daun ganja lima kilogram dari Aceh ke Medan. “Belum ada duitnya. Anakku sakit. Saya sakit, suami saya sakit dan saya baru siap kecelakaan ini. Di Aceh saya hanya tukang cuci pakaian orang. Uang Rp200 ribu untuk mengantarkan ganja ingin saya gunakan untuk berobat saya dan suami. Mau gimana lagi, saya terdesak kebutuhan,” jelasnya. (Far)

Saya Hanya Tukang Cuci, Anak Saya Lagi Sakit

MEDAN-Sulastri alias Tri (52), warga Aceh Tenggara duduk di kursi pesakitan setelah tertangkap tangan membawa daun ganja seberat 5 kilogram dari Aceh menuju Medan. Di depan persidangan, Sulastri mengaku terpaksa menjadi kurir ganja demi imbalan Rp200 ribu dan terdesak tak punya uang untuk biaya kehidupan sehari-hari.

GANJA: Polisi saat memaparkan penangkapan ganja baru-baru ini.
Kapolresta Medan diwakili wakapolresta Medan memperlihatkan barang bukti daun ganja kering  terbungkus  kertas semen  ruangan Kasat Narkoba Polresta Medan, Selasa (16/10). //TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
GANJA: Polisi saat memaparkan penangkapan ganja baru-baru ini.
Kapolresta Medan diwakili wakapolresta Medan memperlihatkan barang bukti daun ganja kering yang terbungkus dengan kertas semen di ruangan Kasat Narkoba Polresta Medan, Selasa (16/10). //TRIADI WIBOWO/SUMUT POS

Di ruang Kartika Pengadilan Negeri (PN) Medan, wanita yang memiliki tiga anak ini mengaku, upah mengantarkan ganja kering tersebut sebesar Rp200 ribu belum ia terima dari Win, seseorang yang menyuruhnya membawa barang tersebut ke Medan, yang nantinya diserahkan kepada seseorang bermarga Siregar.

“Saya dari kecil merantau ke Aceh Tenggara. Di Aceh pekerjaan saya hanya tukang cuci. Saya sedang sakit dan anak juga sakit saat itu. Saya hanya khilaf dan menyesali perbuatan saya pak Hakim. Saya terdesak kehidupan,” ujarnya dengan logat khas Aceh, di hadapan Ketua Majelis Hakim Kawit Rianto.

Ceritanya, hari itu Sulastri yang tak tahu menahu Kota Medan, bertemu Win yang baru diperkenalkan oleh seseorang bermarga Siregar. Pada saat dimintai tolong membawa paket ganja ke Medan, Sulastri mengetahui paket tersebut ganja. “Saya gak tahu apa-apa, saya butuh uang, saya bawa ke Medan dan disuruh menunggu di Simpang Pos,” urainya.

Barang yang akan dibawanya pun telah terbungkus rapi di dalam satu buah tas koper yang bergabung dengan beberapa pakaian. “Sesampainya di Medan, Win menghubungi saya dan tetap mengatakan menyuruh saya menunggu marga Siregar itu. Saya terpaksa, sangkin terdesak kehidupan saya,” urainya sambil terisak.

Apapun pengakuan Sulastri di pengadilan, tapi ia didakwa oleh jaksa dengan pasal 114 ayat 2 atau 111 ayat 2 tentang narkotika. Dalam dakwaannya, jaksa juga menyebutkan terdakwa ditangkap 28 September 2012 di Jalan Jamin Ginting, tepatnya Simpang Pos Medan. Dari Aceh, terdakwa disebutkan jaksa sempat transit di Kabanjahe. Dari Kabanjahe, terdakwa menumpangi bus Sutra menuju Medan. “Di Medan terdakwa berhenti di Jalan Jamin Ginting tepatnya di kawasan Simpang Pos,” urai jaksa.

Jaksa menyebutkan ganja seberat lima kilogram tersebut dibawanya atas printah Win, warga Aceh yang akan diberikan ke tangan seseorang yang disebutnya bermarga Siregar. “Memang benar, tetapi saya hanya disuruh bawa saja dan dikasih ongkos Rp200 ribu kalau sampek. Tetapi di Simpang Pos itu pak, saya ditangkap,” ujar terdakwa.

Dari kesaksian para saksi dari pihak Polresta Medan yang melakukan penangkapan terhadap terdakwa pun membenarkan telah menangkap terdakwa. Namun, saksi menyatakan terdakwa bukanlah target penangkapan, melainkan penangkapan dilakukan berdasarkan kecurigaan melihat saksi bertingkah aneh dan mencurigakan.

“Dia (terdakwa) bukan target kami. Tetapi ketika kami melintasi kawasan Simpang Pos, kami melihat terdakwa gelisah. Terkadang duduk dan terkadang berdiri. Sikapnya tidak seperti orang biasa dan akhirnya kami mendatanginya,” sebut saksi.

Setelah itu, saksi mengatakan mencoba memeriksa tas bawaan terdakwa. Saat itu terdakwa mulai gugup. “Ganja itu diselipkan di dalam tas bercampur dengan kain-kain. Ketika kami tanya, ibu ini mengaku baru pulang jualan. Kami curiga, karena tidak mungkin penjual kain membawa tas besar dan gugup,” urai saksi lagi.

Saksi menguraikan, ketika diintrogasi di tempat, terdakwa mengakui membawa barang haram tadi untuk diserahkan ke seseorang bermarga Siregar. “Kami juga sempat menyuruh terdakwa menghubungi marga Siregar itu. Tetapi dia tidak datang, kemungkinan dia sudah melihat kami mengelilingi terdakwa di lokasi,” ujar saksi.

Di luar persidangan, terdakwa yang dimintai keterangan tak mampu menyembunyikan kesedihannya. Ia mengatakan belum mendapatkan upah atas kinerjanya membawa daun ganja lima kilogram dari Aceh ke Medan. “Belum ada duitnya. Anakku sakit. Saya sakit, suami saya sakit dan saya baru siap kecelakaan ini. Di Aceh saya hanya tukang cuci pakaian orang. Uang Rp200 ribu untuk mengantarkan ganja ingin saya gunakan untuk berobat saya dan suami. Mau gimana lagi, saya terdesak kebutuhan,” jelasnya. (Far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/