26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Rekor MURI Berkah dari Keterbatasan Crew

Foto: Bagus/Sumut Pos
Dedi Arliansyah Siregar, sutradara film ‘Selembar Itu Berarti’, foto bersama para yang kru dan pemain film yang disutradarainya.

Dalam pembuatan film ini, Dedi mengaku tidak memiliki sponsor. Namun, mereka dibina Bupati Taput, Nikson Nababan. Meski dilakukan swadaya, Dedi sudah menciptakan sejumlah film dokumenter hasil karyanya.

Basis dari Wafer Band ini mengungkapkan, untuk penggarapan film mereka miliki keterbatasan alat untuk shoting. Tapi, tidak membuat Dedi dan kelima rekannya putus asa. Mereka tetap menciptakan karya baik, yang layak ditonton masyarakat.

“Dalam pembuatan film hanya bermodalkan satu camera saja. Namun, saya ingin menciptakan tontonan sebagai tuntutan. Bukan mencari pamoritas atau materi. Alhamdullilah kita juga dibantu oleh Om Anwar Fuadi, Rasilinna Rasyidin, dan Jay Wijayanto,” imbuhnya.

Dia juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap talent-talent terbaik di Sumatera Utara. Baik di Kota Medan maupun daerah lain, hanya tahu mencari keberuntungan di dunia hiburan di Jakarta. Namun, enggan berkreasi di kampung halaman sendiri secara nasional dan memajukan daerahnya melalui karya terbaik.

“Ketika mereka sekolah akting keluar negeri, mereka tahu mencari nafkah di Ibukota. Padahal, bisa juga dilakukan di Sumatera Utara ini. Saya menunjukan dengan talent-talent yang ada di Sumatera Utara, bisa berkarya dengan Film “Selembar Itu Berarti”,” lanjut Dedi.

Dia mengharapkan film “Selambar Itu Berarti” bisa ditayang secara nasional di Bioskop-bioskop di Indonesia. Walaupun, proses pembuatan film ini hanya dilakukan dua pekan saja. Namun, layak ditonton nantinya.

Sebelumnya, film ini telah ditayangkan perdana secara tester untuk kalangan pendidikan secara sederhana di dua daerah di Sumatera Utara, yaitu Kabupaten Langkat, dan Kota Binjai, beberapa waktu lalu. Dan sangat mengejutkan, penayangan tersebut menghabiskan 80.000 tiket selama 3 hari penayangan.

Pelaku pendidikan di daerah tersebut sangat antusias. Itu terbukti, ribuan penonton terdiri dari pelajar, guru, kepala sekolah, Kepala UPT sampai Kepala Dinas Pendidikan meneteskan air mata terlarut dalam kisah Puteri dan Dias dalam film tersebut.

Untuk ke depannya, film ini juga akan ditayangkan secara serentak di bioskop–bioskop seluruh Indonesia. Film ini juga sangat berpotensi sebagai film pendidikan nasional, yang wajib ditonton oleh anak negeri yang ada di Indonesia sebagai landasan revolusi mental untuk generasi penerus bangsa. (*/adz/bersambung)

Foto: Bagus/Sumut Pos
Dedi Arliansyah Siregar, sutradara film ‘Selembar Itu Berarti’, foto bersama para yang kru dan pemain film yang disutradarainya.

Dalam pembuatan film ini, Dedi mengaku tidak memiliki sponsor. Namun, mereka dibina Bupati Taput, Nikson Nababan. Meski dilakukan swadaya, Dedi sudah menciptakan sejumlah film dokumenter hasil karyanya.

Basis dari Wafer Band ini mengungkapkan, untuk penggarapan film mereka miliki keterbatasan alat untuk shoting. Tapi, tidak membuat Dedi dan kelima rekannya putus asa. Mereka tetap menciptakan karya baik, yang layak ditonton masyarakat.

“Dalam pembuatan film hanya bermodalkan satu camera saja. Namun, saya ingin menciptakan tontonan sebagai tuntutan. Bukan mencari pamoritas atau materi. Alhamdullilah kita juga dibantu oleh Om Anwar Fuadi, Rasilinna Rasyidin, dan Jay Wijayanto,” imbuhnya.

Dia juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap talent-talent terbaik di Sumatera Utara. Baik di Kota Medan maupun daerah lain, hanya tahu mencari keberuntungan di dunia hiburan di Jakarta. Namun, enggan berkreasi di kampung halaman sendiri secara nasional dan memajukan daerahnya melalui karya terbaik.

“Ketika mereka sekolah akting keluar negeri, mereka tahu mencari nafkah di Ibukota. Padahal, bisa juga dilakukan di Sumatera Utara ini. Saya menunjukan dengan talent-talent yang ada di Sumatera Utara, bisa berkarya dengan Film “Selembar Itu Berarti”,” lanjut Dedi.

Dia mengharapkan film “Selambar Itu Berarti” bisa ditayang secara nasional di Bioskop-bioskop di Indonesia. Walaupun, proses pembuatan film ini hanya dilakukan dua pekan saja. Namun, layak ditonton nantinya.

Sebelumnya, film ini telah ditayangkan perdana secara tester untuk kalangan pendidikan secara sederhana di dua daerah di Sumatera Utara, yaitu Kabupaten Langkat, dan Kota Binjai, beberapa waktu lalu. Dan sangat mengejutkan, penayangan tersebut menghabiskan 80.000 tiket selama 3 hari penayangan.

Pelaku pendidikan di daerah tersebut sangat antusias. Itu terbukti, ribuan penonton terdiri dari pelajar, guru, kepala sekolah, Kepala UPT sampai Kepala Dinas Pendidikan meneteskan air mata terlarut dalam kisah Puteri dan Dias dalam film tersebut.

Untuk ke depannya, film ini juga akan ditayangkan secara serentak di bioskop–bioskop seluruh Indonesia. Film ini juga sangat berpotensi sebagai film pendidikan nasional, yang wajib ditonton oleh anak negeri yang ada di Indonesia sebagai landasan revolusi mental untuk generasi penerus bangsa. (*/adz/bersambung)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/