30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Soekirman yang Ndeso

“Permisi, mobil tua mau lewat. Hati-hati remnya pakem, ngerem di sini berhenti di Pakam.” Demikian kalimat yang sering diucapkan Soekirman saat berkeliling Kota Medan menaiki mobil tuanya: Moris tahun 1952. Mobil yang dibalut branding GusMan dan dilengkapi dengan pengeras suara dan lapu sirene ini memang menarik perhatian banyak orang.

MOBIL TUA: Soekirman  mobil tuanya. Mobil butut Soekirman pernah berhenti  depan penjual duku sambil berpantun, “buah duku buah durian, beli dukunya dong.”//sumut pos
MOBIL TUA: Soekirman dengan mobil tuanya. Mobil butut Soekirman pernah berhenti di depan penjual duku sambil berpantun, “buah duku buah durian, beli dukunya dong.”//sumut pos

Apalagi melalui pengeras suara terdengar lagu-lagu daerah, mulai lagu Batak, Minang, Jawa, Aceh, Mandailing dan tentu saja lagu-lagu GusMan. Soekirman yang duduk di samping supir selalu memegang mik sambil terus mengoceh dengan guyonan-goyunan segar.

“Awas, ini Pak Soekirman lewat, semoga ikannya banyak laku ya Pak,” kata Soekirman saat melintas di depan penjual ikan segar di Jalan Krakatau Medan. Tentu saja ucapan dan lagu-lagu yang didengarkan itu membuat orang-orang tersenyum. Tak jarang mereka langsung berteriak: “Hidup GusMan”.

Gaya dan tampilan Soekirman bagi kebanyakan orang mungkin ndeso dan norak. Saking noraknya, mobil butut Soekirman pernah berhenti di depan penjual duku sambil berpantun, “buah duku buah durian, beli dukunya dong.” Melalui pengeras suara, Soekirman memesan sekilo duku sambil mengajak orang-orang sekitar untuk membeli duku juga. Orang-orang tersenyum dan berebut bersalaman dengan Soekirman.

Melalui pengeras suara itu juga, Soekirman selalu menyapa orang-orang. Saat melintas di Lapo Tuak, dengan menggunakan bahasa Batak, Soekirman menyapa orang-orang di dalamnya. Demikian juga ketika melintas di seputaran jalan Kota Maksum, ia akan menyapa dengan bahasa Minang. Sapaannya yang penuh canda tentu saja membuat orang-orang tersenyum. Bagi Sebastian Saragih, seorang dosen yang tinggal di Jogyakarta, Soekirman adalah sosok rakyat kebanyakan. “Soekirman seperti Jokowi. Sesuatu yang tidak bisa ditolak. Ia terus bergulir, semakin besar dan semakin besar. Gesture atau tubuh Soekirman adalah tubuh rakyat,” kata Sabastian Saragih. Bastian merupakan seorang perantau asal Kuala Namu yang saat ini menetap di Yogjakarta dan mengenal baik Soekirman.

Karena Soekirman memang berasal dari kalangan rakyat pedesaan, gaya dan penampilannya tetap tidak berubah walau kini telah menjadi Wakil Bupati Serdang Bedagai. Bahkan caranya berkomunikasi yang tidak berjarak membuat orang-orang langsung akrab dengannya.

Bagi Soekirman apa yang dilakukannya ini bukanlah yang pertama. Ketika tahun 2003 ikut dalam pertarungan DPD (Dewan Perwakilan Daerah), ia sudah berkeliling Sumut dengan mobil tuanya itu. Dengan menggunakan mobil Mandra, demikian ia sebut mobilnya, ia bisa menarik perhatian banyak orang.
Ketika itu, dalam sebuah perjalanan di Simalungun, Soekirman pernah diberi uang oleh warga karena mereka senang bisa mendengar lagu-lagu Simalungun sambil berjoget ria.   (*)

“Permisi, mobil tua mau lewat. Hati-hati remnya pakem, ngerem di sini berhenti di Pakam.” Demikian kalimat yang sering diucapkan Soekirman saat berkeliling Kota Medan menaiki mobil tuanya: Moris tahun 1952. Mobil yang dibalut branding GusMan dan dilengkapi dengan pengeras suara dan lapu sirene ini memang menarik perhatian banyak orang.

MOBIL TUA: Soekirman  mobil tuanya. Mobil butut Soekirman pernah berhenti  depan penjual duku sambil berpantun, “buah duku buah durian, beli dukunya dong.”//sumut pos
MOBIL TUA: Soekirman dengan mobil tuanya. Mobil butut Soekirman pernah berhenti di depan penjual duku sambil berpantun, “buah duku buah durian, beli dukunya dong.”//sumut pos

Apalagi melalui pengeras suara terdengar lagu-lagu daerah, mulai lagu Batak, Minang, Jawa, Aceh, Mandailing dan tentu saja lagu-lagu GusMan. Soekirman yang duduk di samping supir selalu memegang mik sambil terus mengoceh dengan guyonan-goyunan segar.

“Awas, ini Pak Soekirman lewat, semoga ikannya banyak laku ya Pak,” kata Soekirman saat melintas di depan penjual ikan segar di Jalan Krakatau Medan. Tentu saja ucapan dan lagu-lagu yang didengarkan itu membuat orang-orang tersenyum. Tak jarang mereka langsung berteriak: “Hidup GusMan”.

Gaya dan tampilan Soekirman bagi kebanyakan orang mungkin ndeso dan norak. Saking noraknya, mobil butut Soekirman pernah berhenti di depan penjual duku sambil berpantun, “buah duku buah durian, beli dukunya dong.” Melalui pengeras suara, Soekirman memesan sekilo duku sambil mengajak orang-orang sekitar untuk membeli duku juga. Orang-orang tersenyum dan berebut bersalaman dengan Soekirman.

Melalui pengeras suara itu juga, Soekirman selalu menyapa orang-orang. Saat melintas di Lapo Tuak, dengan menggunakan bahasa Batak, Soekirman menyapa orang-orang di dalamnya. Demikian juga ketika melintas di seputaran jalan Kota Maksum, ia akan menyapa dengan bahasa Minang. Sapaannya yang penuh canda tentu saja membuat orang-orang tersenyum. Bagi Sebastian Saragih, seorang dosen yang tinggal di Jogyakarta, Soekirman adalah sosok rakyat kebanyakan. “Soekirman seperti Jokowi. Sesuatu yang tidak bisa ditolak. Ia terus bergulir, semakin besar dan semakin besar. Gesture atau tubuh Soekirman adalah tubuh rakyat,” kata Sabastian Saragih. Bastian merupakan seorang perantau asal Kuala Namu yang saat ini menetap di Yogjakarta dan mengenal baik Soekirman.

Karena Soekirman memang berasal dari kalangan rakyat pedesaan, gaya dan penampilannya tetap tidak berubah walau kini telah menjadi Wakil Bupati Serdang Bedagai. Bahkan caranya berkomunikasi yang tidak berjarak membuat orang-orang langsung akrab dengannya.

Bagi Soekirman apa yang dilakukannya ini bukanlah yang pertama. Ketika tahun 2003 ikut dalam pertarungan DPD (Dewan Perwakilan Daerah), ia sudah berkeliling Sumut dengan mobil tuanya itu. Dengan menggunakan mobil Mandra, demikian ia sebut mobilnya, ia bisa menarik perhatian banyak orang.
Ketika itu, dalam sebuah perjalanan di Simalungun, Soekirman pernah diberi uang oleh warga karena mereka senang bisa mendengar lagu-lagu Simalungun sambil berjoget ria.   (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/