25.6 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Tiga Hakim Harus Segera Diperiksa

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Pusat Study Hukum Dan Pembaharuan Peradilan (Puspa) meminta dan mendesak Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) untuk melakukan pemeriksaan terhadap tiga hakim pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri (PN) Medan, terkait pengalihan status tahanan rutan menjadi tahan kota terhadap mantan Ermawan Arif Budiman mantan Kepala Sektor PT PLN Pembangkit Belawan.

Ermawan Arif Budiman mendapatkan pengalihan penahanan, Selasa, 8 April 2014, melalui penetapan dari Jonner Manik SH selaku ketua majelis hakim, Merry Purba SH dan Denny Iskandar SH selaku anggota majelis hakim.”Alasannya, saat pengalihan penahanan banyak hal keganjilan hingga akhirnya menimbulkan masalah sampai sekarang ini. Dimana Ermawan menghilang,” ungkap Direktur Puspha Muslim Muis. Selain itu, pihak PT PLN juga menyertakan uang jaminan senilai Rp23,9 miliar yang bersumber dari dana perusahaan plat merah tersebut.

Muslim menyebutkan majelis hakim tidak jeli saat mengabulkan permohonan pengalihan tahanan, seharusnya sesuai dengan peraturan selain jaminan uang dari hasil kerugian negara juga dilampirkan jaminan diri berupa uang. Jadi, dalam tempo tiga bulan apabila terdakwa tidak hadir maka bisa dilakukan pencarian dan pengejaran para pelaku dengan uang yang telah dijaminkan oleh terdakwa.

Dengan itu, terdakwa bebas berkeliaran tanpa adanya rasa beban sebab saat pengajuan permohonan tidak ada jaminan uang ataupun harta yang diberikan terpidana sendiri. Artinya, dalam kasus ini, Ermawan Arif Budiman sudah merugikan PT.PLN hingga dua kali. “Kalaupun alasannya, tenaga Ermawan dibutuhkan sebagai tenaga ahli seharusnya hakim memberikannya izin keluar kemudian setelah pekerjaan selesai kembali ke rutan dan bukan malahan mengeluarkan penetapan pengalihan penahanannya,” cetus Muslim.

Maka untuk itulah, lanjut Muslim Muis tidak hanya majelis hakimnya saja yang harus diperiksa akan tetapi ketua Pengadilan Negeri (PN) Medan juga harus diperiksa. “Karena tidak mungkin tidak ada asap kalau tidak ada api,” tandasnya.

Hal yang sama juga disampaikan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Surya Adinata, harus ada diminta pertanggungjawabannya. Baik dari majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan.”Siapa majelis hakim di PN Medan, harusnya diminta pertanggungjawabannya dan diperiksa oleh hakim pengawas yang memberikan pengalihan penahanan tersebut,” kata  pengamat hukum kota Medan ini.

Dia menilai semakin lama dan tidak ada usaha untuk melakukan penangkapan Ermawan Arif Budimana sama dengan lemahnya hukum di tanah air ini. Kemudian, dengan muda para koruptor mempermainkan hukum dengan contoh kasus ini.”Untuk itu, kita berharap mencari terpidana. Kalau tidak dilakukan hukum kita muda sekali dipermainkan oleh koruptor. Saya melihat diributkan dulu, baru dicari,” tuturnya.

Disamping itu, Kejaksaan harus meminta pertanggungjawaban dan memeriksa Nur Pamudji Dirut PT. PLN selaku penjamin Ermawan Arif Budiman yang memberikan jaminan pengalihan tahanan dengan memberikan uang jaminan senilai uang dikorupsi, yakni Rp23,9 miliar. “Harus ditelusuri uang itu, kalau berasal dari perusahaan plat merah itu. Sudah bisa dilakukan penyidikan. Karena, dua kali negara dirugikan oleh bersangkutan. Bila, uang pribadi harus ditelusuri uang tersebut juga dengan nilai besar. Jadi, harus jeli melihat uang jaminan itu,” tandasnya.

Seperti diberitakan, perintah penahanan Ermawan di Rutan Tanjung Gusta ditetapkan majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan, 6 Oktober 2014, saat mengadili permohonan banding dalam perkara korupsi pengadaan flame tube GT 1.2 PLN Pembangkit Sumatera Bagian Utara (Kitsbu) Sektor Belawan yang merugikan negara Rp 23,9 miliar itu. Belakangan, majelis hakim juga memperberat hukuman Ermawan menjadi 8 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.

Ermawan dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan yang diatur dengan Pasal 3 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Putusan majelis hakim PT Medan itu memperberat hukuman yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan. Di pengadilan tingkat pertama, Kamis (24/7), Ermawan dijatuhi hukuman 3 tahun penjara.

Di awal persidangan pada Pengadilan Tipikor Medan, Ermawan sempat ditahan di Rutan Tanjung Gusta. Namun dia dijadikan tahanan kota setelah ada jaminan dari Dirut PT PLN (Persero) Nur Pamudji. (gus/ila)

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Pusat Study Hukum Dan Pembaharuan Peradilan (Puspa) meminta dan mendesak Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) untuk melakukan pemeriksaan terhadap tiga hakim pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri (PN) Medan, terkait pengalihan status tahanan rutan menjadi tahan kota terhadap mantan Ermawan Arif Budiman mantan Kepala Sektor PT PLN Pembangkit Belawan.

Ermawan Arif Budiman mendapatkan pengalihan penahanan, Selasa, 8 April 2014, melalui penetapan dari Jonner Manik SH selaku ketua majelis hakim, Merry Purba SH dan Denny Iskandar SH selaku anggota majelis hakim.”Alasannya, saat pengalihan penahanan banyak hal keganjilan hingga akhirnya menimbulkan masalah sampai sekarang ini. Dimana Ermawan menghilang,” ungkap Direktur Puspha Muslim Muis. Selain itu, pihak PT PLN juga menyertakan uang jaminan senilai Rp23,9 miliar yang bersumber dari dana perusahaan plat merah tersebut.

Muslim menyebutkan majelis hakim tidak jeli saat mengabulkan permohonan pengalihan tahanan, seharusnya sesuai dengan peraturan selain jaminan uang dari hasil kerugian negara juga dilampirkan jaminan diri berupa uang. Jadi, dalam tempo tiga bulan apabila terdakwa tidak hadir maka bisa dilakukan pencarian dan pengejaran para pelaku dengan uang yang telah dijaminkan oleh terdakwa.

Dengan itu, terdakwa bebas berkeliaran tanpa adanya rasa beban sebab saat pengajuan permohonan tidak ada jaminan uang ataupun harta yang diberikan terpidana sendiri. Artinya, dalam kasus ini, Ermawan Arif Budiman sudah merugikan PT.PLN hingga dua kali. “Kalaupun alasannya, tenaga Ermawan dibutuhkan sebagai tenaga ahli seharusnya hakim memberikannya izin keluar kemudian setelah pekerjaan selesai kembali ke rutan dan bukan malahan mengeluarkan penetapan pengalihan penahanannya,” cetus Muslim.

Maka untuk itulah, lanjut Muslim Muis tidak hanya majelis hakimnya saja yang harus diperiksa akan tetapi ketua Pengadilan Negeri (PN) Medan juga harus diperiksa. “Karena tidak mungkin tidak ada asap kalau tidak ada api,” tandasnya.

Hal yang sama juga disampaikan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Surya Adinata, harus ada diminta pertanggungjawabannya. Baik dari majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan.”Siapa majelis hakim di PN Medan, harusnya diminta pertanggungjawabannya dan diperiksa oleh hakim pengawas yang memberikan pengalihan penahanan tersebut,” kata  pengamat hukum kota Medan ini.

Dia menilai semakin lama dan tidak ada usaha untuk melakukan penangkapan Ermawan Arif Budimana sama dengan lemahnya hukum di tanah air ini. Kemudian, dengan muda para koruptor mempermainkan hukum dengan contoh kasus ini.”Untuk itu, kita berharap mencari terpidana. Kalau tidak dilakukan hukum kita muda sekali dipermainkan oleh koruptor. Saya melihat diributkan dulu, baru dicari,” tuturnya.

Disamping itu, Kejaksaan harus meminta pertanggungjawaban dan memeriksa Nur Pamudji Dirut PT. PLN selaku penjamin Ermawan Arif Budiman yang memberikan jaminan pengalihan tahanan dengan memberikan uang jaminan senilai uang dikorupsi, yakni Rp23,9 miliar. “Harus ditelusuri uang itu, kalau berasal dari perusahaan plat merah itu. Sudah bisa dilakukan penyidikan. Karena, dua kali negara dirugikan oleh bersangkutan. Bila, uang pribadi harus ditelusuri uang tersebut juga dengan nilai besar. Jadi, harus jeli melihat uang jaminan itu,” tandasnya.

Seperti diberitakan, perintah penahanan Ermawan di Rutan Tanjung Gusta ditetapkan majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan, 6 Oktober 2014, saat mengadili permohonan banding dalam perkara korupsi pengadaan flame tube GT 1.2 PLN Pembangkit Sumatera Bagian Utara (Kitsbu) Sektor Belawan yang merugikan negara Rp 23,9 miliar itu. Belakangan, majelis hakim juga memperberat hukuman Ermawan menjadi 8 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.

Ermawan dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan yang diatur dengan Pasal 3 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Putusan majelis hakim PT Medan itu memperberat hukuman yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan. Di pengadilan tingkat pertama, Kamis (24/7), Ermawan dijatuhi hukuman 3 tahun penjara.

Di awal persidangan pada Pengadilan Tipikor Medan, Ermawan sempat ditahan di Rutan Tanjung Gusta. Namun dia dijadikan tahanan kota setelah ada jaminan dari Dirut PT PLN (Persero) Nur Pamudji. (gus/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/