MEDAN-Kasus Pungutan Liar (Pungli) banyak dikeluhkan jasa pengangkutan dan sopir. Tapi, menurut pihak Dinas Perhubungan Sumatera Utara (Dishubsu) itu bukan pungli melainkan denda karena kelebihan tonase. Dan, soal denda itu, Dishubsu punya target tertentun
“Hingga April, uang denda yang sudah kita terima sebesar Rp8 M. Tetapi target kita untuk tahun ini sebesar Rp22 M. Sedangkan untuk tahun lalu, kita dapat mengumpulkan, sebesar Rp24 M, dari target Rp14 M,” papar Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Sumut Anthony.
Target ini menurutnya bukan menjadi hal yang negatif. Dengan kata lain, bahwa Dishub melegalisasi pengutipan denda. “Kalau memang kita mau bermain, kenapa tahun lalu, target hanya Rp14 M, bisa kita serahkan ke kas daerah sebesar Rp24 M? Ini tandanya kita memang sesuai dengan peraturan, bukan bermain api. Pencapaian target juga menjadi nilai plus bagi sebuah dinas,” tegasnya.
Anthony menekankan, kalau tak mau didenda, harusnya truk jangan melebihi tonase. “Itu bukan pungli. Kalau mau tidak membayarkan uang, maka jangan bawa truk yang kelebihan muatan. Karena itu tidak dibenarkan. Atau jangan bayar lebih,” ujar Antony di kantornya yang terletak di Jalan Imam Bonjol Medan (22/5).
Anthony menceritakan, uang yang diterima oleh pegawainya itu adalah denda akibat kelebihan muatan. Dan pembayaran denda tersebut dibenarkan sesuai dengan Perda no 14 Tahun 2007. Dalam perda tersebut dijelaskan, ada 3 tingkatan dalam pemberian denda. Tingkat I, kelebihan muatan sekitar 5-15 persen dari normal, maka akan dikenakan denda sebesar Rp80 ribu.
Tingkat ke II, yaitu kelebihan muatan sebesar 15-25 persen akan dikenakan biaya sebesar Rp100 ribu. Dan tingkat ke III, kelebihan muatan di atas 25 persen akan dikenakan sangsi berupa tidak boleh jalan atau kembali ke daerah asal. “Saat memberikan denda, pegawai kita juga akan menyertakan dengan serah terima berupa kertas. Ini mendakan bahwa kita resmi. Bukan pungli,” jelasnya.
Menariknya, temuan reporter Sumut Pos yang mengikuti truk dari Labuhanbatu-Belawan, kelebihan tinase hingga 80 persen tetap saja diloloskan. Jika sesuai speksi, untuk jenis truk Mitsubishi tronton roda sepuluh yang dinaiki Sumut Pos, berat Jumlah Beban Ideal (JBI) untuk truk sekitar 10 ton, jumlah beban muatan sekitar 11 ton setelah ditambah dengan tiga penumpang. Sehingga, total berat truk ditambah muatan serta tiga orang penumpang (sopir dan dua kernet) hanya seberat 21 ton. Sementara di timbangan, diketahui berat truk itu 37 ton!
Kenyataannya, truk itu tetap bisa melaju meski melewati tiga jembatan timbang. Truk lolos hanya dengan menunjukkan surat yang ada stempel yayasan dan uang Rp80 ribu dan Rp100 rb untuk jembatan timbang pertama. “Kalau kita ikut yayasan, kita hanya membayar Rp7.500 untuk setiap ton. Tapi kalau tidak, satu ton bisa Rp15.000. Kalau tidak, kita dipaksa bongkar muatan. Makanya setelah ada yayasan ini kita tidak lagi sibuk, mungkin tauke dan dinas (Dishub, Red)sudah menentukan besarannya,” sebut sopir itu.
Idealnya, pihak jembatan timbang melarang truk itu jalan atau kembali ke tempat asal karena tonasenya telah lebih dari 25 persen. Sanksi lainnya, muatan atau harus dibongkar. Untuk hal ini, Anthony mengaku tak mungkin. “Saya misalkan di jembatan timbang Tanjungmorawa I. Anda lihat dari foto ini, adakah ruangan? Untuk istirahat pegawai saja tidak cukup, apalagi dengan barang?” ungkapnya.
Dirinya mengaku tidak punya anggaran untuk membangun fasilitas di jembatan timbang. Karena, dari 2012 dan 2013, Dishub hanya mendapat anggaran sebesar Rp16 miliar. “Padahal, kalau Anda ikuti, pada tahun ini kita mengadakan tender bus dan taksi ke Kualanamu. Dan kita membutuhkan dana untuk ujicoba. Tapi, kita tetap mendapatkan anggaran yang sama seperti tahun 2013,” akunya.
Anthony mengungkapkan, pada umumnya, truk yang sering melebihi muatan adalah yang melewati lintas timur. Misalnya, pembawa sawit, pembawa peralatan, dan lainnya. Karena itu, tidak heran, bila lintas timur paling banyak jembatan timbangannya bila dibandingkan dengan lintas barat dan tengah.
“Jumlah jembatan timbangan kita seluruhnya ada 13. 6 di lintas timur, dan sisanya di lintas barat dan tengah. Masing-masing yang jembatan akan dijaga per regunya sebanyak 10-11 pegawai.” pungkasnya. (ram)
Kadishub Sumut: Kami Punya Target
MEDAN-Kasus Pungutan Liar (Pungli) banyak dikeluhkan jasa pengangkutan dan sopir. Tapi, menurut pihak Dinas Perhubungan Sumatera Utara (Dishubsu) itu bukan pungli melainkan denda karena kelebihan tonase. Dan, soal denda itu, Dishubsu punya target tertentun
“Hingga April, uang denda yang sudah kita terima sebesar Rp8 M. Tetapi target kita untuk tahun ini sebesar Rp22 M. Sedangkan untuk tahun lalu, kita dapat mengumpulkan, sebesar Rp24 M, dari target Rp14 M,” papar Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Sumut Anthony.
Target ini menurutnya bukan menjadi hal yang negatif. Dengan kata lain, bahwa Dishub melegalisasi pengutipan denda. “Kalau memang kita mau bermain, kenapa tahun lalu, target hanya Rp14 M, bisa kita serahkan ke kas daerah sebesar Rp24 M? Ini tandanya kita memang sesuai dengan peraturan, bukan bermain api. Pencapaian target juga menjadi nilai plus bagi sebuah dinas,” tegasnya.
Anthony menekankan, kalau tak mau didenda, harusnya truk jangan melebihi tonase. “Itu bukan pungli. Kalau mau tidak membayarkan uang, maka jangan bawa truk yang kelebihan muatan. Karena itu tidak dibenarkan. Atau jangan bayar lebih,” ujar Antony di kantornya yang terletak di Jalan Imam Bonjol Medan (22/5).
Anthony menceritakan, uang yang diterima oleh pegawainya itu adalah denda akibat kelebihan muatan. Dan pembayaran denda tersebut dibenarkan sesuai dengan Perda no 14 Tahun 2007. Dalam perda tersebut dijelaskan, ada 3 tingkatan dalam pemberian denda. Tingkat I, kelebihan muatan sekitar 5-15 persen dari normal, maka akan dikenakan denda sebesar Rp80 ribu.
Tingkat ke II, yaitu kelebihan muatan sebesar 15-25 persen akan dikenakan biaya sebesar Rp100 ribu. Dan tingkat ke III, kelebihan muatan di atas 25 persen akan dikenakan sangsi berupa tidak boleh jalan atau kembali ke daerah asal. “Saat memberikan denda, pegawai kita juga akan menyertakan dengan serah terima berupa kertas. Ini mendakan bahwa kita resmi. Bukan pungli,” jelasnya.
Menariknya, temuan reporter Sumut Pos yang mengikuti truk dari Labuhanbatu-Belawan, kelebihan tinase hingga 80 persen tetap saja diloloskan. Jika sesuai speksi, untuk jenis truk Mitsubishi tronton roda sepuluh yang dinaiki Sumut Pos, berat Jumlah Beban Ideal (JBI) untuk truk sekitar 10 ton, jumlah beban muatan sekitar 11 ton setelah ditambah dengan tiga penumpang. Sehingga, total berat truk ditambah muatan serta tiga orang penumpang (sopir dan dua kernet) hanya seberat 21 ton. Sementara di timbangan, diketahui berat truk itu 37 ton!
Kenyataannya, truk itu tetap bisa melaju meski melewati tiga jembatan timbang. Truk lolos hanya dengan menunjukkan surat yang ada stempel yayasan dan uang Rp80 ribu dan Rp100 rb untuk jembatan timbang pertama. “Kalau kita ikut yayasan, kita hanya membayar Rp7.500 untuk setiap ton. Tapi kalau tidak, satu ton bisa Rp15.000. Kalau tidak, kita dipaksa bongkar muatan. Makanya setelah ada yayasan ini kita tidak lagi sibuk, mungkin tauke dan dinas (Dishub, Red)sudah menentukan besarannya,” sebut sopir itu.
Idealnya, pihak jembatan timbang melarang truk itu jalan atau kembali ke tempat asal karena tonasenya telah lebih dari 25 persen. Sanksi lainnya, muatan atau harus dibongkar. Untuk hal ini, Anthony mengaku tak mungkin. “Saya misalkan di jembatan timbang Tanjungmorawa I. Anda lihat dari foto ini, adakah ruangan? Untuk istirahat pegawai saja tidak cukup, apalagi dengan barang?” ungkapnya.
Dirinya mengaku tidak punya anggaran untuk membangun fasilitas di jembatan timbang. Karena, dari 2012 dan 2013, Dishub hanya mendapat anggaran sebesar Rp16 miliar. “Padahal, kalau Anda ikuti, pada tahun ini kita mengadakan tender bus dan taksi ke Kualanamu. Dan kita membutuhkan dana untuk ujicoba. Tapi, kita tetap mendapatkan anggaran yang sama seperti tahun 2013,” akunya.
Anthony mengungkapkan, pada umumnya, truk yang sering melebihi muatan adalah yang melewati lintas timur. Misalnya, pembawa sawit, pembawa peralatan, dan lainnya. Karena itu, tidak heran, bila lintas timur paling banyak jembatan timbangannya bila dibandingkan dengan lintas barat dan tengah.
“Jumlah jembatan timbangan kita seluruhnya ada 13. 6 di lintas timur, dan sisanya di lintas barat dan tengah. Masing-masing yang jembatan akan dijaga per regunya sebanyak 10-11 pegawai.” pungkasnya. (ram)