31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Keinginan Gubsu Hapus Zonasi, Abyadi: Tak Tepat dan Berdampak Besar

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Keinginan Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi menghapuskan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA Negeri dan SMK Negeri di Sumut tidak tepat dan tidak sesuai dengan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 1 tahun 2021 tentang PPDB.

“PPDB itu, urusan pusat. Kemudian, muncul peraturan Kementerian Pendidikan, Pemerintah daerah harus melakukan (melaksanakan) itu,” kata Kepala Ombudsman Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar saat dikonfirmasi Sumut Pos, Rabu (22/6).

Abyadi menjelaskan, penetapan PPDB melalui jalur zonasi ini, tentu pasti memiliki dasar hukum dan ada payung hukumnya. Ia menilai tidak semuda dibayangkan untuk menghapuskan zonasi. Karena, peraturan dibuat atau diciptakan oleh Pemerintah Pusat, harus dijalankan dan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. “Jadi, saya kira bahwa tidak semuda dibayangkann

Kita adalah Pemerintah Daerah, kebijakan pendidikan dari pusat yang muncul. Itu adalah keputusan dari Menteri Pendidikan,” kata Abyadi.

Abyadi mengungkapkan, adanya sistem PPDB jalur zonasi, prestasi dan lainnya. Hal itu sebagai bentuk Pemerintah Indonesia mengubah sistem penerimaan peserta didik baru dari jalur royanisasi dan juga ada beberapa faktor. Dengan tujuan untuk menghapus sekolah-sekolah favorit.

“Kita ambil contoh SMA Negeri 1 Medan, masuk ke situ syarat dengan kecurangan. Teman-teman kepala sekolah setiap penerimaan siswa baru. Kepala sekolah bisa ganti mobil baru. Itu pengakuan kepala sekolah kepada kita. Begitu luar biasa uang masuk untuk satu kursi di sekolah favorit,” ucap Abyadi.

Abyadi mengungkapkan terlalu besar dampak terhadap keinginan untuk menghapuskan zonasi. Karena, tidak memberikan keadilan bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan bagus. Semua itu, tidak terfokus dengan sekolah favorit.

Abyadi memberikan saran kepada Dinas Pendidikan (Disdik) Sumut dan Disdik Kabupaten/Kota untuk meningkatkan fasilitas dan kualitas setiap sekolah negeri. Sehingga ada pemerataan kualitas pendidikan setiap daerah. Jangan terfokus dua atau tiga sekolah saja.

“Kenapa sekolah itu, favorit? Kenapa pemerintah tidak memfavoritkan semua sekolah. Harusnya begitu, konsep berpikirnya bagaimana pemerintah daerah memeratakan semua sekolah. Jangan terfokus kepada dua atau tiga sekolah saja disebuah daerah,” jelas Abyadi.

Abyadi menilai tidak menjadi dasar sekolah favorit diisi oleh siswa-siswi yang pintar. Kemudian, tidak ada korelasinya. Malah memberikan dampak buruk, untuk orang tua siswa dengan segala cara agar anaknya dapat melanjutkan pendidikan di sekolah favorit.

“Ombudsman pernah menemukan masyarakat mempunyai Mobil Rubicon dan Kapolsek bisa mengurus surat miskin agar anaknya bisa masuk sekolah favorit. Bohong orang berprestasi masuk sekolah favorit itu. Selama ini, orang bertarung uang dan kekuasaan,” ucap Abyadi.

Abyadi mengatakan, Gubernur Sumut, harus berpikir ulang untuk keinginan menghapuskan jalur zonasi. Seharusnya, mantan Pangkostrad itu, menginstruksikan kepada Disdik Sumut memperkuat sekolah lain tidak favorit secara fasilitas dan kualitas. Sehingga menjadi pilihan masyarakat seperti sekolah favorit itu.

“Saya berpikir konsep pak Gubernur mau menghapus itu, saya pikir kurang tepat. Saya berpikir bagaimana pak Gubernur dan pemerintah daerah memperkuat sekolah – sekolah yang lain. Sehingga persepsi sekolah favorit itu hilang,” kata Abyadi.

Abyadi mengungkapkan, stigma sekolah favorit ini, memberikan dampak kepada sekolah swasta secara fasilitas dan kualitas pendidikan bagus. Tapi, tidak ada siswanya.”Ombudsman pernah, menerima keluhan Badan Musyawarah Sekolah Swasta. Ada kumpulan sekolah-sekolah swasta. Dengan sistem, sekolah swasta tidak ada muridnya. Ini lah, faktor-faktor pemerintah berubah itu,” sebut Abyadi.

Di sisi lain, Abyadi saat sidak ke Disdik Sumut, beberapa hari lalu. Ia menemukan sejumlah Kecamatan di Kota Medan belum memiliki sekolah SMA Negeri dan SMK Negeri. Hal ini, harus menjadi catatan Pemprov Sumut bagaimana mengcover itu semua melalui zonasi. Karena, melalui jalur mampu memberikan keadilan kepada masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

“Saya sidak ke Disdik Sumut, banyak kecamatan di Kota Medan belum ada sekolah – sekolah negeri. Contohnya, Medan Amplas, Medan Baru dan Medan Selayang tidak ada sekolah. Ini harus diperjuangkan Pemprov, karena jalur zonasi mewakili itu semua,” pungkas Abyadi.

Diberitakan sebelumnya, Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi berkeinginan pelaksanaan PPDB tahun 2023 tidak ada lagi melalui jalur zonasi, tapi jalur prestasi. Sehingga pelajar yang berprestasi dan pintar dapat bersaing dengan ketat di sekolah favorit dan bagus.

Gubernur Edy menilai keinginan menghapuskan jalur zonasi dikarenakan kouta jalur prestasi sangat kecil hanya 20 persen dibandingkan sisanya jalur zonasi.

“Saya masih mengusulkan ke depan ini tidak ada lagi zonasi-zonasi. Jadi prestasi gitu, kita kan hanya dikasih 20 persen untuk jalur prestasi, yang lain zonasi ,” kata Gubernur Edy kepada wartawan di rumah dinas Gubernur Sumut, Kota Medan, Selasa (21/6) siang.

Mantan Pangkostrad itu, mengatakan keinginan dirinya perlu terlebih dahulu dilakukan pengkajian dan dipelajari dari keseluruhan aspek pada pelaksanaan PPDB.”Zonasi ini juga nanti harus kita pelajari, itukan harus kita siasati,” tutur Gubernur Edy.

Gubernur Edy menjelaskan keinginan PPDB 100 persen jalur prestasi. Karena, melihat siswa dan siswi yang prestasi di Sumut ini sangat banyak. Sehingga tidak dapat tertampung dengan sekolah SMA Negeri dan SMK Negeri favorit dan bagus di Kota Medan. Karena, keterbatasan kouta hanya 20 persen saja.

“Jadi orang Tarutung enggak bisa sekolah di sini nanti, atau orang Nias enggak bisa sekolah di sini kalau sistem zonasi ini. Nah ini yang harus kita pertimbangkan walaupun ada kegiatan-kegiatan anak kita nanti kita lihat,” jelas Gubernur Edy.(gus/ila)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Keinginan Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi menghapuskan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA Negeri dan SMK Negeri di Sumut tidak tepat dan tidak sesuai dengan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 1 tahun 2021 tentang PPDB.

“PPDB itu, urusan pusat. Kemudian, muncul peraturan Kementerian Pendidikan, Pemerintah daerah harus melakukan (melaksanakan) itu,” kata Kepala Ombudsman Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar saat dikonfirmasi Sumut Pos, Rabu (22/6).

Abyadi menjelaskan, penetapan PPDB melalui jalur zonasi ini, tentu pasti memiliki dasar hukum dan ada payung hukumnya. Ia menilai tidak semuda dibayangkan untuk menghapuskan zonasi. Karena, peraturan dibuat atau diciptakan oleh Pemerintah Pusat, harus dijalankan dan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. “Jadi, saya kira bahwa tidak semuda dibayangkann

Kita adalah Pemerintah Daerah, kebijakan pendidikan dari pusat yang muncul. Itu adalah keputusan dari Menteri Pendidikan,” kata Abyadi.

Abyadi mengungkapkan, adanya sistem PPDB jalur zonasi, prestasi dan lainnya. Hal itu sebagai bentuk Pemerintah Indonesia mengubah sistem penerimaan peserta didik baru dari jalur royanisasi dan juga ada beberapa faktor. Dengan tujuan untuk menghapus sekolah-sekolah favorit.

“Kita ambil contoh SMA Negeri 1 Medan, masuk ke situ syarat dengan kecurangan. Teman-teman kepala sekolah setiap penerimaan siswa baru. Kepala sekolah bisa ganti mobil baru. Itu pengakuan kepala sekolah kepada kita. Begitu luar biasa uang masuk untuk satu kursi di sekolah favorit,” ucap Abyadi.

Abyadi mengungkapkan terlalu besar dampak terhadap keinginan untuk menghapuskan zonasi. Karena, tidak memberikan keadilan bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan bagus. Semua itu, tidak terfokus dengan sekolah favorit.

Abyadi memberikan saran kepada Dinas Pendidikan (Disdik) Sumut dan Disdik Kabupaten/Kota untuk meningkatkan fasilitas dan kualitas setiap sekolah negeri. Sehingga ada pemerataan kualitas pendidikan setiap daerah. Jangan terfokus dua atau tiga sekolah saja.

“Kenapa sekolah itu, favorit? Kenapa pemerintah tidak memfavoritkan semua sekolah. Harusnya begitu, konsep berpikirnya bagaimana pemerintah daerah memeratakan semua sekolah. Jangan terfokus kepada dua atau tiga sekolah saja disebuah daerah,” jelas Abyadi.

Abyadi menilai tidak menjadi dasar sekolah favorit diisi oleh siswa-siswi yang pintar. Kemudian, tidak ada korelasinya. Malah memberikan dampak buruk, untuk orang tua siswa dengan segala cara agar anaknya dapat melanjutkan pendidikan di sekolah favorit.

“Ombudsman pernah menemukan masyarakat mempunyai Mobil Rubicon dan Kapolsek bisa mengurus surat miskin agar anaknya bisa masuk sekolah favorit. Bohong orang berprestasi masuk sekolah favorit itu. Selama ini, orang bertarung uang dan kekuasaan,” ucap Abyadi.

Abyadi mengatakan, Gubernur Sumut, harus berpikir ulang untuk keinginan menghapuskan jalur zonasi. Seharusnya, mantan Pangkostrad itu, menginstruksikan kepada Disdik Sumut memperkuat sekolah lain tidak favorit secara fasilitas dan kualitas. Sehingga menjadi pilihan masyarakat seperti sekolah favorit itu.

“Saya berpikir konsep pak Gubernur mau menghapus itu, saya pikir kurang tepat. Saya berpikir bagaimana pak Gubernur dan pemerintah daerah memperkuat sekolah – sekolah yang lain. Sehingga persepsi sekolah favorit itu hilang,” kata Abyadi.

Abyadi mengungkapkan, stigma sekolah favorit ini, memberikan dampak kepada sekolah swasta secara fasilitas dan kualitas pendidikan bagus. Tapi, tidak ada siswanya.”Ombudsman pernah, menerima keluhan Badan Musyawarah Sekolah Swasta. Ada kumpulan sekolah-sekolah swasta. Dengan sistem, sekolah swasta tidak ada muridnya. Ini lah, faktor-faktor pemerintah berubah itu,” sebut Abyadi.

Di sisi lain, Abyadi saat sidak ke Disdik Sumut, beberapa hari lalu. Ia menemukan sejumlah Kecamatan di Kota Medan belum memiliki sekolah SMA Negeri dan SMK Negeri. Hal ini, harus menjadi catatan Pemprov Sumut bagaimana mengcover itu semua melalui zonasi. Karena, melalui jalur mampu memberikan keadilan kepada masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

“Saya sidak ke Disdik Sumut, banyak kecamatan di Kota Medan belum ada sekolah – sekolah negeri. Contohnya, Medan Amplas, Medan Baru dan Medan Selayang tidak ada sekolah. Ini harus diperjuangkan Pemprov, karena jalur zonasi mewakili itu semua,” pungkas Abyadi.

Diberitakan sebelumnya, Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi berkeinginan pelaksanaan PPDB tahun 2023 tidak ada lagi melalui jalur zonasi, tapi jalur prestasi. Sehingga pelajar yang berprestasi dan pintar dapat bersaing dengan ketat di sekolah favorit dan bagus.

Gubernur Edy menilai keinginan menghapuskan jalur zonasi dikarenakan kouta jalur prestasi sangat kecil hanya 20 persen dibandingkan sisanya jalur zonasi.

“Saya masih mengusulkan ke depan ini tidak ada lagi zonasi-zonasi. Jadi prestasi gitu, kita kan hanya dikasih 20 persen untuk jalur prestasi, yang lain zonasi ,” kata Gubernur Edy kepada wartawan di rumah dinas Gubernur Sumut, Kota Medan, Selasa (21/6) siang.

Mantan Pangkostrad itu, mengatakan keinginan dirinya perlu terlebih dahulu dilakukan pengkajian dan dipelajari dari keseluruhan aspek pada pelaksanaan PPDB.”Zonasi ini juga nanti harus kita pelajari, itukan harus kita siasati,” tutur Gubernur Edy.

Gubernur Edy menjelaskan keinginan PPDB 100 persen jalur prestasi. Karena, melihat siswa dan siswi yang prestasi di Sumut ini sangat banyak. Sehingga tidak dapat tertampung dengan sekolah SMA Negeri dan SMK Negeri favorit dan bagus di Kota Medan. Karena, keterbatasan kouta hanya 20 persen saja.

“Jadi orang Tarutung enggak bisa sekolah di sini nanti, atau orang Nias enggak bisa sekolah di sini kalau sistem zonasi ini. Nah ini yang harus kita pertimbangkan walaupun ada kegiatan-kegiatan anak kita nanti kita lihat,” jelas Gubernur Edy.(gus/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/