30.6 C
Medan
Wednesday, May 22, 2024

Interpelasi Kandas

MEDAN-Hak interpelasi 16 Anggota DPRD Sumut akhirnya kandas di Aula Gedung Utama DPRD Sumut, pada Senin (22/8). Setelah lima jam 30 menit (pukul 10.00 WIB hingga 15.30 WIB) digelarnya rapat Paripurna DPRD Sumut tentang hak interpelasi.

Hak interpelasi ini diajukan karena kebijakan Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho tentang pelantikan 110 pejabat eselon III dan menonjobkan 26 pejabat eselon III di jajaran Pemprovsu. Kebijakan ini di anggap cacat hukum dan menyalahi aturan serta perundang-undangan karena tak berkoordinasi dengan Mendagri.

Parahnya lagi, sejumlah anggota DPRD Sumut yang tak setuju digelarnya interpelasi diduga menerima suap Rp50 juta hingga Rp70 juta. Hal tersebut dibenarkan Ketua Fraksi PDI Perjuangan Budiman Nadapdap. “Saya memang mendengar ada kabar dan hal seperti itu, namun kepastiannya belum jelas. Dan perlu ditegaskan, PDI Perjuangan dari awal sudah konsisten melanjutkan hak interpelasi. Jadi kami sama sekali tak ada menerima ‘deal-deal’ seperti itu,” terangnya.

Sejak rapat dimulai, dari pantauan wartawan rapat terkesan asal-asalan dan kekanak-kanakan. Sejumlah peserta rapat juga menegaskan hal tersebut. Sangking tak kondusifnya rapat tersebut Politisi Partai Demokrat Layari Sinukaban sempat menginterupsi dan nyeletuk mengatakan, rapat tersebut rapat ‘abal-abal.’

Dalam rapat, sejumlah anggota DPRD berkomentar hal-hal tak penting, berteriak-teriak sesukanya, tertawa terbahak-bahak dengan suara keras. Banyak anggota dewan yang hampir tak bisa menahan emosinya untuk marah-marah.

Fraksi Partai Demokrat Hasbullah Hadi yang juga Ketua Komisi A DPRD Sumut sempat mengusulkan agar rapat yang dipimpin Ketua DPRD Sumut Saleh Bangun tersebut ditunda. Ia berpendapat, rapat itu tak dapat dilanjutkan karena tak melampirkan risalah yang dirangkum Bamus DPRD Sumut usulan 16 anggota yang mengusulkan hak interpelasi.

“Menurut tatib kita seharusnya sudah mendapatkan risalah Jumat (19 Agustus) lalu. Namun, kita baru menerima hari ini. Kita juga belum mendapatkan SK pengangkatan dan penonjoban sejumlah pejabat eselon III. Kita butuh berkas tersebut untuk kemudian dipelajari. Maka itu kita ingin memperlajari dulu risalah ini, dan rapat ini harus ditunda,” katanya.

Namun penundaan itu bukan bertujuan untuk menolak usulan interpelasi, melainkan agar ada kesempatan mempelajari risalah pengusulannya.

Sementara itu, Saleh yang juga politisi dari Partai Demokrat mempertanyakan dasar pendapat yang disampaikan Hasbullah, apakah pendapat pribadi atau kesepakatan fraksi. “Ini merupakan pendapat Fraksi Partai Demokrat,” katanya.

Tapi pernyataan tersebut dibantah keras Politisi PDI Perjuangan Analisman Zalukhu. Menurutnya, Fraksi PDI Perjuangan sudah mewacanakan rapat tersebut di tingkat fraksi. Pihaknya juga telah menggelar musyawarah. “Jadi tak ada alasan bagi PDI Perjuangan untuk melanjutkan rapat ini,” tegasnya.

Begitulah yang terjadi sepanjang rapat, bila seorang Anggota DPRD Sumut menyatakan argumennya maka akan dibantah anggota dewan lain. Seperti Ketua Fraksi PDI Perjuangan Budiman Nadapdap yang mendesak interpelasi segera dilakukan. Kemudian kembali dibantah anggota Fraksi Demokrat Marahalim Harahap. Selanjutnya Rizal Sirait dari Fraksi PPP juga menyatakan interplasi telah dibahas dalam Bamus sehingga harus digelar.

Sedangkan Ketua Fraksi PKS Hidayatullah mengungkapkan biasanya ada waktu bagi fraksi-fraksi untuk mempelajari dokumen. “Namun PKS  juga belum menerima materi itu, jadi kita minta rapat ini diskor dulu,” katanya.
Karenanya, untuk mencari kesepakatan, Saleh menskor rapat selama 20 menit untuk rapat pimpinan fraksi. Setelah rapat pimpinan fraksi dilanjutkan, akhirnya didapat delapan dari sepuluh fraksi di DPRD Sumut menyetujui untuk mengajukan hak interpelasi.

Adapun kedelapan fraksi yang menyetujui interpelasi tersebut yakni Fraksi Partai Golkar, PDI Perjuangan, Hanura, Gerindra Bintang Reformasi, PPP, PAN, PDS, dan PPRN. Dan fraksi yang menolak dilanjutkannya interpelasi yakni Fraksi PKS karena dinilai tak memiliki klausul dan alasan yang kuat. Sedangkan Partai Demokrat mengusulkan agar interpelasi itu ditunda.

Sebelum penyampaian pandangan fraksi, dibacakan beberapa alasan usulan interpelasi yang digagas 16 Anggota DPRD Sumut dari berbagai fraksi.

Alasan pertama yakni pemutasian 110 pejabat eselon III pada 10 Juni 2011 yang sebagian merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) dan kuasa pengguna anggaran (KPA) sejumlah proyek di lingkungan Pemprovsu. Hal ini dinilai menyebabkan berbagai program yang telah dicanangkan berpotensi mengalami kegagalan dan menurunkan daya serap anggaran.

Kekhawatiran itu terbukti dari serapan anggaran yang hanya mencapai 23 persen hingga Juni 2011.
Kebijakan mutasi itu juga dinilai melanggar PP 13/2002 tentang Syarat Pengangkatan Jabatan Struktural PNS karena banyak yang tidak memenuhi syarat berprestasi selama dua tahun dan memiliki kompetensi jabatan.

Tim pengusul mencontohkan adanya eselon tiga berpendidikan dokter hewan yang justru dimutasi di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (Baperasda) Sumut. Demikian juga dengan pengusulan calon Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumut yang telah menjalan proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and profer test) di Kementerian Dalam Negeri. Tim pengusul mempertanyakan kebijakan Gatot Pujo Nugroho yang kembali mengusulkan tiga nama baru sebagai Sekdaprov Sumut.

Rapat kembali diskor untuk istirahat dan salat pada pukul 12.00 WIB hingga 14.00 WIB. Karena kesepakatan tak ditemukan apakah interpelasi ini dilanjutkan atau tidak, pimpinan rapat mengalihkan rapat tersebut kepada sistem voting.

Adapun hasil voting tersebut dari Fraksi PAN tujuh orang setuju untuk dilanjutkan interpelasi, PDI Perjuangan 11 orang, Gerindra dua orang, Hanura lima orang, PPP enam orang, PPRN tiga orang dan PDS tiga orang. Sedangkan yang menolak interpelasi dilanjutkan yakni Fraksi Gerindra satu orang, PPRN empat orang, PKS 11 orang dan Demokrat 26 orang.

Sedangkan seluruh anggota Fraksi Golkar abstein karena diketahui ada beberapa dari 16 Anggota DPRD Sumut yang mengajukan hak interpelasi yang ternyata akhirnya menolak interpelasi saat dilakukan voting.

Dari hasil ini, yang menolak interpelasi berjumlah 42 orang dan yang menyetujui dilakukannya interpelasi berjumlah 38 orang. Dengan hasil tersebut, Saleh yang merupakan pimpinan rapat menutup rapat dan menyatakan hasil tersebut sah dan artinya interpelasi yang diharapkan 16 Anggota DPRD Sumut tersebut kandas.

Wakil Ketua DPRD Sumut Chaidir Ritonga menjelaskan, hasil rapat sah. Sedangkan saat ditanyakan kenapa ada beberapa pengusul interpelasi yang akhirnya menolak kembali diajukan interpelasi, ia mengatakan hal tersebut merupakan hak dari setiap anggota.

Namun, saat dikonfirmasi apakah ada deal-deal politik yang melatar belakangi hal tersebut terjadi, ia menjawab tak ada hal tersebut dan ia tak mengetahuinya.

Budiman Nadapdap saat ditanyakan tanggapan terhadap hasil rapat mengatakan, kenapa hak Anggota DPRD Sumut bertanya kepada kepala daerah harus dihalang-halangi? “Mungkin ini karena ketakutan dan kebodohan. Dan sebagian Anggota DPRD Sumut memang sepertinya tak paham dan terlalu picik berpikir. Atas hal ini kita PDI Perjuangan akan memperjuangkan ini ke sistem yang lebih tinggi yakni akan menggunakan hak angket. Karena kita menganggap kelakukan Plt Gubsu memang sudah meresahkan masyarakat banyak di Sumut dan menelantarkan mereka karena tak dipenuhi peyanan publik,” tegasnya.

Lebih lanjut Budiman mengatakan, hal ini terbukti dari hingga saat ini Plt Gubsu belum juga menandatangani dana Bansos yang diperlukan masayrakat banyak. “Kenapa usulan-usulan PKS saja yang diterima,” ujarnya lagi.
Ditemui usai rapat, Politisi Partai Demokrat Jhon Hugo menerangkan, tentang empat orang anggota fraksinya yang awalnya mengajukan hak interpelasi dan kemudian kembali menolak. “Partai Demokrat itu dinamis, jadi kita tak membatasi hak-hak anggota,” katanya.

Namun, saat ditanyakan apakah hal tersebut terkait deal-deal politik, ia menegaskan kalau hal tersebut tak akan terjadi di tubuh Partai Demokrat.

Di kesempatan berbeda, Politisi PKS Amsal mengatakan, mengenai adanya surat teguran dari Mendagri hal tersebut telah dilakukan tindak lanjut. “Kita mengetahui tentang masalah ini dan kita juga mengtahui Plt Gubsu sudah melakukan koordinasi dengan mendatangi Mendagri ke Jakarta,” jelasnya.

Permasalahanya adalah tidak adanya izin tertulis dari Mendagri dalam pemutasian sejumlah pejabat tersebut. “Nah, kita ketahui Plt Gubsu baru-baru ini sudah mendatangi Mendagri untuk menyelesaikan masalah ini. Tapi untuk menanggapinya di daerah saya kira tak perlu hingga melakukan interpelasi,” kata Amsal.

Menurut Amsal, banyak permasalahan di Sumut, namun penyelesaiannya tak harus menggunakan interpelasi. “Di Sumut baru ini kita mengajukan hak interpelasi. Padahal masih banyak wadah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah,” tuturnya.

Adapun ke-16 anggota DPRD Sumut yang mengusulkan hak interpelasi yakni Yan Syahrin, Ferry Kaban dan Abu Bokar Tambak (Fraksi Gerindra Bintang Reformasi), Marasal Hutasoit (Fraksi PDS), Sopar Siburian, Ramli, Tahan Panggabean dan Ahmad K Hasibuan (Fraksi Partai Demokrat). Oloan Sitompul, Sony Firdaus dan Roslynda Marpaung (Fraksi PPRN), Janter Sirait dan Mulkan Ritonga (Fraksi Golkar), Aduhot Simamora (Fraksi Hanura), Irwansyah Damanik (Fraksi Damanik) dan Alamsyah Hamdani (Fraksi PDI Perjuangan). (saz)

MEDAN-Hak interpelasi 16 Anggota DPRD Sumut akhirnya kandas di Aula Gedung Utama DPRD Sumut, pada Senin (22/8). Setelah lima jam 30 menit (pukul 10.00 WIB hingga 15.30 WIB) digelarnya rapat Paripurna DPRD Sumut tentang hak interpelasi.

Hak interpelasi ini diajukan karena kebijakan Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho tentang pelantikan 110 pejabat eselon III dan menonjobkan 26 pejabat eselon III di jajaran Pemprovsu. Kebijakan ini di anggap cacat hukum dan menyalahi aturan serta perundang-undangan karena tak berkoordinasi dengan Mendagri.

Parahnya lagi, sejumlah anggota DPRD Sumut yang tak setuju digelarnya interpelasi diduga menerima suap Rp50 juta hingga Rp70 juta. Hal tersebut dibenarkan Ketua Fraksi PDI Perjuangan Budiman Nadapdap. “Saya memang mendengar ada kabar dan hal seperti itu, namun kepastiannya belum jelas. Dan perlu ditegaskan, PDI Perjuangan dari awal sudah konsisten melanjutkan hak interpelasi. Jadi kami sama sekali tak ada menerima ‘deal-deal’ seperti itu,” terangnya.

Sejak rapat dimulai, dari pantauan wartawan rapat terkesan asal-asalan dan kekanak-kanakan. Sejumlah peserta rapat juga menegaskan hal tersebut. Sangking tak kondusifnya rapat tersebut Politisi Partai Demokrat Layari Sinukaban sempat menginterupsi dan nyeletuk mengatakan, rapat tersebut rapat ‘abal-abal.’

Dalam rapat, sejumlah anggota DPRD berkomentar hal-hal tak penting, berteriak-teriak sesukanya, tertawa terbahak-bahak dengan suara keras. Banyak anggota dewan yang hampir tak bisa menahan emosinya untuk marah-marah.

Fraksi Partai Demokrat Hasbullah Hadi yang juga Ketua Komisi A DPRD Sumut sempat mengusulkan agar rapat yang dipimpin Ketua DPRD Sumut Saleh Bangun tersebut ditunda. Ia berpendapat, rapat itu tak dapat dilanjutkan karena tak melampirkan risalah yang dirangkum Bamus DPRD Sumut usulan 16 anggota yang mengusulkan hak interpelasi.

“Menurut tatib kita seharusnya sudah mendapatkan risalah Jumat (19 Agustus) lalu. Namun, kita baru menerima hari ini. Kita juga belum mendapatkan SK pengangkatan dan penonjoban sejumlah pejabat eselon III. Kita butuh berkas tersebut untuk kemudian dipelajari. Maka itu kita ingin memperlajari dulu risalah ini, dan rapat ini harus ditunda,” katanya.

Namun penundaan itu bukan bertujuan untuk menolak usulan interpelasi, melainkan agar ada kesempatan mempelajari risalah pengusulannya.

Sementara itu, Saleh yang juga politisi dari Partai Demokrat mempertanyakan dasar pendapat yang disampaikan Hasbullah, apakah pendapat pribadi atau kesepakatan fraksi. “Ini merupakan pendapat Fraksi Partai Demokrat,” katanya.

Tapi pernyataan tersebut dibantah keras Politisi PDI Perjuangan Analisman Zalukhu. Menurutnya, Fraksi PDI Perjuangan sudah mewacanakan rapat tersebut di tingkat fraksi. Pihaknya juga telah menggelar musyawarah. “Jadi tak ada alasan bagi PDI Perjuangan untuk melanjutkan rapat ini,” tegasnya.

Begitulah yang terjadi sepanjang rapat, bila seorang Anggota DPRD Sumut menyatakan argumennya maka akan dibantah anggota dewan lain. Seperti Ketua Fraksi PDI Perjuangan Budiman Nadapdap yang mendesak interpelasi segera dilakukan. Kemudian kembali dibantah anggota Fraksi Demokrat Marahalim Harahap. Selanjutnya Rizal Sirait dari Fraksi PPP juga menyatakan interplasi telah dibahas dalam Bamus sehingga harus digelar.

Sedangkan Ketua Fraksi PKS Hidayatullah mengungkapkan biasanya ada waktu bagi fraksi-fraksi untuk mempelajari dokumen. “Namun PKS  juga belum menerima materi itu, jadi kita minta rapat ini diskor dulu,” katanya.
Karenanya, untuk mencari kesepakatan, Saleh menskor rapat selama 20 menit untuk rapat pimpinan fraksi. Setelah rapat pimpinan fraksi dilanjutkan, akhirnya didapat delapan dari sepuluh fraksi di DPRD Sumut menyetujui untuk mengajukan hak interpelasi.

Adapun kedelapan fraksi yang menyetujui interpelasi tersebut yakni Fraksi Partai Golkar, PDI Perjuangan, Hanura, Gerindra Bintang Reformasi, PPP, PAN, PDS, dan PPRN. Dan fraksi yang menolak dilanjutkannya interpelasi yakni Fraksi PKS karena dinilai tak memiliki klausul dan alasan yang kuat. Sedangkan Partai Demokrat mengusulkan agar interpelasi itu ditunda.

Sebelum penyampaian pandangan fraksi, dibacakan beberapa alasan usulan interpelasi yang digagas 16 Anggota DPRD Sumut dari berbagai fraksi.

Alasan pertama yakni pemutasian 110 pejabat eselon III pada 10 Juni 2011 yang sebagian merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) dan kuasa pengguna anggaran (KPA) sejumlah proyek di lingkungan Pemprovsu. Hal ini dinilai menyebabkan berbagai program yang telah dicanangkan berpotensi mengalami kegagalan dan menurunkan daya serap anggaran.

Kekhawatiran itu terbukti dari serapan anggaran yang hanya mencapai 23 persen hingga Juni 2011.
Kebijakan mutasi itu juga dinilai melanggar PP 13/2002 tentang Syarat Pengangkatan Jabatan Struktural PNS karena banyak yang tidak memenuhi syarat berprestasi selama dua tahun dan memiliki kompetensi jabatan.

Tim pengusul mencontohkan adanya eselon tiga berpendidikan dokter hewan yang justru dimutasi di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (Baperasda) Sumut. Demikian juga dengan pengusulan calon Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumut yang telah menjalan proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and profer test) di Kementerian Dalam Negeri. Tim pengusul mempertanyakan kebijakan Gatot Pujo Nugroho yang kembali mengusulkan tiga nama baru sebagai Sekdaprov Sumut.

Rapat kembali diskor untuk istirahat dan salat pada pukul 12.00 WIB hingga 14.00 WIB. Karena kesepakatan tak ditemukan apakah interpelasi ini dilanjutkan atau tidak, pimpinan rapat mengalihkan rapat tersebut kepada sistem voting.

Adapun hasil voting tersebut dari Fraksi PAN tujuh orang setuju untuk dilanjutkan interpelasi, PDI Perjuangan 11 orang, Gerindra dua orang, Hanura lima orang, PPP enam orang, PPRN tiga orang dan PDS tiga orang. Sedangkan yang menolak interpelasi dilanjutkan yakni Fraksi Gerindra satu orang, PPRN empat orang, PKS 11 orang dan Demokrat 26 orang.

Sedangkan seluruh anggota Fraksi Golkar abstein karena diketahui ada beberapa dari 16 Anggota DPRD Sumut yang mengajukan hak interpelasi yang ternyata akhirnya menolak interpelasi saat dilakukan voting.

Dari hasil ini, yang menolak interpelasi berjumlah 42 orang dan yang menyetujui dilakukannya interpelasi berjumlah 38 orang. Dengan hasil tersebut, Saleh yang merupakan pimpinan rapat menutup rapat dan menyatakan hasil tersebut sah dan artinya interpelasi yang diharapkan 16 Anggota DPRD Sumut tersebut kandas.

Wakil Ketua DPRD Sumut Chaidir Ritonga menjelaskan, hasil rapat sah. Sedangkan saat ditanyakan kenapa ada beberapa pengusul interpelasi yang akhirnya menolak kembali diajukan interpelasi, ia mengatakan hal tersebut merupakan hak dari setiap anggota.

Namun, saat dikonfirmasi apakah ada deal-deal politik yang melatar belakangi hal tersebut terjadi, ia menjawab tak ada hal tersebut dan ia tak mengetahuinya.

Budiman Nadapdap saat ditanyakan tanggapan terhadap hasil rapat mengatakan, kenapa hak Anggota DPRD Sumut bertanya kepada kepala daerah harus dihalang-halangi? “Mungkin ini karena ketakutan dan kebodohan. Dan sebagian Anggota DPRD Sumut memang sepertinya tak paham dan terlalu picik berpikir. Atas hal ini kita PDI Perjuangan akan memperjuangkan ini ke sistem yang lebih tinggi yakni akan menggunakan hak angket. Karena kita menganggap kelakukan Plt Gubsu memang sudah meresahkan masyarakat banyak di Sumut dan menelantarkan mereka karena tak dipenuhi peyanan publik,” tegasnya.

Lebih lanjut Budiman mengatakan, hal ini terbukti dari hingga saat ini Plt Gubsu belum juga menandatangani dana Bansos yang diperlukan masayrakat banyak. “Kenapa usulan-usulan PKS saja yang diterima,” ujarnya lagi.
Ditemui usai rapat, Politisi Partai Demokrat Jhon Hugo menerangkan, tentang empat orang anggota fraksinya yang awalnya mengajukan hak interpelasi dan kemudian kembali menolak. “Partai Demokrat itu dinamis, jadi kita tak membatasi hak-hak anggota,” katanya.

Namun, saat ditanyakan apakah hal tersebut terkait deal-deal politik, ia menegaskan kalau hal tersebut tak akan terjadi di tubuh Partai Demokrat.

Di kesempatan berbeda, Politisi PKS Amsal mengatakan, mengenai adanya surat teguran dari Mendagri hal tersebut telah dilakukan tindak lanjut. “Kita mengetahui tentang masalah ini dan kita juga mengtahui Plt Gubsu sudah melakukan koordinasi dengan mendatangi Mendagri ke Jakarta,” jelasnya.

Permasalahanya adalah tidak adanya izin tertulis dari Mendagri dalam pemutasian sejumlah pejabat tersebut. “Nah, kita ketahui Plt Gubsu baru-baru ini sudah mendatangi Mendagri untuk menyelesaikan masalah ini. Tapi untuk menanggapinya di daerah saya kira tak perlu hingga melakukan interpelasi,” kata Amsal.

Menurut Amsal, banyak permasalahan di Sumut, namun penyelesaiannya tak harus menggunakan interpelasi. “Di Sumut baru ini kita mengajukan hak interpelasi. Padahal masih banyak wadah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah,” tuturnya.

Adapun ke-16 anggota DPRD Sumut yang mengusulkan hak interpelasi yakni Yan Syahrin, Ferry Kaban dan Abu Bokar Tambak (Fraksi Gerindra Bintang Reformasi), Marasal Hutasoit (Fraksi PDS), Sopar Siburian, Ramli, Tahan Panggabean dan Ahmad K Hasibuan (Fraksi Partai Demokrat). Oloan Sitompul, Sony Firdaus dan Roslynda Marpaung (Fraksi PPRN), Janter Sirait dan Mulkan Ritonga (Fraksi Golkar), Aduhot Simamora (Fraksi Hanura), Irwansyah Damanik (Fraksi Damanik) dan Alamsyah Hamdani (Fraksi PDI Perjuangan). (saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/