26 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Tetap Banjir, Proyek Drainase Sia-sia

banjirMEDAN-Bulan Oktober tahun ini Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) memprediksi sebagai musim penghujan yang tinggi. Ketidakmampuan sungai untuk menampung volume air yang tinggi selalu dijadikan alasan saat banjir melanda Kota Medan.

Padahal banjir merupakan masalah yang tidak kunjung ditemukan solusinya sejak puluhan tahun lalu. Iroisnya, ketika banjir menghampiri sebagian masyarakat, Pemerintah Kota (Pemko) Medan seperti tidak belajar dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya bagaimana cara yang tepat untuk menuntaskan masalah ini. Kali ini Pemko Medan kembali beralasan masyarakat yang tinggal di daerah aliran sungai (DAS) menghambat proses normalisasi sungai. Apalagi DAS merupakan kawasan hijau yang artinya tidak boleh ada masyarakat yang bermukimn
Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota, Dzulmi Eldin mengakui proses normalisasi masih berkoordinasi dengan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) untuk membangun rumah susun sederhana sewa (rusunawa).”Semua masih dalam tahap perencanaan,” ujar Eldin diruang kerjanya, Selasa (22/10).

Disinggung mengenai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2013 sebesar Rp4,1 triliun yang belum memuaskan untuk pembangun saluran drainase, angka pengangguran dan fasilitas umum, Eldin berkilah dengan menyebutkan program kerjanya bukan hanya satu tahun melainkan berkesinambungan secara terus menerus. Pria berdarah Melayu ini mengaku banyaknya angka pengangguran di Kota Medan karena urbanisasi masyarakat luar Kota yang ingin mengadu nasib dan mencari pekerjaan di Medan.

Parahnya, pekerjaan yang dicari tidak kunjung didapat hingga mereka menetap secara permanen di Kota Medan. “Pengangguran di Medan banyak didominasi masyarakat luar,” sebutnya.

Disinggung mengenai saluran drainase yang masih bermasalah karena selalu ada genangan air bila hujan deras, mantan Kadis Pendapatan ini mengaku jika genangan air yang berada di bahu jalan tidak akan bertahan lama. Menurutnya, tak kurang dari 30 menit air akan surut dan keadaan kembali seperti semula.

Dia menjelaskan yang menjadi prioritas Pemko Medan saat ini adalah mengerjakan proyek saluran-saluran drainase di titik-titik yang dianggap rawan banjir jika hujan turut dengan deras.

“Saat ini sedang dikerjakan pengorekan saluran drainse yang merupakan titik rawan terjadinya banjir,” sebut Eldin tanpa merinci.

Sementara itu Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Kota Medan, Herri Zulkarnain mengaku pengerjaan normalisasi saluran drainase tidak sebanding dengan besarnya anggaran yang disediakan. “Masyarakat masih merasakan banjir setiap hujan deras. Kondisi ini seolah menjadi ancaman setiap musim penghujan,” katanya.

Selain itu dia mengatakan pekerjaan tidak direncanakan dengan matang. Indikasinya adalah pekerjaan yang telah dilakukan tidak mendapatkan hasil yang baik. “Pemko Medan tidak mencari solusi dari masalah yang ada, hanya mencari di mana yang salah,” keluh Herri.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, kurangnya sistem kontrol yang dilakukan terhadap hasil pekerjaan yang telah dilakukan, karena hasil kerukan itu dibiarkan terlalu lama di pinggir jalan. “ Lihat saja lah contohnya saat ini, tidak sebanding dengan anggaran yang telah dikeluarkan,” tandasnya. (dik)

banjirMEDAN-Bulan Oktober tahun ini Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) memprediksi sebagai musim penghujan yang tinggi. Ketidakmampuan sungai untuk menampung volume air yang tinggi selalu dijadikan alasan saat banjir melanda Kota Medan.

Padahal banjir merupakan masalah yang tidak kunjung ditemukan solusinya sejak puluhan tahun lalu. Iroisnya, ketika banjir menghampiri sebagian masyarakat, Pemerintah Kota (Pemko) Medan seperti tidak belajar dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya bagaimana cara yang tepat untuk menuntaskan masalah ini. Kali ini Pemko Medan kembali beralasan masyarakat yang tinggal di daerah aliran sungai (DAS) menghambat proses normalisasi sungai. Apalagi DAS merupakan kawasan hijau yang artinya tidak boleh ada masyarakat yang bermukimn
Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota, Dzulmi Eldin mengakui proses normalisasi masih berkoordinasi dengan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) untuk membangun rumah susun sederhana sewa (rusunawa).”Semua masih dalam tahap perencanaan,” ujar Eldin diruang kerjanya, Selasa (22/10).

Disinggung mengenai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2013 sebesar Rp4,1 triliun yang belum memuaskan untuk pembangun saluran drainase, angka pengangguran dan fasilitas umum, Eldin berkilah dengan menyebutkan program kerjanya bukan hanya satu tahun melainkan berkesinambungan secara terus menerus. Pria berdarah Melayu ini mengaku banyaknya angka pengangguran di Kota Medan karena urbanisasi masyarakat luar Kota yang ingin mengadu nasib dan mencari pekerjaan di Medan.

Parahnya, pekerjaan yang dicari tidak kunjung didapat hingga mereka menetap secara permanen di Kota Medan. “Pengangguran di Medan banyak didominasi masyarakat luar,” sebutnya.

Disinggung mengenai saluran drainase yang masih bermasalah karena selalu ada genangan air bila hujan deras, mantan Kadis Pendapatan ini mengaku jika genangan air yang berada di bahu jalan tidak akan bertahan lama. Menurutnya, tak kurang dari 30 menit air akan surut dan keadaan kembali seperti semula.

Dia menjelaskan yang menjadi prioritas Pemko Medan saat ini adalah mengerjakan proyek saluran-saluran drainase di titik-titik yang dianggap rawan banjir jika hujan turut dengan deras.

“Saat ini sedang dikerjakan pengorekan saluran drainse yang merupakan titik rawan terjadinya banjir,” sebut Eldin tanpa merinci.

Sementara itu Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Kota Medan, Herri Zulkarnain mengaku pengerjaan normalisasi saluran drainase tidak sebanding dengan besarnya anggaran yang disediakan. “Masyarakat masih merasakan banjir setiap hujan deras. Kondisi ini seolah menjadi ancaman setiap musim penghujan,” katanya.

Selain itu dia mengatakan pekerjaan tidak direncanakan dengan matang. Indikasinya adalah pekerjaan yang telah dilakukan tidak mendapatkan hasil yang baik. “Pemko Medan tidak mencari solusi dari masalah yang ada, hanya mencari di mana yang salah,” keluh Herri.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, kurangnya sistem kontrol yang dilakukan terhadap hasil pekerjaan yang telah dilakukan, karena hasil kerukan itu dibiarkan terlalu lama di pinggir jalan. “ Lihat saja lah contohnya saat ini, tidak sebanding dengan anggaran yang telah dikeluarkan,” tandasnya. (dik)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/