23.9 C
Medan
Sunday, June 16, 2024

Kepala BPN Sumut Optimis Tuntas 2019

bagus yahputra/SUMUT POS
Bambang Priono Kepala Kanwil BPN Sumatera Utara

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Karut-marut persoalan lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II mulai menemui titik terang. Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut sudah melakukan identifikasi dan inventarisasi. Dan dalam waktu dekat, BPN Sumut optimis segera menyelesaikan permasalahan lahan seluas 5.873 hektar milik negara tersebut.

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Sumatera Utara Bambang Priono menyampaikan rasa optimisnya bahwa penyelesaian proses penghapusbukuan aset eks HGU akan tuntas 2019 mendatang. “Insya Allah dengan kerja ikhlas, menaati seluruh proses yang akan ditetapkan dan dukungan semua pihak, penyelesaiannya akan tercapai seperti yang diharapkan,” kata Bambang kepada wartawan.

Menurut Bambang, adanya titik terang dalam penyelesaian permasalah tanah eks HGU PTPN II ini, setelah dilakukan pertemuan yang dipimpin langsung Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, Rabu (18/10) lalu. Dalam rapat yang digelar di Kantor Gubernur itu dihadiri Kepala Kanwil BPN, DPRD, Dirut PTPN II, Dirut PTPN III Holding, Polda Sumut, Kejati Sumut, Kodam I/BB, perwakilan Kemenpolhukam dan BPKP. Bambang menyebutkan, dalam hasil rapat tersebut, Edy sangat mendukung penghapusbukuan aset serta penyelesaian tanah eks HGU PTPN II yang sudah berlangsung belasan tahun terbengkalai itu.

Dikatakan Bambang, areal tanah eks HGU seluas 2.216 hektare telah mendapat persetujuan penghapusbukuan, maka harus segera ditindaklanjuti sesuai ketentuan ketentuan yang berlaku. “Sedangkan, untuk lahan seluas 3.657 hektare akan ditata kembali oleh tim yang akan dibentuk kembali oleh gubernur,” kata Bambang.

Bambang menjelaskan, ada mekanisme penghapusbukuan yang harus dilakukan pemegang saham, salah satunya Menteri BUMN. Jadi, lahan eks HGU dinyatakan tidak gratis sedikit pun, apalagi HGU aktif. Semuanya harus mengikuti proses dan prosedur melalui perundangan yang ada. “Masyarakat harus berhati-hati. Jangan sampai menguasai tanah yang terdaftar dalam kekayaan negara. Akibatnya, nanti akan dikenakan tindak pidana korupsi,” cetus Bambang.

Ia kembali menjelaskan, sejarah permasalahan lahan eks HGU ini dimulai ketika tahun 1997 PTPN II dengan PTPN III dimerger. Kemudian, jadilah sekarang ini hanya PTPN II. Pada tahun 1999-2000, PTPN II mengajukan perpanjangan HGU yang akan berakhir seluas 62.161 hektare. Lahan tersebut terdiri dari, eks PTPN II seluas 18.996 hektare dan eks PTPN IX seluas 43.164 hektare.

Proses perpanjangan diajukan pada 1997 bertepatan dengan era reformasi. Saat itu, muncul tuntutan masyarakat maupun pihak-pihak tertentu terkait perpanjangan HGU. “Dalam rangka proses perpanjangan HGU tersebut, gubernur membentuk panitia B Plus untuk mengatasi tuntutan garapan tersebut dan PTPN II sebagai pemohon tidak diikutsertakan,” jelas Bambang.

Hasilnya dituangkan dalam SK BPN Nomor 51,52,53,57 dan 58 Tahun 2000. Kemudian disempurnakan dengan terbitnya SK Nomor 42,43 dan 44 tahun 2002 serta SK BPN Nomor 10 Tahun 2004. Selanjutnya, diberikan perpanjangan HGU seluas 56.341 hektare, sedangkan perpanjangan yang tidak diberikan seluas 5.873 hektare.

Di dalam diktum SK Kepala BPN Nomor 424344 Tahun 2002 serta SK BPN Nomo 10 Tahun 2004, terhadap bunyi ketiga dan keempat diktum SK BPN tersebut menyatakan, menyerahkan pengaturan/penguasaan/pemilikan/pemanfaatan penggunaan tanah tersebut kepada gubernur yang selanjutnya diproses sesuai ketentuan yang berlaku untuk memperoleh izin pelepasan aset Menteri BUMN.

Lahan seluas 5.873 hektar itu, berada di Kabupaten Langkat, Kabupaten Deliserdang, Kabupaten Serdangbedagai dan Kota Binjai. Ia merincikan, 5.873 hektar itu, terdiri dari seluas1.377 hektar garapan rakyat, seluas 546 hektar untuk pemohonan pensiun karyawan PTPN II.

“Selanjutnya, 558 hektar rencana untuk tata ruang wilayah kota. Kemudian, 2.641 hektar untuk penghargaan kepada masyarakat adat melayu dan Pengembangan kampus USU, seluas 300 hektar. Itulah tuntutan rakyat dan pihak-pihak yang dimaksud,” jelas Bambang.Selanjutnya, proses-proses tersebut sudah dilakukan dengan mengindentifikasi dan inventerisasi.

Hasilnya di lapangan ditemukan seluas 2.216 hektare telah mendapat persetujuan penghapusbukuan dari Menteri BUMN selaku pemegang saham pada tanggal 24 Agustus 2018.

“Sebelumnya sudah melalui proses oleh tim yang dibentuk oleh gubernur pada 2016 dan telah mendapat review dari Kajati, Kepala BPKP Sumut, Kapolda,” ucapnya.

Bambang menyebutkan, dari lahan seluas 2.216 hektare tetap diproses sebagaimana mestinya. Pertama, melakukan sosialisasi kepada masyarakat penggarapan yang telah ditetapkan dalam daftar nominatif. “Kemudian, melakukan klarifikasi dokumen dari masyarakat penggarap terkait surat-surat tanah yang dimiliki maupun KTP dan KK. Tim melakukan klarifikasi dokumen dari masyarakat penggarap untuk mengajukan minat pembayaran ganti rugi sesuai hasil penilian kantor jasa penilai publik (KJPP) ,” tutur Bambang.

Ia menambahkan, proses pengukuran tanah akan dilakukan tim dari Kanwil BPN Sumut dan hasil peniliannya KJPP disampaikan kepada Direksi PTPN II. “Dengan adanya penilain penetapan nilai dari KJPP, masyarakat membayar kewajibannya, sehingga penerbitan penghapusbukuan tanah eks HGU dan dana kompensasi oleh masyarakat penggarap sebagai bukti pengurusan sertifkat ke BPN,” pungkasnya.

Sedangkan, sisanya 3.?657 hektar. Bambang menyebutkan akan ditata kembali keseluruhannya oleh tim lagi, Tim terdiri dari Pemprov Sumut, Kanwil BPN Sumut, Kejati Sumut, BPKP Sumut, Kodam I Bukit Barisan dan Polda Sumut. “Kalau tidak clear and clane mohon tidak diterbitkan sertifikatnya. Untuk 3.657 hektar itu, akan dilakukan kembali dilakukan identifikasi dan inventarisasi,” tandasnya.

Terkait rencana pelepasan lahan eks HGU PTPN II ini, DPRD Sumut meminta agar prosesnya bisa transparan. Untuk itu, tahapannya harus dilakukan dengan serius, menyeluruh, serta dipelajari lebih mendalam.

Ketua Komisi A DPRD Sumut HM Nezar Djoeli mengatakan, untuk rencana proses pelepasan hingga pembagian lahan eks HGU PTPN II perlu dipelajari dengan seksama. Sebab, persoalan tanah ini telah berlangsung cukup lama sejak awal reformasi lalu. Karena itu, jika ada wacana soal peruntukan seluas 2.219 hektar seperti disebutkan, harus jelas. “Kalaupun ada yang mau dibagi, itu untuk siapa saja? Jadi pihak PTPN II sendiri lebih baik dipertanyakan,” sebut Nezar.

Dirinya mengaku menerima informasi bahwa untuk persoalan itu, telah ada Keppres. Sehingga jika BPN punya rencana mengurus sertifikat untuk ribuan lahan tersebut, diperkirakan karena sudah ada keputusan, khususnya pemegang saham dan Presiden.

“BPN itukan medianya, keputusan kan tetap pemegang saham dan presiden, jadi ini kerja tim. Sehingga gubernur kita jangan sampai terjebak dengan regulagi yang sudah dibuat dan dikeluarkan itu. Sebaiknya, dipelajari legi terlebih dahulu, apalagi jika ada rencana mengusulkan pembatalan seperti sebelumnya,” jelasnya.

Wacana pelapasan hingga membantu pembuatan sertifikat tanah di lahan eks HGU PTPN II oleh BPN, menurut politisi Partai Nasdem ini, karena sudah ada semacam lampu hijau dari pusat. Sebab jika tidak, lembaga tersebut kemungkinan besar tidak berani mengambil langkah dimaksud. “Yang terpenting itu adalah, siapa yang menerima atas nama siapa, harus jelas dan transparan. Pimpinan PTPN II harus mempublikasikannya. Tetapi sebenarnya pemerintah harus memperhatikan dulu, apa peruntukan yang sudah dikeluarkan gubernur sebelumnya,” pungkasnya. (gus/bal)

bagus yahputra/SUMUT POS
Bambang Priono Kepala Kanwil BPN Sumatera Utara

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Karut-marut persoalan lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II mulai menemui titik terang. Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut sudah melakukan identifikasi dan inventarisasi. Dan dalam waktu dekat, BPN Sumut optimis segera menyelesaikan permasalahan lahan seluas 5.873 hektar milik negara tersebut.

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Sumatera Utara Bambang Priono menyampaikan rasa optimisnya bahwa penyelesaian proses penghapusbukuan aset eks HGU akan tuntas 2019 mendatang. “Insya Allah dengan kerja ikhlas, menaati seluruh proses yang akan ditetapkan dan dukungan semua pihak, penyelesaiannya akan tercapai seperti yang diharapkan,” kata Bambang kepada wartawan.

Menurut Bambang, adanya titik terang dalam penyelesaian permasalah tanah eks HGU PTPN II ini, setelah dilakukan pertemuan yang dipimpin langsung Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, Rabu (18/10) lalu. Dalam rapat yang digelar di Kantor Gubernur itu dihadiri Kepala Kanwil BPN, DPRD, Dirut PTPN II, Dirut PTPN III Holding, Polda Sumut, Kejati Sumut, Kodam I/BB, perwakilan Kemenpolhukam dan BPKP. Bambang menyebutkan, dalam hasil rapat tersebut, Edy sangat mendukung penghapusbukuan aset serta penyelesaian tanah eks HGU PTPN II yang sudah berlangsung belasan tahun terbengkalai itu.

Dikatakan Bambang, areal tanah eks HGU seluas 2.216 hektare telah mendapat persetujuan penghapusbukuan, maka harus segera ditindaklanjuti sesuai ketentuan ketentuan yang berlaku. “Sedangkan, untuk lahan seluas 3.657 hektare akan ditata kembali oleh tim yang akan dibentuk kembali oleh gubernur,” kata Bambang.

Bambang menjelaskan, ada mekanisme penghapusbukuan yang harus dilakukan pemegang saham, salah satunya Menteri BUMN. Jadi, lahan eks HGU dinyatakan tidak gratis sedikit pun, apalagi HGU aktif. Semuanya harus mengikuti proses dan prosedur melalui perundangan yang ada. “Masyarakat harus berhati-hati. Jangan sampai menguasai tanah yang terdaftar dalam kekayaan negara. Akibatnya, nanti akan dikenakan tindak pidana korupsi,” cetus Bambang.

Ia kembali menjelaskan, sejarah permasalahan lahan eks HGU ini dimulai ketika tahun 1997 PTPN II dengan PTPN III dimerger. Kemudian, jadilah sekarang ini hanya PTPN II. Pada tahun 1999-2000, PTPN II mengajukan perpanjangan HGU yang akan berakhir seluas 62.161 hektare. Lahan tersebut terdiri dari, eks PTPN II seluas 18.996 hektare dan eks PTPN IX seluas 43.164 hektare.

Proses perpanjangan diajukan pada 1997 bertepatan dengan era reformasi. Saat itu, muncul tuntutan masyarakat maupun pihak-pihak tertentu terkait perpanjangan HGU. “Dalam rangka proses perpanjangan HGU tersebut, gubernur membentuk panitia B Plus untuk mengatasi tuntutan garapan tersebut dan PTPN II sebagai pemohon tidak diikutsertakan,” jelas Bambang.

Hasilnya dituangkan dalam SK BPN Nomor 51,52,53,57 dan 58 Tahun 2000. Kemudian disempurnakan dengan terbitnya SK Nomor 42,43 dan 44 tahun 2002 serta SK BPN Nomor 10 Tahun 2004. Selanjutnya, diberikan perpanjangan HGU seluas 56.341 hektare, sedangkan perpanjangan yang tidak diberikan seluas 5.873 hektare.

Di dalam diktum SK Kepala BPN Nomor 424344 Tahun 2002 serta SK BPN Nomo 10 Tahun 2004, terhadap bunyi ketiga dan keempat diktum SK BPN tersebut menyatakan, menyerahkan pengaturan/penguasaan/pemilikan/pemanfaatan penggunaan tanah tersebut kepada gubernur yang selanjutnya diproses sesuai ketentuan yang berlaku untuk memperoleh izin pelepasan aset Menteri BUMN.

Lahan seluas 5.873 hektar itu, berada di Kabupaten Langkat, Kabupaten Deliserdang, Kabupaten Serdangbedagai dan Kota Binjai. Ia merincikan, 5.873 hektar itu, terdiri dari seluas1.377 hektar garapan rakyat, seluas 546 hektar untuk pemohonan pensiun karyawan PTPN II.

“Selanjutnya, 558 hektar rencana untuk tata ruang wilayah kota. Kemudian, 2.641 hektar untuk penghargaan kepada masyarakat adat melayu dan Pengembangan kampus USU, seluas 300 hektar. Itulah tuntutan rakyat dan pihak-pihak yang dimaksud,” jelas Bambang.Selanjutnya, proses-proses tersebut sudah dilakukan dengan mengindentifikasi dan inventerisasi.

Hasilnya di lapangan ditemukan seluas 2.216 hektare telah mendapat persetujuan penghapusbukuan dari Menteri BUMN selaku pemegang saham pada tanggal 24 Agustus 2018.

“Sebelumnya sudah melalui proses oleh tim yang dibentuk oleh gubernur pada 2016 dan telah mendapat review dari Kajati, Kepala BPKP Sumut, Kapolda,” ucapnya.

Bambang menyebutkan, dari lahan seluas 2.216 hektare tetap diproses sebagaimana mestinya. Pertama, melakukan sosialisasi kepada masyarakat penggarapan yang telah ditetapkan dalam daftar nominatif. “Kemudian, melakukan klarifikasi dokumen dari masyarakat penggarap terkait surat-surat tanah yang dimiliki maupun KTP dan KK. Tim melakukan klarifikasi dokumen dari masyarakat penggarap untuk mengajukan minat pembayaran ganti rugi sesuai hasil penilian kantor jasa penilai publik (KJPP) ,” tutur Bambang.

Ia menambahkan, proses pengukuran tanah akan dilakukan tim dari Kanwil BPN Sumut dan hasil peniliannya KJPP disampaikan kepada Direksi PTPN II. “Dengan adanya penilain penetapan nilai dari KJPP, masyarakat membayar kewajibannya, sehingga penerbitan penghapusbukuan tanah eks HGU dan dana kompensasi oleh masyarakat penggarap sebagai bukti pengurusan sertifkat ke BPN,” pungkasnya.

Sedangkan, sisanya 3.?657 hektar. Bambang menyebutkan akan ditata kembali keseluruhannya oleh tim lagi, Tim terdiri dari Pemprov Sumut, Kanwil BPN Sumut, Kejati Sumut, BPKP Sumut, Kodam I Bukit Barisan dan Polda Sumut. “Kalau tidak clear and clane mohon tidak diterbitkan sertifikatnya. Untuk 3.657 hektar itu, akan dilakukan kembali dilakukan identifikasi dan inventarisasi,” tandasnya.

Terkait rencana pelepasan lahan eks HGU PTPN II ini, DPRD Sumut meminta agar prosesnya bisa transparan. Untuk itu, tahapannya harus dilakukan dengan serius, menyeluruh, serta dipelajari lebih mendalam.

Ketua Komisi A DPRD Sumut HM Nezar Djoeli mengatakan, untuk rencana proses pelepasan hingga pembagian lahan eks HGU PTPN II perlu dipelajari dengan seksama. Sebab, persoalan tanah ini telah berlangsung cukup lama sejak awal reformasi lalu. Karena itu, jika ada wacana soal peruntukan seluas 2.219 hektar seperti disebutkan, harus jelas. “Kalaupun ada yang mau dibagi, itu untuk siapa saja? Jadi pihak PTPN II sendiri lebih baik dipertanyakan,” sebut Nezar.

Dirinya mengaku menerima informasi bahwa untuk persoalan itu, telah ada Keppres. Sehingga jika BPN punya rencana mengurus sertifikat untuk ribuan lahan tersebut, diperkirakan karena sudah ada keputusan, khususnya pemegang saham dan Presiden.

“BPN itukan medianya, keputusan kan tetap pemegang saham dan presiden, jadi ini kerja tim. Sehingga gubernur kita jangan sampai terjebak dengan regulagi yang sudah dibuat dan dikeluarkan itu. Sebaiknya, dipelajari legi terlebih dahulu, apalagi jika ada rencana mengusulkan pembatalan seperti sebelumnya,” jelasnya.

Wacana pelapasan hingga membantu pembuatan sertifikat tanah di lahan eks HGU PTPN II oleh BPN, menurut politisi Partai Nasdem ini, karena sudah ada semacam lampu hijau dari pusat. Sebab jika tidak, lembaga tersebut kemungkinan besar tidak berani mengambil langkah dimaksud. “Yang terpenting itu adalah, siapa yang menerima atas nama siapa, harus jelas dan transparan. Pimpinan PTPN II harus mempublikasikannya. Tetapi sebenarnya pemerintah harus memperhatikan dulu, apa peruntukan yang sudah dikeluarkan gubernur sebelumnya,” pungkasnya. (gus/bal)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/