MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang dugaan suap anggota BNN dengan terdakwa Hino Mangiring Pasaribu, tampak alot. Pasalnya baik saksi penyuap Joko Susilo dan pihak kepolisian Polres Pematangsiantar yang menangkap Hino Mangiring Pasaribu saling sanggah memberikan keterangan di depan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Rumitnya persidangan bermula saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) Herianto Siagian menghadirkan Joko Susilo dan Olan selaku penyidik yang menulis Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Joko Susilo.
Olan, penyidik Polres Pematangsiantar mengatakan, bahwa Joko Susilo memberikan keterangannya sendiri saat ia tanya. Olan menambahkan, Joko Susilo telah dua kali membaca BAP yang saya ketik dan saya print saat diperiksa pukul 02.00 WIB malam hingga pukul 05.00 WIB pagi.
“Dia (Joko) mengaku memberikan uang sebesar Rp5 juta untuk menghapus namanya dari buronan BNN. Ia katakan waktu itu memberikannya dengan cara bersalaman. Saat diperiksa dia sehat dan tidak mengantuk,” sebut Olan.
“Tidak benar ibu hakim. Saya tidak ada kasih uang Rp5 juta. Saya tidak ada mengambil uang ke ATM Bank Mandiri seperti yang disebutkan,” sanggah Joko.
Kepada majelis hakim yang dipimpin Sri Wahyuni, Joko menguraikan bahwa dirinya maupun istrinya tidak memiliki ATM Bank Mandiri. Joko juga menuding kejadian tersebut telah dikonsep personel polres Pematang Siantar lainnya.
Majelis Hakim pun meminta dua personel kepolisian yang menangkap dugaan transaksi suap antara Joko Susilo dengan Anggota BNN Hino Mangiring Pasaribu agar duduk menjadi saksi. Dua polisi tersebut yakni Yarmin Saragih dan Irfan.
Kepada Yarmin dan Irfan, Majelis hakim meminta menguraikan awal mula penangkapan Joko dan Hino di Jalan Sudirman, Pematangsiantar.
“Kami mendengar informasi adanya pemerasan yang dilakukan BNN. Sehingga kami mengunjungi rumah Joko Susilo sebelum menangkap transaksi keduanya dengan Hino,” sebut Yarmin.
“Kami kemudian meninggalkan rumah Hino untuk bersiap melakukan penangkapan,” sebutnya lagi.
Mendengar kesaksian Yarmin Saragih tersebut, Majelis Hakim merasa bingung lantaran kedua polisi telah mengunjungi rumah Joko. Padahal baik Joko maupun Hino akan ditangkap juga.
“Kok begitu. Kalian menangkap orang tapi sebelumnya ke rumah orang tersebut, kan sudah di luar logika,” sebut Hakim Anggota I Sayuti.
Sementara, Joko mempertegas keterangannya di depan Majelis Hakim. Joko menerangkan bahwa penangkapan Hino Mangiring Pasaribu telah dikonsep personel kepolisian Polres Pematangsiantar. Ia mengatakan polisi saat itu ingin menjadikannya sebagai saksi penangkapan Hino.
“Saat saya berjumpa dengan Hino, mereka mengikuti saya. Saya dan personel Kepolisian datang beriringan. Rencananya saya hanya akan dijadikan saksi tapi saya juga ditangkap,” sebut Joko Susilo.
Persidangan yang digelar Senin (22/10) sekira pukul 14.00 WIB tersebut, diselingi dengan menonton video penangkapan yang dimiliki personel Kepolisian. Seluruh saksi, JPU, terdakwa maupun penasihat hukum melihat video tersebut.
Atas kesaksian yang tampak membingungkan tersebut, Majelis Hakim menutup sidang untuk mendengarkan saksi-saksi lainnya.
Diketahui dalam dakwaan, Hino Mangiring Pasaribu ditangkap oleh personel kepolisian dari Polres Pematangsiantar terkait suap penghapusan Daftar Pencarian Orang (DPO). Hino saat itu ditangkap tangan personel kepolisian lantaran menerima suap sebesar Rp5 juta dari Joko Susilo.
Suap yang diberikan Joko Susilo pada 25 Agustus 2018 di Jalan WR Supratman, Pematangsiantar adalah untuk menghapus namanya dari daftar buronan BNN. Selain itu, Joko, dalam dakwaan tersebut juga menginginkan agar sepeda motor milik temannya yang ditahan BNN segera dikembalikan padanya.
Namun dalam kesaksiannya, Senin (15/10) lalu, Joko Susilo justru membantah Dakwaan maupun BAP yang ia akui sebelumnya saat di kantor polisi.(trm/bbs/ala)