SETELAH 24 hari menutup kampusnya, puluhan mahasiswa yang berjaga dan menginap di kampus Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) masih berkeras menuntut Dekanat turun dan mempercepat proses penyatuan UISU, meskipun EPSBED sudah dikirim dan diproses di kampus Jalan Karya Bakti untuk validasi.
Selain itu, mereka juga membantah jika aksi tersebut merupakan keinginan segelintir orang. Mereka berusaha membuktikannya dengan mengumpulkann tanda tangan dari seluruh mahasiswa dan alumni yang sedang koass sebagai bentuk dukungan terhadap percepatan penyatuan UISU.
“Kami mengumpulkan tanda tangan dari mahasiswa dan alumni (FK) yang sedang koass sebagai bukti kalau aksi ini bukan hanya keinginan beberapa orang saja, tetapi hampir seluruh mahasiswa dan alumni. Saat ini sudah ada 700 orang yang membubuhkan tanda tangan,” kata salah seorang mahasiswa FK bernama Andri dikampusnya Jalan Sisingamangaraja depan PDAM Tirtanadi, Minggu (22/12).
Andri juga mengaku pihaknya mendapat ancaman dari mahasiswa yang tidak setuju dengan aksi tersebut. Ancaman tersebut berupa pembubaran paksa dan tindakan kekerasan jika tidak segera membuka kampus.
“Saya dan teman-teman dapat sms dari mahasiswa yang kontra. Mereka meminta agar kami segera membuka kampus, kalau tidak akan dibubarkan paksa oleh petugas keamanan,” ujarnya.
Dengan mendapat dukungan dari ratusan rekan-rekan mereka, Andri menegaskan tidak akan membuka kampus sebelum tuntutan dipenuhi. Dia juga menyampaikan tiga dari lima tuntutan mereka yang harus segera dipenuhi yakni pendaftaran EPSBED, penyatuan kampus dan akademik serta menurunkan Dekanat FK UISU.
“Sebelum tiga tuntutan utama kami terpenuhi, kampus ini akan tetap ditutup. Dari awal kami hanya minta kejelasan status legalitas kampus kepada Dekan (Dr. Rahmat Nasution), tetapi kami merasa dibohongi karena izin yang ditunjukkan kepada kami (izin Tahun 2010) itu, untuk UISU Karya Bakti. Kami juga sudah laporkan pembohongan publik itu ke Polda Sumut,” terangnya.
Seiring dengan ditanda tanganinya nota kesepahaman (MoU) 11 September lalu, mahasiswa juga meminta penyatuan UISU segera diresalisasikan dan menolak intervensi Yayasan yang terkesan tidak menginginkan adanya penyatuan UISU.
Secara terpisah pimpinan UISU kampus Al-Munawwarah diwakili Humasnya Ahmad Riza Siregar menampik bahwa Yayasan ikut campur (intervensi) dalam hal pelaksanaan MoU penyatuan UISU.
“Kita tidak pernah menghambat penyatuan. Bahkan sebagai bukti, kita telah serahkan berkas/data EPSBED ke kampus Karya Bakti yang ditanda tangani Wakil Rektor Prof. Efendi Barus. Sekarang sedang diproses untuk validasi oleh Rektor di Karya Bakti,” terangnya.
Pihaknya juga mengaku tidak pernah berencana melakukan tindakan paksa untuk membuka kampus FK. Saat ini upaya-upaya perusuasif terus dilakukan agar mahasiswa dapat memahami upaya pimpinan di UISU dalam menyelesaikan konflik yang sudah berlangsung 7 tahun tersebut.
“Untuk tim perumus draft konvensi dari kampus Sisingamangaraja, saya juga tidak meminta untuk jadi ketua. Namun berdasarkan keputusan rapat, para pimpinan fakultas meminta saya untuk jadi ketua. Sebagai dosen yayasan, saya tidak bisa menolak.
Kami juga meminta kepada mahasiswa untuk membuka kampus. Biarlah konflik ini kami selesaikan secara bertahap, sementara itu kuliah tetap berjalan sehingga tidak merugikan mahasiswa itu sendiri,” ujarnya.
Riza juga mengatakan Pimpinan UISU sulit menindak mahasiswa karena merupakan bagian dari UISU. Selain itu, dia memahami kegalauan mahasiswa karena sejak adanya MoU September lalu, data EPSBED tidak juga diproses.
“Kami menyayangkan kenapa MoU tidak dijadikan patokan untuk melaksanakan penyatuan akademik UISU, salah satunya mendaftarkan mahasiswa ke Dikti melalui kampus Karya Bakti. Namun dengan alasan yang tidak substansif, data tersebut baru sekarang mulai diproses. Jadi kami tidak tahu siapa yang sebenarnya melanggar MoU,” pungkasnya. (mag-2)