26 C
Medan
Friday, July 5, 2024

Minta Usulan Roko Elektrik Dikaji Ulang, APVI Buktikan Hasil Rontgen

KETERANGAN: Humas APVI, Rhomedal Aquino (kanan) didampingi Kabid Organisasi Garindra Kartasasmita dan Sekretaris AVI Akbar Yasin, saat memberikan keterangan pers terkait polemik vape, Sabtu (21/12) malam.
KETERANGAN: Humas APVI, Rhomedal Aquino (kanan) didampingi Kabid Organisasi Garindra Kartasasmita dan Sekretaris AVI Akbar Yasin, saat memberikan keterangan pers terkait polemik vape, Sabtu (21/12) malam.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rokok elektrik atau vape dinilai tidak berbahaya bagi kesehatan. Hal itu dibuktikan dari hasil rontgen para pengguna vape atau vapers yang tergabung dalam Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) dan Asosiasi Vapers Indonesia (AVI). Karenanya, usulan regulasi yang diajukan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI melarang vape dikonsumsi perlu dikaji ulang.

“Kita sudah lakukan rontgen terhadap pengguna vape baru-baru ini dan hasilnya bagus, hampir sama dengan orang yang tidak merokok. Mereka yang dilakukan rontgen merupakan vapers sejak 2013, 2014, dan seterusnya. Kami bisa buktikan hasil rontgen itu,” tegas Kepala Humas APVI Rhomedal Aquino

dalam keterangan pers pada acara North Sumatera-Aceh Vape Awarreness 2019 di Warung Kudeta Jalan Cik Ditiro, Medan, Sabtu malam (21/12).

Bahkan, Rhomedal, tidak berbahayanya vave dikuatkan dari hasil penelitian di Inggris belum lama ini, bahwa uap hasil dari vape atau asapnya tidak berbahaya bagi vapers pasif. Namun, kadar atau kandungan nikotin pada liquid tidak lebih dari 12 miligram (mg). Bahkan, kalaupun kandungan nikotinnya di atas 12 mg, itu pun partikelnya sangat amat kecil. Terlebih, ada rumah sakit di Inggris menyediakan ruangan untuk menggunakan vape, termasuk bagi pasien.

“Rumah yang tidak sama sekali terpapar asap rokok dibanding dengan yang terpapar uap hasil vape, tidak jauh berbeda. Artinya, hampir tidak ada residu nikotinnya,” ujar Romedhal didampingi Kabid Organisasi APVI Garindra Kartasasmita dan Sekretaris AVI Akbar Yasin.

Diutarakan dia, ada larangan yang disampaikan Badan POM terhadap vape yang menyatakan berbahaya. Namun, larangan tersebut baru sebatas usulan. “Rokok dan minuman beralkohol juga sempat dilarang untuk dikonsumsi. Tapi faktanya tetap juga dikonsumsi sampai saat ini,” ucap Romedhal.

Menurutnya, keputusan usulan terhadap larangan vape dikonsumsi masih menunggu dari kementerian terkait lainnya. Sebab, di satu sisi ada lembaga pemerintah memberi dukungan terhadap keberadaan rokok elektrik ini. “Kita memberi apresiasi kepada Bea Cukai, karena industri vape berjalan legal hampir satu tahun setengah di Indonesia. Keberadaan vape di tanah air bukan tidak memberi sumbangsih, melainkan telah berkontribusi. Terhitung sejak Januari hingga 30 November 2019, kontribusi cukai vape mencapai sekitar Rp 700 miliar. Hal ini artinya, keberadaan vape legal dan dikenakan pajak,” terang Romedhal.

Dia menuturkan, karena vape ini merupakan suatu industri yang baru lahir sehingga persepsinya berbeda. “Vape sebetulnya tidak berbahaya, namun kalau disalahgunakan tentu berbahaya seperti yang terjadi di Amerika. Sebab, liquid yang digunakan bukan seperti pada umumnya melainkan dicampur dengan ganja. Persoalan yang sempat heboh di media sosial inipun sudah diklarifikasi di Amerika dan clear,” kata Romedhal.

Kabid Organisasi APVI, Garindra Kartasasmita menambahkan, pihaknya sudah mengimbau kepada pelaku usaha vape untuk menjaga kode etiknya dalam berbisnis. Artinya, jangan menjual vape kepada anak di bawah umur atau under mate. “Apabila ada yang bandel dan ketahuan, maka kita tegur, ditindak dan diberi sanksi sesuai aturan main. Misalnya, dicoret dari asosiasi, sehingga menjadi contoh agar tidak boleh menjual kepada under mate,” ujar Garindra.

Garindra mengatakan, kepengurusan organisasi yang menaungi pengusaha vape sudah ada di 7 provinsi. Bahkan, pada Februari 2020 sudah bertambah 3 provinsi lagi, sehingga menjadi 10 provinsi di Indonesia. “Vape Awarreness adalah sebuah gerakan untuk meredam isu atau kampanye negatif terhadap vape. Makanya, kita ingin membuktikan vape ini aman bagi kesehatan. Tak hanya di Sumut, kegiatan tersebut sebelumnya telah digelar di Bekasi, Jawa Timur, Serang, Tangerang, dan Riau,” pungkasnya.

Sementara, Sekretaris AVI Akbar Yasin mengatakan, apabila vape dilarang di Indonesia maka yang rugi bukan saja vapers tetapi juga para perokok karena kehilangan alternatif (untuk terapi rokok). Untuk itu, pihaknya berharap pemerintah mengkaji lagi usulan terhadap larangan vape dikonsumsi. “Vape memberikan dampak positif lantaran lebih sehat, sehingga kenapa harus dilarang. Makanya, kita minta agar asosiasi terkait vape dilibatkan dalam merumuskan kebijakan terhadap bisnis vape,” kata Akbar.

Ia menyebutkan, jumlah vapers di Indonesia hingga kini mencapai 1,5 juta orang atau hampir 2 juta orang. Mayoritas dari vapers tersebut adalah mantan perokok aktif, dengan usia antara 20 tahun hingga 30 tahun atau generasi milenial. “Setelah beralih ke vape, kini para vapers tidak lagi mengkonsumsi rokok,” ujarnya.

Akbar mengaku, dalam kode etik vapers ketika menggunakan vape bisa terkontrol dengan baik. Artinya, tidak sembarangan tempat. “Di toko-toko yang menjual vape ada semacam edukasi disampaikan untuk tidak menggunakan vape secara sembarangan. Kalau di tempat yang dilarang merokok, maka tentunya juga tidak menggunakan vape. Hal ini tak lain agar para vapers tidak dipandang negatif oleh masyarakat,” pungkasnya.

Diketahui, Kepala BPOM RI, Penny Lukito berencana melegalkan pelarangan rokok elektrik. Pelarangan ini mengacu pada PP No 109 Tahun 2019 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Alasannya, fakta ilmiah BPOM menemukan bahwa rokok eletrik mengandung senyawa kimia berbahaya bagi kesehatan.

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI Anung Sugihantono menyebut, undang-udang yang mengatur tentang konsumsi rokok elektrik secara keseluruhan juga telah dibicarakan dengan Kemenko PMK. Dalam berbagai kesempatan, kesimpulan dari diskusi dan rapat tersebut memang mengarah pada pelarangan vape.

“Posisi kita adalah memang melarang, kalau Badan POM selaku yang punya pelarangan sebuah produk, tentu adalah hal yang baik,” kata Anung kepada wartawan di Kantor Kementerian Kesehatan RI, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.

Sejak awal kemunculannya, Kementerian Kesehatan sudah mengimbau pada masyarakat untuk tidak menggunakan meski banyak klaim rokok elektrik menyebut efeknya lebih sedikit atau sebagai pengganti rokok konvensional. “Dari awal memang kita statement-nya melarang. Pelarangan ya, bukan pembatasan. Kita ngomong pelarangan konsumsi vape dan rokok elektrik,” pungkas Anung. (ris/ila)

KETERANGAN: Humas APVI, Rhomedal Aquino (kanan) didampingi Kabid Organisasi Garindra Kartasasmita dan Sekretaris AVI Akbar Yasin, saat memberikan keterangan pers terkait polemik vape, Sabtu (21/12) malam.
KETERANGAN: Humas APVI, Rhomedal Aquino (kanan) didampingi Kabid Organisasi Garindra Kartasasmita dan Sekretaris AVI Akbar Yasin, saat memberikan keterangan pers terkait polemik vape, Sabtu (21/12) malam.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rokok elektrik atau vape dinilai tidak berbahaya bagi kesehatan. Hal itu dibuktikan dari hasil rontgen para pengguna vape atau vapers yang tergabung dalam Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) dan Asosiasi Vapers Indonesia (AVI). Karenanya, usulan regulasi yang diajukan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI melarang vape dikonsumsi perlu dikaji ulang.

“Kita sudah lakukan rontgen terhadap pengguna vape baru-baru ini dan hasilnya bagus, hampir sama dengan orang yang tidak merokok. Mereka yang dilakukan rontgen merupakan vapers sejak 2013, 2014, dan seterusnya. Kami bisa buktikan hasil rontgen itu,” tegas Kepala Humas APVI Rhomedal Aquino

dalam keterangan pers pada acara North Sumatera-Aceh Vape Awarreness 2019 di Warung Kudeta Jalan Cik Ditiro, Medan, Sabtu malam (21/12).

Bahkan, Rhomedal, tidak berbahayanya vave dikuatkan dari hasil penelitian di Inggris belum lama ini, bahwa uap hasil dari vape atau asapnya tidak berbahaya bagi vapers pasif. Namun, kadar atau kandungan nikotin pada liquid tidak lebih dari 12 miligram (mg). Bahkan, kalaupun kandungan nikotinnya di atas 12 mg, itu pun partikelnya sangat amat kecil. Terlebih, ada rumah sakit di Inggris menyediakan ruangan untuk menggunakan vape, termasuk bagi pasien.

“Rumah yang tidak sama sekali terpapar asap rokok dibanding dengan yang terpapar uap hasil vape, tidak jauh berbeda. Artinya, hampir tidak ada residu nikotinnya,” ujar Romedhal didampingi Kabid Organisasi APVI Garindra Kartasasmita dan Sekretaris AVI Akbar Yasin.

Diutarakan dia, ada larangan yang disampaikan Badan POM terhadap vape yang menyatakan berbahaya. Namun, larangan tersebut baru sebatas usulan. “Rokok dan minuman beralkohol juga sempat dilarang untuk dikonsumsi. Tapi faktanya tetap juga dikonsumsi sampai saat ini,” ucap Romedhal.

Menurutnya, keputusan usulan terhadap larangan vape dikonsumsi masih menunggu dari kementerian terkait lainnya. Sebab, di satu sisi ada lembaga pemerintah memberi dukungan terhadap keberadaan rokok elektrik ini. “Kita memberi apresiasi kepada Bea Cukai, karena industri vape berjalan legal hampir satu tahun setengah di Indonesia. Keberadaan vape di tanah air bukan tidak memberi sumbangsih, melainkan telah berkontribusi. Terhitung sejak Januari hingga 30 November 2019, kontribusi cukai vape mencapai sekitar Rp 700 miliar. Hal ini artinya, keberadaan vape legal dan dikenakan pajak,” terang Romedhal.

Dia menuturkan, karena vape ini merupakan suatu industri yang baru lahir sehingga persepsinya berbeda. “Vape sebetulnya tidak berbahaya, namun kalau disalahgunakan tentu berbahaya seperti yang terjadi di Amerika. Sebab, liquid yang digunakan bukan seperti pada umumnya melainkan dicampur dengan ganja. Persoalan yang sempat heboh di media sosial inipun sudah diklarifikasi di Amerika dan clear,” kata Romedhal.

Kabid Organisasi APVI, Garindra Kartasasmita menambahkan, pihaknya sudah mengimbau kepada pelaku usaha vape untuk menjaga kode etiknya dalam berbisnis. Artinya, jangan menjual vape kepada anak di bawah umur atau under mate. “Apabila ada yang bandel dan ketahuan, maka kita tegur, ditindak dan diberi sanksi sesuai aturan main. Misalnya, dicoret dari asosiasi, sehingga menjadi contoh agar tidak boleh menjual kepada under mate,” ujar Garindra.

Garindra mengatakan, kepengurusan organisasi yang menaungi pengusaha vape sudah ada di 7 provinsi. Bahkan, pada Februari 2020 sudah bertambah 3 provinsi lagi, sehingga menjadi 10 provinsi di Indonesia. “Vape Awarreness adalah sebuah gerakan untuk meredam isu atau kampanye negatif terhadap vape. Makanya, kita ingin membuktikan vape ini aman bagi kesehatan. Tak hanya di Sumut, kegiatan tersebut sebelumnya telah digelar di Bekasi, Jawa Timur, Serang, Tangerang, dan Riau,” pungkasnya.

Sementara, Sekretaris AVI Akbar Yasin mengatakan, apabila vape dilarang di Indonesia maka yang rugi bukan saja vapers tetapi juga para perokok karena kehilangan alternatif (untuk terapi rokok). Untuk itu, pihaknya berharap pemerintah mengkaji lagi usulan terhadap larangan vape dikonsumsi. “Vape memberikan dampak positif lantaran lebih sehat, sehingga kenapa harus dilarang. Makanya, kita minta agar asosiasi terkait vape dilibatkan dalam merumuskan kebijakan terhadap bisnis vape,” kata Akbar.

Ia menyebutkan, jumlah vapers di Indonesia hingga kini mencapai 1,5 juta orang atau hampir 2 juta orang. Mayoritas dari vapers tersebut adalah mantan perokok aktif, dengan usia antara 20 tahun hingga 30 tahun atau generasi milenial. “Setelah beralih ke vape, kini para vapers tidak lagi mengkonsumsi rokok,” ujarnya.

Akbar mengaku, dalam kode etik vapers ketika menggunakan vape bisa terkontrol dengan baik. Artinya, tidak sembarangan tempat. “Di toko-toko yang menjual vape ada semacam edukasi disampaikan untuk tidak menggunakan vape secara sembarangan. Kalau di tempat yang dilarang merokok, maka tentunya juga tidak menggunakan vape. Hal ini tak lain agar para vapers tidak dipandang negatif oleh masyarakat,” pungkasnya.

Diketahui, Kepala BPOM RI, Penny Lukito berencana melegalkan pelarangan rokok elektrik. Pelarangan ini mengacu pada PP No 109 Tahun 2019 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Alasannya, fakta ilmiah BPOM menemukan bahwa rokok eletrik mengandung senyawa kimia berbahaya bagi kesehatan.

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI Anung Sugihantono menyebut, undang-udang yang mengatur tentang konsumsi rokok elektrik secara keseluruhan juga telah dibicarakan dengan Kemenko PMK. Dalam berbagai kesempatan, kesimpulan dari diskusi dan rapat tersebut memang mengarah pada pelarangan vape.

“Posisi kita adalah memang melarang, kalau Badan POM selaku yang punya pelarangan sebuah produk, tentu adalah hal yang baik,” kata Anung kepada wartawan di Kantor Kementerian Kesehatan RI, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.

Sejak awal kemunculannya, Kementerian Kesehatan sudah mengimbau pada masyarakat untuk tidak menggunakan meski banyak klaim rokok elektrik menyebut efeknya lebih sedikit atau sebagai pengganti rokok konvensional. “Dari awal memang kita statement-nya melarang. Pelarangan ya, bukan pembatasan. Kita ngomong pelarangan konsumsi vape dan rokok elektrik,” pungkas Anung. (ris/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/