25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Prediksi Kiprah PKS, PAN, dan PPP di Pilgubsu 2013

Tetap Gatot, Tatap Gus

MEDAN-Jelang Pilgubsu 2013 partai-partai yang berasaskan Islam juga mulai memetakan sosok yang akan diusung. Gatot Pujo Nugroho diprediksi tetap diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan koleganya. Sementara Partai Persatuan Pembangunan (PPP),  mulai menatap Dirut Bank Sumut Gus Irawan Pasaribu.

Pertarungan dua nama ini sudah cukup terlihat. Perang popularitas Gatot dan Gus di Sumut pun kian terbuka. Memang masih 408 hari lagi, terhitung sejak hari ini (24/1), hari H pelaksanaan pencoblosan Pilgubsu 2013 akan dilaksa nakan, tepatnya pada 7 Maret 2013 mendatang. Namun, perhatikan program popularitas yang dimunculkan oleh kedua tokoh tersebut.

Gatot membatalkan pembelian helikopter senilai Rp50 miliar dialihkan untuk anggaran bantuan desa, kemudian meningkatkan dana bantuan operasional siswa (BOS) di Sumut mencapai Rp1,5 triliun serta pembangunan infrastruktur lainnya di sejumlah ruas jalan di Sumut. Dan tentu saja, mewujudkan pembangunan gedung serba guna yang sempat terkendala di empat kepemimpinan Gubsu. Sedangkan Gus, pada posisinya masih membuka diri dan bertarung dalam program kemasyarakatannya yakni lewat kredit mikro kecil melalui pendekatan kaum ibu. Komitmennya membawa kaum ibu menjadi penopang perekonomian keluarga sudah mulai terwujud dengan bukti sudah ada 60 ribu lebih kaum wanita bergabung dengan kredit mikro kecil di bawah Bank Sumut.

Tapi, ada yang berbeda antara Gatot dengan Gus. Bila Gatot sudah jelas merupakan kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sedangkan Gus malah lebih dikenal dekat dengan Partai Golkar, bukan PPP.  Demikian analisis yang disampaikan pengamat politik Sumut, Ahmad Taufan Damanik, Senin (23/1). Menurut dia, kedua tokoh tersebut sangat ketat, hanya saja Gatot bisa menggeber kebijakan populisnya yang bisa meninggalkan jauh kekuatan kandidat lainnya.

“Gatot itu bisa disebut incumbent, apalagi sesaat lagi Gubsu yang lama akan divonis sehingga Gatot bisa menjadi Gubsu penuh,” ujarnya.
Dia menyebutkan, PKS, PPP, dan Partai Amanat Nasional (PAN) tentunya sudah memiliki garisan tertentu dari sejumlah partai. PKS yang dikenal sebagai partai kader tentunya akan mengusung kadernya, sedangkan PPP masih menunggu keputusan musyawarah wilayah (muswil) dan musyawarah kerja wilayah (mukerwil), berbeda dengan PAN yang sudah terang-terangan menyebutkan nama Syah Afandin alias Ondim menjadi kandidat Gubsu.
“Tapi ketiga partai tersebut tidak bisa maju sendiri, melainkan harus koalisi sehingga pencalonan ditentukan oleh elit partai koalisi,” sebutnya.
Ketika melihat sosok Ondim maju menjadi Gubsu, hal itu perlu dikroscek kembali oleh PAN. Selama ini, sosok yang dimunculkan belum begitu popular dan tak berbuat banyak di Sumut sehingga tak banyak yang mengenalnya. “Bisa jadi, PAN akan masuk ke koalisi PKS dengan jaringan Gatot di Pusat,” sebutnya.

Terpisah, Ketua DPW PPP Sumut, Fadly Nurzal Sag menyatakan, pencalonan Gubsu dari PPP diputuskan dua bulan sebelum pelaksanaan Pilgubsu. Begitupun, untuk keputusannya tetap melalui tahapan lobi-lobi politik karena masih ada obsesi yang belum terwujud hingga kini.
“Seperti mengutip istilah Mas Sigit PKS, koalisi partai Islam mesti ada pertemuan elit partai Islam terlebih dahulu untuk mewujudkan koalisi tersebut,” katanya.
Ketika disinggung dirinya maju sebagai kandidat Gubsu, Fadly menegaskan, untuk pencalonan Gubsu di PPP,  mekanismenya adalah mulai dari partai dan tetap diukur elektebilitasnya. “Saya kembalikan ke mekanismes partai saja,” ucapnya.

AY Belum Dikenal

Sementara itu, ketika disinggung mengenai nama Letjen AY Nasution yang bakal maju menjadi Cagubsu, Ahmad Taufan Damanik menegaskan, selama ini orang yang maju sebagai gebernur hanya terpaku pada bintang dua saja, sedangkan bintang tiga tidak ada. Kemudian, bila dilihat dari perolehan suara Pilgubsu periode lalu, Tri Tamtomo tidak bisa unggul. “Bayangkan saja, Tri Tamtomo sudah tiga tahun di Sumut, sedangkan AY Nasution hanya datang berkunjung sehingga kecil kemungkinannya bisa menang. Walaupun disebut-sebut akan diusung Partai Demokrat,” paparnya.

Lebih lanjut, Taufan menyebutkan ada kemungkinannya Partai Demokrat akan memilih koalisi dengan PKS di Sumut. Hal itu terbukti dari istilah, Partai Demokrat lebih memilih incumbent untuk membesarkan nama partai. “Jika koalisi tersebut terwujud, tentunya Gatot akan diposisi atas tinggal memutuskan calon wakil,” tegasnya.

Langkah AY memang sempat diprediksi bakal mulus. Disebut-sebut, ‘anak Medan’ kelahiran 26 Maret 1954 itu punya kedekatan personal dengan Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal TNI Pramono Edhie, yang tak lain adik kandung Ibu Negara Hj Ani Susilo Bambang Yudhoyono.

Adanya faktor kedekatan itulah, Pramono memberikan kepercayaan kepada AY untuk menduduki jabatan di pos yang cukup mentereng di jajaran TNI AD, yakni Pangkostrad. Sumber koran ini menyebut, jabatan sebagai Pangkostrad itu sekaligus akan menjadi kado bagi AY Nasution, sebelum memungkasi karir militernya.

Pengamat politik lokal, Jeiry Sumapouw di Jakarta, menilai, kedekatan dengan Pramono itu menjadi modal penting bagi AY Nasution untuk bisa mendapatkan tiket Demokrat, maju sebagai cagub Sumut.

“Kemungkinan itu sangat terbuka, apalagi Demokrat juga dikenal sebagai partai yang dekat dengan jajaran militer. Demokrat sudah biasa menggunakan kader militer,” ujar Jeiry Sumapouw, kemarin.

Kans AY Nasution sendiri, lanjut Jeiry, sangat kuat. Menurutnya, kondisi kekinian di Sumut sangat menguntungkan AY Nasution. Masyarakat Sumut, katanya, saat ini mendambakan pemimpin yang berkarakter dan berwibawa. Ini lantaran Gatot, dianggap sebagai sosok yang lemah. “Figur yang sekarang (Gatot, Red) sangat lemah, dukungan masyarakat lemah, dukungan politiknya juga lemah. Jadi, apa pun yang dilakukan akan kelihatan keliru. Gatot sendiri menjadi kurang pede,” ujar Jeiry.

Modal apa sih yang paling dibutuhkan untuk mendapat simpati dan dukungan masyarakat Sumut? Pria yang paham dengan konstelasi perpolitikan lokal karena intens mengamati pemilukada itu menjelaskan, khusus untuk Sumut, yang dibutuhkan kandidat adalah modal berupa basik kultural. Modal jenis ini, lanjutnya, hanya dimiliki orang figur-figur putra asli daerah.

“Dalam konteks Sumut, basis kultural yang kuat sangatlah penting untuk menjaga dukungan. Ambil contoh Gatot, meski punya ormas pendukung, tapi karena tidak punya basik kultural, dia tetap lemah,” urainya. Putra asli daerah, lanjutnya, bukan berarti dia selama ini harus berkarir di Sumut.

Sigit, Kenapa tidak?

Soal PKS, di legislatif partai ini mampu membentuk satu fraksi, dengan jumlah perwakilan sebanyak 11 kursi di DPRD Sumut. Jumlah tersebut merupakan terbanyak ke empat setelah Partai Demokrat Sumut sebanyak 27 kursi, Golkar 13 kursi dan PDI P 12 kursi. Sinyalemen Gatot akan kembali diusung, untuk perebutan tahta Sumut 1 oleh PKS cukup kuat. Dan itu sudah menjadi pembicaraan berbagai elemen masyarakat.

Pertanyaannya sekarang, apakah mantan Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKS Sumut ini, menjadi satu-satunya calon dari PKS yang “layak”, atau memang ada sosok lainnya yang tak kalah dengan Gatot, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas?

“Ya, sejauh ini Gatot masih memiliki peluang untuk kembali dicalonkan PKS. Berdasarkan jalannya pemerintahan yang dipimpinnya, juga cukup baik. Satu hal yang menjadi kelemahan Gatot, ya benar mengenai komunikasi yang tidak terbangun secara baik terhadap dewan. Itu disebabkan juga, kalau Gatot ini pada awalnya bukanlah seorang birokrat atau politisi. Awalnya adalah akademisi dan kemudian terjun ke partai,” urai pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Tasyrif Syam.

Tasyrif Syam menjabarkan, sosok yang setidaknya bisa dikatakan tidak kalah jika dibandingkan dengan Gatot adalah dedengkot PKS Sumut yang juga menjabat Wakil Ketua DPRD Sumut, Sigit Pramono Asri. “Kalau sosok yang relatif sepadan dengan Gatot adalah Sigit Pramono. Bedanya soal senioritas,” ungkapnya.

Tapi Sigit Pramono adalah orang yang gagal, bahkan untuk kedua kalinya dalam perebutan kursi Medan 1. Apakah itu bisa ditolerir oleh PKS, kemudian Sigit yang pada akhirnya dipilih untuk maju? “Itu pilkada kabupaten/kota, ini lain. Ini pemilihan gubernur. Bisa saja yang kalah di kabupaten/kota, menang ketika bertarung di pemilihan provinsi,” tegasnya.

Tapi, sambungnya, jika dirujuk kembali dari nilai jual, Gatot lebih di atas Gatot. Artinya, Gatot akan lebih memiliki peluang, bila maju pada Pilgubsu 2013 mendatang. Berlanjut ke koalisi yang akan dijalin PKS pada Pilgubsu 2013 mendatang, Tasyrif Syam menilai, sejauh ini tidak ada sebuah kepastian arah koalisi yang akan terjalin, bukan hanya PKS tapi juga partai lain. “PKS berasaskan Islam, tapi belum tentu juga nantinya berkoalisi dengan partai-partai yang memiliki idealisme yang sama. Bisa saja, PKS berkoalisi dengan Demokrat atau Golkar, atau partai lain. Ini terus berubah, dan belum bisa dipastikan,” cetusnya.

Katakanlah Gatot benar diusung PKS, kemudian benar pula bila Gatot berkoalisi dengan Golkar, muncul apakah nantinya akan bersanding antara Gatot dengan Gus Irawan yang digadang-gadang akan maju jadi calon BK 1 dari Golkar dan siapa yang akan menjadi BK 2 nya? “Saya pikir, Gatot tidak mungkin kembali maju untuk orang nomor 2. Apalagi dengan situasi dan kondisi saat ini, sejak menggantikan Syamsul Arifin, Gatot lah yang jadi orang nomor satu. Itu nantinya, tergantung pembicaraan kedua partai pengusung. Sosok Gus Irawan ini, akan laris manis. Bisa saja, bukan dia yang mendaftarkan diri tapi malah Gus Irawan yang dipinang partai,” imbuhnya.  (ril/ari/sam)

Tetap Gatot, Tatap Gus

MEDAN-Jelang Pilgubsu 2013 partai-partai yang berasaskan Islam juga mulai memetakan sosok yang akan diusung. Gatot Pujo Nugroho diprediksi tetap diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan koleganya. Sementara Partai Persatuan Pembangunan (PPP),  mulai menatap Dirut Bank Sumut Gus Irawan Pasaribu.

Pertarungan dua nama ini sudah cukup terlihat. Perang popularitas Gatot dan Gus di Sumut pun kian terbuka. Memang masih 408 hari lagi, terhitung sejak hari ini (24/1), hari H pelaksanaan pencoblosan Pilgubsu 2013 akan dilaksa nakan, tepatnya pada 7 Maret 2013 mendatang. Namun, perhatikan program popularitas yang dimunculkan oleh kedua tokoh tersebut.

Gatot membatalkan pembelian helikopter senilai Rp50 miliar dialihkan untuk anggaran bantuan desa, kemudian meningkatkan dana bantuan operasional siswa (BOS) di Sumut mencapai Rp1,5 triliun serta pembangunan infrastruktur lainnya di sejumlah ruas jalan di Sumut. Dan tentu saja, mewujudkan pembangunan gedung serba guna yang sempat terkendala di empat kepemimpinan Gubsu. Sedangkan Gus, pada posisinya masih membuka diri dan bertarung dalam program kemasyarakatannya yakni lewat kredit mikro kecil melalui pendekatan kaum ibu. Komitmennya membawa kaum ibu menjadi penopang perekonomian keluarga sudah mulai terwujud dengan bukti sudah ada 60 ribu lebih kaum wanita bergabung dengan kredit mikro kecil di bawah Bank Sumut.

Tapi, ada yang berbeda antara Gatot dengan Gus. Bila Gatot sudah jelas merupakan kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sedangkan Gus malah lebih dikenal dekat dengan Partai Golkar, bukan PPP.  Demikian analisis yang disampaikan pengamat politik Sumut, Ahmad Taufan Damanik, Senin (23/1). Menurut dia, kedua tokoh tersebut sangat ketat, hanya saja Gatot bisa menggeber kebijakan populisnya yang bisa meninggalkan jauh kekuatan kandidat lainnya.

“Gatot itu bisa disebut incumbent, apalagi sesaat lagi Gubsu yang lama akan divonis sehingga Gatot bisa menjadi Gubsu penuh,” ujarnya.
Dia menyebutkan, PKS, PPP, dan Partai Amanat Nasional (PAN) tentunya sudah memiliki garisan tertentu dari sejumlah partai. PKS yang dikenal sebagai partai kader tentunya akan mengusung kadernya, sedangkan PPP masih menunggu keputusan musyawarah wilayah (muswil) dan musyawarah kerja wilayah (mukerwil), berbeda dengan PAN yang sudah terang-terangan menyebutkan nama Syah Afandin alias Ondim menjadi kandidat Gubsu.
“Tapi ketiga partai tersebut tidak bisa maju sendiri, melainkan harus koalisi sehingga pencalonan ditentukan oleh elit partai koalisi,” sebutnya.
Ketika melihat sosok Ondim maju menjadi Gubsu, hal itu perlu dikroscek kembali oleh PAN. Selama ini, sosok yang dimunculkan belum begitu popular dan tak berbuat banyak di Sumut sehingga tak banyak yang mengenalnya. “Bisa jadi, PAN akan masuk ke koalisi PKS dengan jaringan Gatot di Pusat,” sebutnya.

Terpisah, Ketua DPW PPP Sumut, Fadly Nurzal Sag menyatakan, pencalonan Gubsu dari PPP diputuskan dua bulan sebelum pelaksanaan Pilgubsu. Begitupun, untuk keputusannya tetap melalui tahapan lobi-lobi politik karena masih ada obsesi yang belum terwujud hingga kini.
“Seperti mengutip istilah Mas Sigit PKS, koalisi partai Islam mesti ada pertemuan elit partai Islam terlebih dahulu untuk mewujudkan koalisi tersebut,” katanya.
Ketika disinggung dirinya maju sebagai kandidat Gubsu, Fadly menegaskan, untuk pencalonan Gubsu di PPP,  mekanismenya adalah mulai dari partai dan tetap diukur elektebilitasnya. “Saya kembalikan ke mekanismes partai saja,” ucapnya.

AY Belum Dikenal

Sementara itu, ketika disinggung mengenai nama Letjen AY Nasution yang bakal maju menjadi Cagubsu, Ahmad Taufan Damanik menegaskan, selama ini orang yang maju sebagai gebernur hanya terpaku pada bintang dua saja, sedangkan bintang tiga tidak ada. Kemudian, bila dilihat dari perolehan suara Pilgubsu periode lalu, Tri Tamtomo tidak bisa unggul. “Bayangkan saja, Tri Tamtomo sudah tiga tahun di Sumut, sedangkan AY Nasution hanya datang berkunjung sehingga kecil kemungkinannya bisa menang. Walaupun disebut-sebut akan diusung Partai Demokrat,” paparnya.

Lebih lanjut, Taufan menyebutkan ada kemungkinannya Partai Demokrat akan memilih koalisi dengan PKS di Sumut. Hal itu terbukti dari istilah, Partai Demokrat lebih memilih incumbent untuk membesarkan nama partai. “Jika koalisi tersebut terwujud, tentunya Gatot akan diposisi atas tinggal memutuskan calon wakil,” tegasnya.

Langkah AY memang sempat diprediksi bakal mulus. Disebut-sebut, ‘anak Medan’ kelahiran 26 Maret 1954 itu punya kedekatan personal dengan Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal TNI Pramono Edhie, yang tak lain adik kandung Ibu Negara Hj Ani Susilo Bambang Yudhoyono.

Adanya faktor kedekatan itulah, Pramono memberikan kepercayaan kepada AY untuk menduduki jabatan di pos yang cukup mentereng di jajaran TNI AD, yakni Pangkostrad. Sumber koran ini menyebut, jabatan sebagai Pangkostrad itu sekaligus akan menjadi kado bagi AY Nasution, sebelum memungkasi karir militernya.

Pengamat politik lokal, Jeiry Sumapouw di Jakarta, menilai, kedekatan dengan Pramono itu menjadi modal penting bagi AY Nasution untuk bisa mendapatkan tiket Demokrat, maju sebagai cagub Sumut.

“Kemungkinan itu sangat terbuka, apalagi Demokrat juga dikenal sebagai partai yang dekat dengan jajaran militer. Demokrat sudah biasa menggunakan kader militer,” ujar Jeiry Sumapouw, kemarin.

Kans AY Nasution sendiri, lanjut Jeiry, sangat kuat. Menurutnya, kondisi kekinian di Sumut sangat menguntungkan AY Nasution. Masyarakat Sumut, katanya, saat ini mendambakan pemimpin yang berkarakter dan berwibawa. Ini lantaran Gatot, dianggap sebagai sosok yang lemah. “Figur yang sekarang (Gatot, Red) sangat lemah, dukungan masyarakat lemah, dukungan politiknya juga lemah. Jadi, apa pun yang dilakukan akan kelihatan keliru. Gatot sendiri menjadi kurang pede,” ujar Jeiry.

Modal apa sih yang paling dibutuhkan untuk mendapat simpati dan dukungan masyarakat Sumut? Pria yang paham dengan konstelasi perpolitikan lokal karena intens mengamati pemilukada itu menjelaskan, khusus untuk Sumut, yang dibutuhkan kandidat adalah modal berupa basik kultural. Modal jenis ini, lanjutnya, hanya dimiliki orang figur-figur putra asli daerah.

“Dalam konteks Sumut, basis kultural yang kuat sangatlah penting untuk menjaga dukungan. Ambil contoh Gatot, meski punya ormas pendukung, tapi karena tidak punya basik kultural, dia tetap lemah,” urainya. Putra asli daerah, lanjutnya, bukan berarti dia selama ini harus berkarir di Sumut.

Sigit, Kenapa tidak?

Soal PKS, di legislatif partai ini mampu membentuk satu fraksi, dengan jumlah perwakilan sebanyak 11 kursi di DPRD Sumut. Jumlah tersebut merupakan terbanyak ke empat setelah Partai Demokrat Sumut sebanyak 27 kursi, Golkar 13 kursi dan PDI P 12 kursi. Sinyalemen Gatot akan kembali diusung, untuk perebutan tahta Sumut 1 oleh PKS cukup kuat. Dan itu sudah menjadi pembicaraan berbagai elemen masyarakat.

Pertanyaannya sekarang, apakah mantan Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKS Sumut ini, menjadi satu-satunya calon dari PKS yang “layak”, atau memang ada sosok lainnya yang tak kalah dengan Gatot, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas?

“Ya, sejauh ini Gatot masih memiliki peluang untuk kembali dicalonkan PKS. Berdasarkan jalannya pemerintahan yang dipimpinnya, juga cukup baik. Satu hal yang menjadi kelemahan Gatot, ya benar mengenai komunikasi yang tidak terbangun secara baik terhadap dewan. Itu disebabkan juga, kalau Gatot ini pada awalnya bukanlah seorang birokrat atau politisi. Awalnya adalah akademisi dan kemudian terjun ke partai,” urai pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Tasyrif Syam.

Tasyrif Syam menjabarkan, sosok yang setidaknya bisa dikatakan tidak kalah jika dibandingkan dengan Gatot adalah dedengkot PKS Sumut yang juga menjabat Wakil Ketua DPRD Sumut, Sigit Pramono Asri. “Kalau sosok yang relatif sepadan dengan Gatot adalah Sigit Pramono. Bedanya soal senioritas,” ungkapnya.

Tapi Sigit Pramono adalah orang yang gagal, bahkan untuk kedua kalinya dalam perebutan kursi Medan 1. Apakah itu bisa ditolerir oleh PKS, kemudian Sigit yang pada akhirnya dipilih untuk maju? “Itu pilkada kabupaten/kota, ini lain. Ini pemilihan gubernur. Bisa saja yang kalah di kabupaten/kota, menang ketika bertarung di pemilihan provinsi,” tegasnya.

Tapi, sambungnya, jika dirujuk kembali dari nilai jual, Gatot lebih di atas Gatot. Artinya, Gatot akan lebih memiliki peluang, bila maju pada Pilgubsu 2013 mendatang. Berlanjut ke koalisi yang akan dijalin PKS pada Pilgubsu 2013 mendatang, Tasyrif Syam menilai, sejauh ini tidak ada sebuah kepastian arah koalisi yang akan terjalin, bukan hanya PKS tapi juga partai lain. “PKS berasaskan Islam, tapi belum tentu juga nantinya berkoalisi dengan partai-partai yang memiliki idealisme yang sama. Bisa saja, PKS berkoalisi dengan Demokrat atau Golkar, atau partai lain. Ini terus berubah, dan belum bisa dipastikan,” cetusnya.

Katakanlah Gatot benar diusung PKS, kemudian benar pula bila Gatot berkoalisi dengan Golkar, muncul apakah nantinya akan bersanding antara Gatot dengan Gus Irawan yang digadang-gadang akan maju jadi calon BK 1 dari Golkar dan siapa yang akan menjadi BK 2 nya? “Saya pikir, Gatot tidak mungkin kembali maju untuk orang nomor 2. Apalagi dengan situasi dan kondisi saat ini, sejak menggantikan Syamsul Arifin, Gatot lah yang jadi orang nomor satu. Itu nantinya, tergantung pembicaraan kedua partai pengusung. Sosok Gus Irawan ini, akan laris manis. Bisa saja, bukan dia yang mendaftarkan diri tapi malah Gus Irawan yang dipinang partai,” imbuhnya.  (ril/ari/sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/