25 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Nominal Jauh Lebih Rendah dari PHL, Pemko Harus Perjuangkan Gaji Guru Honorer

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Forum Honorer Indonesia (FHI) Kota Medan, meminta Pemko Medan, dalam hal ini Dinas Pendidikan agar dapat memperjuangkan nasib para guru honorer. Pasalnya sampai saat ini, gaji guru honorer di Kota Medan masih terbilang sangat kecil, bahkan terbilang sangat jauh dari nilai Upah Minimum Kota (UMK), yang senilai Rp3,2 juta.

BERSIHKAN: Petugas kebersihan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Medan saat melakukan pembersihan kawasan Lapangan Merdeka Medan, baru-baru ini.

Hal ini disampaikan Ketua FHI Kota Medan, Fahrul Lubis. Menurutnya, sampai saat ini masih ada guru honorer yang gajinya hanya Rp300 ribu per bulan.

“Paling tinggi hanya sekitar Rp600 ribu sampai Rp700 ribuan per bulan, itu pun sangat sedikit. Umumnya ya sekitar Rp400 ribuan, itupun diterima setiap 3 bulan sekali,” ungkap Fahrul, Selasa (23/2).

Dengan demikian, sampai saat ini para guru honorer di Kota Medan masih hidup di bawah tingkat kesejahteraan masyarakat, karena tidak mendapatkan upah secara layak. Di sisi lain, Fahrul menjelaskan, upah guru honorer yang jauh dari layak tersebut, juga tidak didukung dengan kepatuhan para kepala sekolah untuk mengindahkan aturan dari Kemendikbud, yang menyatakan, 50 persen dari Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat digunakan untuk pembayaran honor para guru honorer.

“Kami juga heran, kenapa para kepala sekolah sudah jelas-jelas tidak mengindahkan aturan, tapi tidak juga diberi sanksi. Apa susahnya menjalankan aturan yang ada? Padahal aturan itu untuk membuat hidup para guru honorer menjadi lebih layak, walau tetap saja masih jauh dari UMK. Walaupun 50 persen Dana BOS dipakai untuk membayar upah, tapi setidaknya kan membantu kami para guru honorer yang bergaji kecil ini,” jelasnya.

Dia juga mengatakan, saat ini para pekerja harian lepas (PHL) di Pemko Medan, heboh dengan bakal adanya pemotongan gaji. Padahal menurut Fahrul, gaji guru honorer jauh lebih kecil dari itu.

“Kami berempati akan hal itu. Walaupun sebenarnya sekalipun gaji mereka dipotong, gaji mereka masih tetap jauh lebih besar dari kami. Kami benar-benar berharap, agar kesejahteraan kami para guru bisa diperjuangkan,” harapnya.

Soal sistem perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK), Fahrul juga berharap, agar Pemko Medan dapat memperjuangkan nasib para guru honorer K-2 yang telah mengabdi cukup lama sebagai guru di Kota Medan.

“Katanya kan ujiannya berlaku untuk semuanya, baik K-2 ataupun tidak. Kalaupun dia sudah bekerja sudah lebih dari 10 tahun, tapi tidak lulus ujian, tetap tidak lulus. Sedangkan kalau ada yang baru jadi guru honorer, tapi lulus ujian, maka dia jadi PPPK. Di mana keadilannya? Apa tidak dipandang pengabdian kami selama ini? Katanya PPPK ini bertujuan untuk mensejahterakan kami, tapi kenapa tidak ada prioritas untuk kami?” tegasnya.

Untuk itu, lanjut Fahrul, pihaknya meminta agar Pemko Medan dapat memperjuangkan nasib par guru honorer, khususnya mereka yang telah bekerja cukup lama untuk dapat diberikan penghasilan yang lebih layak, dan dapat difasilitasi untuk direkrut sebagai PPPK tanpa melalui proses seleksi, berupa ujian seperti pada umumnya.

Terpisah, Kepala Bidang Pembina Ketenagaan Dinas Pendidikan Kota Medan, Syahrial mengatakan, pihaknya telah menerima surat usulan pengajuan PPPK di Kota Medan dari Kemendikbud, agar dapat dibuka formasinya untuk perekrutan para guru honorer di Kota Medan menjadi PPPK.

“Info yang kami terima, Maret nanti akan dijawab berapa formasi yang dibuka untuk PPPK ini. Saat ini, jumlah guru honorer di Medan terus berfluktuasi, terakhir yang kami usulkan itu sekitar 2.400 guru, kebanyakan untuk guru SD,” bebernya.

Selain itu, dia juga menekankan, tidak ada pengecualian sistem perekrutan PPPK, antara guru honorer K-2 ataupun tidak. Semua yang ingin direkrut sebagai guru dengan sistem PPPK, maka tetap harus mengikuti prosedur yang ada, yakni dengan mengikuti ujian yang ditetapkan.

“Aturannya memang sudah begitu, semua wajib ikut ujian. Bisa maksimal ikut sampai 3 kali ujian. Semua umur bisa ikut ujian, maksimal 60 tahun. Jadi tidak seperti CPNS yang maksimal umur 35 tahun,” kata Syahrial.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Medan, H Rajuddin Sagala menyampaikan, pihaknya tidak menginginkan sistem ujian yang sama untuk para guru honorer di Kota Medan, baik antara guru honorer K-2 ataupun tidak.

“Sistem itu harus dirubah, sama sekali tidak mencerminkan keadilan dan rasa terima kasih kepada mereka yang telah bersedia mengabdi sebagai guru, yang mencerdaskan generasi bangsa,” jelasnya.

Selain itu, dia juga meminta agar Pemko Medan mulai berpikir agar para guru honorer di Kota Medan dapat digaji dengan lebih layak.

“Saya rasa jelas, siapapun ditanya, pasti tidak masuk akal kalau ada guru yang bertugas mencerdaskan generasi bangsa diupah dengan nilai Rp300 ribu sampai Rp700 ribu per bulan. Layaknya mereka digaji sama dengan para PHL, walaupun PHL digaji dari anggaran masing-masing OPD tempatnya bekerja, sedangkan guru honorer dari Dana BOS,” kata Rajudin.

Di tempat terpisah, keluhan para kepala lingkungan (kepling) dan PHL Pemko Medan atas bakal dikuranginya gaji mereka pada Tahun Anggaran 2021 ini, terus bergulir. Kali ini, keluhan dimaksud sudah diterima seorang Anggota DPRD Sumut, Parlaungan Simangunsong.

Menurut Parlaungan, Pemko Medan bakal mengurangi gaji mereka sebesar Rp200 ribu per bulan, atau dari Rp3,2 juta menjadi Rp3 juta per bulan.

“Ya, keluhan ini kami terima dari para kepling dan PHL Pemko Medan, yang gajinya dipotong dengan alasan turunnya APBD Medan Tahun Anggaran 2021, akibat pandemi Covid-19. Ini kami terima dalam kegiatan reses di Jalan Cemara, Kelurahan Teladan Timur, Kecamatan Medan Kota,” ungkap Parlaungan usai menggelar reses, Selasa (23/2).

Politisi Partai Demokrat itu, mengatakan, sangat wajar para kepling dan PHL menyampaikan keluhan tersebut, akibat bakal dikuranginya gaji mereka. Apalagi selama ini gaji Rp3,2 juta masih dinilai kurang, dan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Tapi alasan Sekda Kota Medan Wiriya Alrahman, mengurangi gaji kepling dan PLH, juga bisa diterima. Karena menurutnya, dengan turunnya APBD, jadi gaji para kepling dan PHL tidak mungkin mengikuti besaran UMK sebesar Rp3,2 juta.

“Tapi perlu dicatat, akibat diturunkannya gaji kepling ini, dikhawatirkan akan terjadi penyelewengan oleh oknum-oknum tertentu di masyarakat, sehingga sangat kurang tepat diturunkan. Sebab kepling langsung bersentuhan dengan masyarakat atau sebagai ujung tombak pemerintahan di masyarakat,” jelas Parlaungan lagi.

Parlaungan juga mengatakan, maraknya kasus korupsi dan penyelewengan APBD di Sumut, tidak terlepas dari kurangnya gaji untuk memenuhi kebutuhan, sehingga pemerintah perlu mencukupi kebutuhan para aparatur sipil negara, bukan malah menguranginya. (map/prn/saz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Forum Honorer Indonesia (FHI) Kota Medan, meminta Pemko Medan, dalam hal ini Dinas Pendidikan agar dapat memperjuangkan nasib para guru honorer. Pasalnya sampai saat ini, gaji guru honorer di Kota Medan masih terbilang sangat kecil, bahkan terbilang sangat jauh dari nilai Upah Minimum Kota (UMK), yang senilai Rp3,2 juta.

BERSIHKAN: Petugas kebersihan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Medan saat melakukan pembersihan kawasan Lapangan Merdeka Medan, baru-baru ini.

Hal ini disampaikan Ketua FHI Kota Medan, Fahrul Lubis. Menurutnya, sampai saat ini masih ada guru honorer yang gajinya hanya Rp300 ribu per bulan.

“Paling tinggi hanya sekitar Rp600 ribu sampai Rp700 ribuan per bulan, itu pun sangat sedikit. Umumnya ya sekitar Rp400 ribuan, itupun diterima setiap 3 bulan sekali,” ungkap Fahrul, Selasa (23/2).

Dengan demikian, sampai saat ini para guru honorer di Kota Medan masih hidup di bawah tingkat kesejahteraan masyarakat, karena tidak mendapatkan upah secara layak. Di sisi lain, Fahrul menjelaskan, upah guru honorer yang jauh dari layak tersebut, juga tidak didukung dengan kepatuhan para kepala sekolah untuk mengindahkan aturan dari Kemendikbud, yang menyatakan, 50 persen dari Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat digunakan untuk pembayaran honor para guru honorer.

“Kami juga heran, kenapa para kepala sekolah sudah jelas-jelas tidak mengindahkan aturan, tapi tidak juga diberi sanksi. Apa susahnya menjalankan aturan yang ada? Padahal aturan itu untuk membuat hidup para guru honorer menjadi lebih layak, walau tetap saja masih jauh dari UMK. Walaupun 50 persen Dana BOS dipakai untuk membayar upah, tapi setidaknya kan membantu kami para guru honorer yang bergaji kecil ini,” jelasnya.

Dia juga mengatakan, saat ini para pekerja harian lepas (PHL) di Pemko Medan, heboh dengan bakal adanya pemotongan gaji. Padahal menurut Fahrul, gaji guru honorer jauh lebih kecil dari itu.

“Kami berempati akan hal itu. Walaupun sebenarnya sekalipun gaji mereka dipotong, gaji mereka masih tetap jauh lebih besar dari kami. Kami benar-benar berharap, agar kesejahteraan kami para guru bisa diperjuangkan,” harapnya.

Soal sistem perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK), Fahrul juga berharap, agar Pemko Medan dapat memperjuangkan nasib para guru honorer K-2 yang telah mengabdi cukup lama sebagai guru di Kota Medan.

“Katanya kan ujiannya berlaku untuk semuanya, baik K-2 ataupun tidak. Kalaupun dia sudah bekerja sudah lebih dari 10 tahun, tapi tidak lulus ujian, tetap tidak lulus. Sedangkan kalau ada yang baru jadi guru honorer, tapi lulus ujian, maka dia jadi PPPK. Di mana keadilannya? Apa tidak dipandang pengabdian kami selama ini? Katanya PPPK ini bertujuan untuk mensejahterakan kami, tapi kenapa tidak ada prioritas untuk kami?” tegasnya.

Untuk itu, lanjut Fahrul, pihaknya meminta agar Pemko Medan dapat memperjuangkan nasib par guru honorer, khususnya mereka yang telah bekerja cukup lama untuk dapat diberikan penghasilan yang lebih layak, dan dapat difasilitasi untuk direkrut sebagai PPPK tanpa melalui proses seleksi, berupa ujian seperti pada umumnya.

Terpisah, Kepala Bidang Pembina Ketenagaan Dinas Pendidikan Kota Medan, Syahrial mengatakan, pihaknya telah menerima surat usulan pengajuan PPPK di Kota Medan dari Kemendikbud, agar dapat dibuka formasinya untuk perekrutan para guru honorer di Kota Medan menjadi PPPK.

“Info yang kami terima, Maret nanti akan dijawab berapa formasi yang dibuka untuk PPPK ini. Saat ini, jumlah guru honorer di Medan terus berfluktuasi, terakhir yang kami usulkan itu sekitar 2.400 guru, kebanyakan untuk guru SD,” bebernya.

Selain itu, dia juga menekankan, tidak ada pengecualian sistem perekrutan PPPK, antara guru honorer K-2 ataupun tidak. Semua yang ingin direkrut sebagai guru dengan sistem PPPK, maka tetap harus mengikuti prosedur yang ada, yakni dengan mengikuti ujian yang ditetapkan.

“Aturannya memang sudah begitu, semua wajib ikut ujian. Bisa maksimal ikut sampai 3 kali ujian. Semua umur bisa ikut ujian, maksimal 60 tahun. Jadi tidak seperti CPNS yang maksimal umur 35 tahun,” kata Syahrial.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Medan, H Rajuddin Sagala menyampaikan, pihaknya tidak menginginkan sistem ujian yang sama untuk para guru honorer di Kota Medan, baik antara guru honorer K-2 ataupun tidak.

“Sistem itu harus dirubah, sama sekali tidak mencerminkan keadilan dan rasa terima kasih kepada mereka yang telah bersedia mengabdi sebagai guru, yang mencerdaskan generasi bangsa,” jelasnya.

Selain itu, dia juga meminta agar Pemko Medan mulai berpikir agar para guru honorer di Kota Medan dapat digaji dengan lebih layak.

“Saya rasa jelas, siapapun ditanya, pasti tidak masuk akal kalau ada guru yang bertugas mencerdaskan generasi bangsa diupah dengan nilai Rp300 ribu sampai Rp700 ribu per bulan. Layaknya mereka digaji sama dengan para PHL, walaupun PHL digaji dari anggaran masing-masing OPD tempatnya bekerja, sedangkan guru honorer dari Dana BOS,” kata Rajudin.

Di tempat terpisah, keluhan para kepala lingkungan (kepling) dan PHL Pemko Medan atas bakal dikuranginya gaji mereka pada Tahun Anggaran 2021 ini, terus bergulir. Kali ini, keluhan dimaksud sudah diterima seorang Anggota DPRD Sumut, Parlaungan Simangunsong.

Menurut Parlaungan, Pemko Medan bakal mengurangi gaji mereka sebesar Rp200 ribu per bulan, atau dari Rp3,2 juta menjadi Rp3 juta per bulan.

“Ya, keluhan ini kami terima dari para kepling dan PHL Pemko Medan, yang gajinya dipotong dengan alasan turunnya APBD Medan Tahun Anggaran 2021, akibat pandemi Covid-19. Ini kami terima dalam kegiatan reses di Jalan Cemara, Kelurahan Teladan Timur, Kecamatan Medan Kota,” ungkap Parlaungan usai menggelar reses, Selasa (23/2).

Politisi Partai Demokrat itu, mengatakan, sangat wajar para kepling dan PHL menyampaikan keluhan tersebut, akibat bakal dikuranginya gaji mereka. Apalagi selama ini gaji Rp3,2 juta masih dinilai kurang, dan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Tapi alasan Sekda Kota Medan Wiriya Alrahman, mengurangi gaji kepling dan PLH, juga bisa diterima. Karena menurutnya, dengan turunnya APBD, jadi gaji para kepling dan PHL tidak mungkin mengikuti besaran UMK sebesar Rp3,2 juta.

“Tapi perlu dicatat, akibat diturunkannya gaji kepling ini, dikhawatirkan akan terjadi penyelewengan oleh oknum-oknum tertentu di masyarakat, sehingga sangat kurang tepat diturunkan. Sebab kepling langsung bersentuhan dengan masyarakat atau sebagai ujung tombak pemerintahan di masyarakat,” jelas Parlaungan lagi.

Parlaungan juga mengatakan, maraknya kasus korupsi dan penyelewengan APBD di Sumut, tidak terlepas dari kurangnya gaji untuk memenuhi kebutuhan, sehingga pemerintah perlu mencukupi kebutuhan para aparatur sipil negara, bukan malah menguranginya. (map/prn/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/